Audiometri Nada Murni TINJAUAN PUSTAKA

52 Umumnya hanya digunakan satu macam sitostatika saja. Cisplatin dan 5 FU telah lama dikenal sebagai obat yang mampu meningkatkan sensitifitas terhadap radioterapi Reksodiputro, 2002

2.8 Audiometri Nada Murni

Walaupun pemeriksaan audiometri nada murni tidak sepenuhnya objektif, tetapi sampai sekarang masih merupakan yang paling banyak dipakai untuk keperluan klinis oleh karena prosedurnya yang sederhana namun dapat banyak memberi informasi tentang keadaan sistim pendengaran. Jenis penurunan tajam pendengaran dapat dibagi menjadi : 1 penurunan tajam pendengaran konduktif atau Conductive Hearing Loss CHL, yang disebabkan karena gangguan konduksi kebisingan ke telinga bagian dalam, hal ini terjadi karena kelainan telinga luar dan telinga tengah. 2 penurunan tajam pendengaran perseptif dalam koklea dan retrokoklea pada saraf pendengaran. 3 penurunan tajam pendengaran campuran atau Mixed Hearing Loss MHL yang terjadi karena kombinasi antara penurunan tajam pendengaran konduksi dan perseptif. Untuk mengetahui kelainan ini digunakan Audiometri nada murni, yaitu suatu alat ukur untuk mengukur kemampuan seseorang untuk mendengar bunyi nada murni dari beberapa frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 100 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz serta dapat diatur intensitasnya dB mulai -10 dB sampai 100 dB. 53 Alat ini digunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat nilai ambang, sehingga didapatkan gambaran audiogram yang berupa kurva hantaran udara dan hantaran tulang Yellim, 1991; Felman, 1997. Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau tuli. Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu : Ambang dengar AD = 3 Hz 2000 AD Hz 1000 AD Hz 500 AD + + Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4. Ambang dengar AD = 4 Hz 2000 AD Hz 1000 AD Hz 500 AD + + Dapat dihitung ambang dengar hantaran udara AC atau hantaran tulang BC. Interpretasi hasil berdasarkan International Standard Organization tentang derajat gangguan pendengaran : Soetirto at al, 2001. • 0-25 dB = pendengaran normal • 26-40 dB = gangguan pendengaran ringan • 41-60 dB = gangguan pendengaran sedang • 61-90 dB = gangguan pendengaran berat 54 • 90 dB = gangguan pendengaran sangat Dari hasil pemeriksaan audiogram nada murni disebut ada gap apabila antara Air Conduction AC dan Bone Conduction BC terdapat perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB, minimal pada 2 frekwensi yang berdekatan. Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udara AC saja. Gambaran audiogram nada murrni pada ototoksis menunjukkan ciri khas dimana terjadi penurunan tajam pendengaran pada frekwensi tinggi,bersifat sensorineural, bilateral dan simetris relatif cepat dan progresif, namun dapat juga meluas ke frekwensi menengah dan akhirnya pada semua frekwensi, dapat terjadi sementara maupun menetap. Tuper, 2005 ; Chen, 2006 Gambar 4 Gambaran audiogram ototoksik 55

2.9 Faktor Resiko