angka ini menunjukkan bahwa akses pangan masyarakat di wilayah tersebut dalam kondisi cukup tinggi dengan indikator rasio konsumsi normatif berkisar
0,75, persentase desa yang tidak dapat dilalui kendaraan roda 4 berkisar 15, persentase desa yang tidak memiliki pasar berkisar 25, pensentase penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan berkisar 15, persentase penduduk yang bekerja 36 jam per minggu berkisar 20, dan persentase penduduk yang tidak
tamat pendidikan dasar berkisar 20. Dilihat dari seluruh kabupaten yang dijadikan sampel, Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan kabupaten dengan nilai
rataan skoring komposit terendah sebesar 3,80. Sedangkan kabupaten dengan nilai rataan skoring komposit tertinggi adalah Kabupaten Deli Serdang sebesar 4,63.
Analisis faktor atau indikator akses pangan secara individu dapat digambarkan sebagai berikut :
5.1.1 Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan adalah satu hal yang penting, meskipun faktor ini saja tidak cukup untuk menggambarkan akses pangan di suatu wilayah. Ketersediaan
pangan tidak hanya diperoleh dari produksi pangan biji-bijian di suatu wilayah saja, tetapi juga berasal dari kondisi netto ekspor dan impor yang diperoleh
melalui berbagai jalur. Meskipun demikian, pada tingkat mikro, misalnya tingkat kabupatenkota dan tingkat yang lebih rendah, sangat sukar sekali untuk
mengetahui arus pemasukan dan pengeluaran pangan biji-bijian tersebut. Oleh sebab itu, sebagai indikator Ketersediaan Pangan ini, menggunakan proporsi
konsumsi normatif terhadap ketersediaan netto padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar yang layak dikonsumsi manusia.
Universitas Sumatera Utara
Rasio konsumsi terhadap ketersediaan netto pangan biji-bijian dan umbi-umbian per kapita per hari adalah merupakan petunjuk kecukupan pangan pada suatu
wilayah. Konsumsi Normatif Cnorm didefinisikan sebagai jumlah pangan biji- bijian dan umbi-umbian yang harus dikonsumsi oleh seseorang per hari untuk
memperoleh kilo kalori energi dari sereal dan umbi-umbian. Pola konsumsi di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata seseorang memperoleh 50 keperluan
energi hariannya dari sereal dan umbi-umbian. Standar kebutuhan kalori per hari per kapita adalah 2.100 Kkal, dan untuk mencapai 50 kebutuhan kalori dari
sereal dan umbi-umbian, maka seseorang harus mengkonsumsi kurang lebih 300 gram sereal dan umbi-umbian per hari. Oleh sebab itu, dalam analisis ini memakai
300 gram sebagai nilai konsumsi normatif konsumsi yang direkomendasikan.
Ditinjau dari faktor ketersediaan pangan, penggolongan tingkat akses pangan dari 27 desa yang dijadikan sampel untuk mengetahui situasi akses pangan di Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2008 - 2012 adalah sebagai berikut.
Tabel 14. Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Rasio Konsumsi Normatif di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012
Tahun Kondisi Akses Pangan
Sangat Rendah
Rendah Cukup
Rendah Cukup
Tinggi Tinggi
Sangat Tinggi
=1,5 1,25 - 1,5
1 - 1,25 0,75 - 1
0,5 - 0,75 0,5
2008 Jumlah
11 1
1 -
3 11
40,74 3,70
3,70 -
11,11 40,74
2009 Jumlah
10 1
2 -
3 11
37,04 3,70
7,41 -
11,11 40,74
2010 Jumlah
11 1
1 1
2 11
40,47 3,70
3,70 3,70
7,41 40,74
2011
Universitas Sumatera Utara
Jumlah 11
1 1
1 2
11 40,47
3,70 3,70
3,70 7,41
40,74
2012 Jumlah
12 -
1 1
2 11
44,44 -
3,70 3,70
7,41 40,74
Sumber: Data diolah dari Lampiran 8, 12, 16, 20, 24 Dari data di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008-2012 distribusi kondisi
akses pangan cukup rendah sampai sangat rendah dengan cukup tinggi sampai sangat tinggi untuk indikator ketersediaan pangan dapat dikatakan hampir merata,
sebanyak 13 desa 48,15 masuk ke dalam kondisi akses pangan cukup rendah sampai sangat rendah dan 14 desa 51,85 berada pada kondisi akses cukup
tinggi sampai sangat tinggi. Tinggi rendahnya rasio konsumsi normatif dipengaruhi oleh jumlah pangan pokok beras, jagung, ubi kayu, dan ubi jalar
yang tersedia dan konsumsi masyarakat selama satu periodik. Semakin tinggi konsumsi masyarakat dibandingkan jumlah pangan pokok yang tersedia maka
rasio konsumsi normatif akan menunjukkan kondisi akses pangan yang rendah, begitu juga sebaliknya.
5.1.2 Persentase jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat