Konsep Jender HUKUM KEWARISAN ISLAM

Keberpihakan kepada jenis kelamin laki-laki ini menimbulkan ketidakadilan gender. 40 Adil al-adl sering disinonimkan dengan kata “al-musawwah” persamaan, “adala” dasar keadaan lurus atau penetapan hukum dengan benar dan “al-qisth” seseorang secara proporsional mendapatkan saham atau seimbang. 41 Islam menjelaskan makna adil yakni dalam Al-Quran Surat Al-Maidah 5 ayat 8 dan Surat Ar-Rahman 55 ayat 7-9, makna adil itu adalah menegakkan kebenaran, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan atau melampaui batas, menempatkan sesuatu pada tempatnya, dan mengatakan sesuatu kesaksian dengan benar. Dalam hal jender, Islam pun mengatur keadilan jender. Dalam Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 bahwa wanita dan laki-laki sama di mata Allah, yang membedakan adalah ketakwaannya. 42 Kemudian dalam Surat Al-Baqarah ayat 228, bahwa hak dan kewajiban suami-istri itu seimbang. Kemudian terkait hal waris, terdapat perbedaan pembagian waris antara laki-laki dan perempuan, contohnya bagian anak laki-laki dan anak perempuan yaitu 2:1, kemudian bagian suami dan istri yaitu ½ untuk suami jika tidak keturunan sedangkan istri ¼ jika tidak keturunan. 40 Agnes Widanti, Hukum Berkeadilan Jender, Jakarta: Kompas, 2005, h. 60. 41 Ali Parman, Kewarisan Dalam Alquran: Suatu Kajian Hukum dengan Pendekatan Tafsir Tematik, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995, h. 73-74. 42 Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Perspektif Agama Islam, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, 2004, h. 85. Adanya perbedaan ini bukanlah ketidakadilan jender atau sekedar aturan yang menyangkut ibadah saja, namun bentuk keadilan dalam kewarisan yang terletak pada keseimbangan hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara keperluan dan kegunaan. 43 43 Ali Parman, Kewarisan Dalam Alquran, h. 75. 31

BAB III KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN MEWARISI BERSAMA SAUDARA

LAKI-LAKI SEKANDUNG A. Konsep Hijab dan Ashabah 1. Hijab Al-hajb dalam bahasa Arab berarti menutup atau menghalangi. Orang yang menjadi penghalang atau pencegah dinamakan hajb, sedangkan orang yang dicegah atau dihalangi atau ditutup dinamakan mahjub. 1 Menurut istilah ulama mawaris faraidh, definisi al-hajb adalah mencegah dan menghalangi orang-orang tertentu dari menerima seluruh pusaka atau sebagiannya karena ada seseorang lain. 2 Hajb itu dibagi dua macam: a. Hajb dengan sesuatu washaf sifat. Yaitu memiliki sifat-sifat yang dapat menghalangi dirinya dari bagian warisannya dengan sifat-sifat yang telah lalu seperti sifat perbudakan, membunuh, atau berlainan agama. Bagian hajb ini dapat terjadi mengenai semua ahli waris, karena setiap orang dari mereka mungkin bisa menjadi budak, atau pembunuh si mayit atau berbeda agama dengan si mayit. Orang-orang yang terhalangi bagian warisannya dengan sifat hajb ini keberadaan dirinya di antara ahli waris seperti ketika dirinya tidak ada 1 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, Ed. II, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h. 237. 2 Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010, h. 163. di antara mereka, maka dia tidak dapat menghalangi lainnya dari bagiannya dan tidak dapat menjadikan yang lainnya mendapatkan bagian warisan dengan bagian ashabah. 3 b. Hajb dengan adanya seseorang yang lebih dekat dengan si pewaris dari yang mahjub tersebut. Penghalang ini dapat mengurangi hak hajb an-nuqsan ataupun menghilangkan hak hajb al-hirman. 4 Hajb an-nuqshan adalah menghalangi seseorang yang memiliki sebab-sebab boleh mewarisi dari bagiannya yang sempurna dan utuh. Artinya, hak seseorang ahli waris dari bagiannya yang besar menjadi bagian yang lebih kecil, karena terdapat ahli waris lain yang mempengaruhinya. Hajb an-nuqshan terjadi pada lima ash-habul furudh, yakni suami, istri, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan saudara perempuan sebapak. 5 Contohnya hak suami bergeser dari ½ menjadi ¼ harta warisan karena adanya keturunan. Sedangkan hajb al-hirman adalah menghalangi orang yang mempunyai sebab-sebab boleh mewarisi secara keseluruhan karena ada seseorang yang lebih dekat kekerabatannya dengan si mayit. Para ahli waris dalam hajb al-hirman, ada dua kelompok. Pertama, ahli waris yang sama sekali tidak pernah terhalang secara hujub hirman. Ahli waris ini adalah bapak, anak laki-laki, suami, ibu, anak perempuan, dan 3 Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Ilmu Waris – Metode Praktis Menghitung Warisan dalam Syariat Islam, Penerjemah Abu Najiyah Muhaimin, Tegal: Ash-Shaf media, 2007, h. 116. 4 Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, h. 163. 5 Komite Fakultas Syariah Unversitas Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, Penerjemah Addys Aldizar dan Fathurrahman, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004, h. 280. istri. 6 Kedua, ahli waris yang terhalang secara hajb al-hirman. Mereka adalah para ahli waris yang tersisa yakni selain 6 orang yang telah disebut di atas. Mereka akan terhalang kewarisannya jika terdapat ahli waris lain yang lebih dekat hubungan nasabnya kepada si mayit. 7 Contohnya saudara laki-laki atau perempuan kandung mahjub oleh adanya anak-laki-laki, cucu laki-laki, dan bapak.

2. Hijab - Ashabah

Kata at- ta’shib adalah bentuk mashdar dari kata „ashshaba, yu’ashshib, ta’shib. Orang atau subyeknya disebut „ashib, dan bentuk jamaknya disebut „ashabah atau „ashabat. Menurut bahasa, ashabah berarti keturunan dari pihak ayah. 8 Sedangkan menurut istilah Faradhiyun, ashabah adalah ahli waris yang tidak mendapat bagian yang sudah dipastikan besar kecilnya yang telah disepakati oleh para fuqaha seperti ashabul furudh dan yang belum disepakati oleh mereka seperti dzawil-arham. 9 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , digunakan kata “asabat” yang artinya ahli waris yang berhubungan langsung dengan yang meninggal atau ahli waris yang hanya memperoleh sisa warisan setelah dibagikan kepada ahli waris yang mendapat bagian tertentu. 10 6 Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, h. 282-283. 7 Al-Azhar, Mesir, Hukum Waris, h. 283. 8 Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesiah. 937. 9 Fatchur rahman, Ilmu Waris, Bandung: PT. ALMA‟ARIF, 1971, h. 339. 10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Ed. IV, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 89.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88