ibu-bapak  dan  kerabatnya,  baik  sedikit  atau  banyak  menurut  bahagian  yang  telah ditetapkan.”
Dalam  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  digunakan  kata  waris,  warisan,  dan hukum  kewarisan.  Kata
“waris”,  berarti  orang  yang berhak menerima harta  pusaka dari  orang  yang  telah  meninggal.  Adapun  yang
kata “warisan” berarti sesuatu yang diwariskan  seperti  harta,  nama  baik,  harta  pusaka.  Sedangkan  kata
“kewarisan”, dengan  mengambi
l  kata  asal  “waris”  dan  tambahan  awalan  “ke”  dan  akhiran  “an”. Arti  kata  “kewarisan”  itu  sendiri  yakni  hal  yang  berhubungan  dengan  waris  atau
warisan
9
.  Jadi  hukum  kewarisan  ialah  hukum  yang  berhubungan  dengan  waris  dam warisan.  Sedangkan  di  dalam  Kompilasi  Hukum  Islam  KHI  yakni  pada  pasal  171
poin a menjelaskan bahwa hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan  hak  pemilikan  harta  peninggalan  tirkah  pewaris,  menentukan  siapa-
siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya msing-masing. Terdapat  beberapa pendapat pakar hukum  Islam  mengenai hukum  kewarisan
Islam, antara lain: a.
Menurut  Drs.  Fatchur  Rahman,  hukum  kewarisan  Islam  ialah  aturan-aturan yang  tidak  mengandung  unsur  sewenang-wenag  terhadap  para  ahli  waris,
bahkan  telah  memperbaiki  kepincangan-kepincangan  sistem  pusaka mempusakai  yang  telah  dijalankan  oleh  orang-orang  terdahulu  dan  oleh
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Ed. IV, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 1556-1557.
sebagian  orang-orang  sekarang.  Menurut  beliau,  hukum  kewarisan  Islam mengandung unsur-unsur keadilan yang mutlak.
10
b. Menurut  Prof.  Dr.  Amir  Syarifuddin,  hukum  kewarisan  Islam  adalah
seperangkat  peraturan  tertulis  berdasarkan  wahyu  Allah  dan  Sunnah  Nabi tentang  hal  ihwal  peralihan  harta  atau  berwujud  harta  dari  yang  telah  mati
kepada  yang  masih  hidup,  yang  diakui  dan  diyakini  belaku  dan  mengikat untuk semua yang beragama Islam.
11
c. Menurut  Drs.  H.  Habiburrahman,  M.Hum,  hukum  kewarisan  Islam  adalah
hukum  waris  yang  bersumber  kepada  Al-Quran  dan  Hadits,  yang  berlaku universal di bumi manapun maupun di dunia ini.
12
Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hukum kewarisan Islam di Indonesia ialah seperangkat peraturan mengenai peralihan kepemilikan harta
warisan si pewaris kepada ahli warisnya yang berpedoman pada Al-Quran dan Hadis, yang diberlakukan kepada seluruh masyarakat Islam di Indonesia.
2. Dasar Hukum Kewarisan
Hukum Kewarisan Islam digali dari keseluruhan ayat hukum dalam Al-Quran dan penjelasan tambahan yang diberikan Nabi Muhammad SAW. dalam sunnahnya.
10
Fatchur rahman, Ilmu Waris, Bandung: PT. ALMA‟ARIF, 1971, h. 22.
11
Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 6.
12
Habiburrahman,  Rekonstruksi  Hukum  Kewarisan  Islam  di  Indonesia,  Cet.  I,  Jakarta: Kementerian Agama RI, 2011, h. 86.
Ayat-ayat  al- Qur‟an dan sunnah Nabi yang mengatur secara langsung kewarisan itu
sebagai berikut, antara lain:
a.
Q.S. An-Nisaa ayat 11: 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: “…..dan  jika  anak  itu  semuanya  perempuan  lebih  dari  dua,  Maka
bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. ..
.”
b.
Q.S. An-Nisaa ayat 12: …….
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 .......
 Artinya:
“……. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak  meninggalkan  ayah  dan  tidak  meninggalkan  anak,  tetapi  mempunyai
seorang  saudara  laki-laki  seibu  saja  atau  seorang  saudara  perempuan seibu  saja,  Maka  bagi  masing-masing  dari  kedua  jenis  saudara  itu
seperenam  harta.  tetapi  jika  Saudara-saudara  seibu  itu  lebih  dari  seorang, Maka mereka ber
sekutu dalam yang sepertiga itu,….”
c.
Q.S. An-Nisaa ayat 176: 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya :  “Mereka  meminta  fatwa  kepadamu  tentang  kalalah.  Katakanlah:
Allah  memberi  fatwa  kepadamu  tentang  kalalah  yaitu:  jika  seorang meninggal  dunia,  dan  ia  tidak  mempunyai  anak  dan  mempunyai  saudara
perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta
yang  ditinggalkannya,  dan  saudaranya  yang  laki-laki  mempusakai  seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara
perempuan itu dua orang, Maka bagi  keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan  oleh  yang  meninggal.  dan  jika  mereka  ahli  waris  itu  terdiri
dari Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki  sebanyak  bahagian  dua  orang  saudara  perempuan.  Allah
menerangkan  hukum  ini  kepadamu,  supaya  kamu  tidak  sesat.  dan  Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.” d.
Hadits Nabi dari Ibnu Abbas menurut riwayat al-Bukhari:
Artinya: “Berikanlah  fara’id  bagian-bagian  yang  ditentukan  itu  kepada
yang  berhak  dan  selebihnya  berikanlah  untuk  laki-laki  dari  keturunan  laki- laki yang terdekat.”
13
e. Hadits  Nabi  dari  Jabir  menurut  riwayat  Abu  Dawud,  al-Tirmizi,  Ibnu  Majah
dan Ahmad :
Artinya: “Dari Jabir bin Abdullah berkata: Janda Sa’ad datang kepada Rasul
bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad yang telah gugur secara syahid bersamamu
di  perang Uhud. Paman mereka mengambil  harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-
apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat harta.” Nabi  berkata:  “Allah  akan  menetapkan  hukum  dalam  kejadian  ini.”
13
Al-Bukhariy, Shahih al Bukhariy, Juz IV, Beirut, Lebanon: Dar Al-Khotob Al-Ilmiyah, h. 320.