Penghalang-Penghalang Mewarisi Rukun, Syarat, Sebab dan Penghalang Mewarisi

yang menafikan kecakapan bertindak seorang budak dalam segala bidang, yakni firman Allah SWT. yang termaktub dalam surat An-Nahl ayat 75, yang artinya: “Allah telah membuat perumpamaan, yakni seorang budak yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun…..”. Mafhum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak itu tidak cakap mengurus hak milik kebendaaan dengan jalan apa saja. Dalam soal pusaka-mempusakai terjadi di satu pihak melepaskan hak milik kebendaan dan di satu pihak yang lain menerima hak milik kebendaan. Oleh karena itu terhalangnya budak dalam pusaka- mempusakai ditinjau dari dua arah yaitu mempusakai harta peninggalan dari ahli warisnya dan mempusakakan harta peninggalan kepada ahli warisnya lantaran ia belum bebas secara sempurna dari perbudakan. Hal tersebut sebagaimana pendapat Abu Hanifa h, Imam Syafi‟ dan ulama jumhur. 30

C. Asas-Asas Kewarisan

Terdapat lima asas yang menunjukkan bentuk karakteristik dari Hukum Kewarisan Islam itu sendiri, antara lain: 1. Asas Ijbari Dijalankannya asas ijbari dalam Hukum Kewarisan Islam mengandung arti bahwa peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut kehendak Allah tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris atau permintaan ahli waris. Unsur paksaan sesuai dengan arti 30 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, h. 83-84. terminologis tersebut terlihat dari segi bahwa ahli waris terpaksa menerima kenyataan pindahnya harta kepada dirinya sesuai dengan yang telah ditentukan. 31 Adanya asas ijbari dalam hukum kewarisan Islam dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain: Pertama, dari segi peralihan harta, bahwa harta orang meninggal dunia itu beralih dengan sendirinya, bukan dialihkan siapa-siapa kecuali oleh Allah SWT. Kedua, dari segi jumlah , berarti bahwa bagian atau hak ahli waris dalam harta warisan sudah jelas ditentukan oleh Allah. Ketiga, dari segi pewaris, berarti bahwa ia sebelum meninggal tidak dapat menolak peralihan harta tersebut. Apapun kemauan pewaris terhadap hartanya, maka kemauannya harus dibatasi oleh ketentuan yang telah ditentukan Allah. Keempat, dari segi kepada siapa harta itu beralih, berarti bahwa orang-orang yang mendapat harta peninggalan si pewaris ialah para ahli waris yang telah ditentukan oleh Allah. 32 2. Asas Bilateral Asas ini menerangkan tentang ke mana arah peralihan harta itu di kalangan ahli waris. Asas bilateral ini mengandung arti bahwa harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini berarti bahwa setiap orang yang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan perempuan. 33 31 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 20. 32 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 20-21. 33 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 22. 3. Asas Individual Hukum Islam mengajarkan asas kewarisan secara individual, dengan mengandung arti bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi untuk dimiliki secara perseorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya secara tersendiri, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang mungkin dibagi-bagi, kemudian jumlah tersebut dibagian kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing. 34 4. Asas Keadilan Berimbang Asas keadilan berimbang dalam pembagian harta warisan dalam hukum Islam memilki arti keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan jender tidak menentukan hak kewarisan Islam. Artinya, sebagaimana laki- laki, perempuan pun memiliki hak yang sama kuat untuk mendapatkan warisan. Ditinjau dari segi jumlah bagian yang diperoleh saat menerima hak, memang terdapat ketidaksamaan. Akan tetapi, hal tersebut bukan berarti tidak adil, karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan kepada kegunaan dan kebutuhan. 35 5. Asas Semata Akibat Kematian Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah “kewarisan” hanya berlaku setelah yang mempunyai 34 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 23. 35 Syarifuddin, Hukum Kewarisan, h. 26-27.

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88