pangan cukup rendah sampai sangat rendah dan 3 desa 11,11 berada pada kondisi akses cukup tinggi sampai sangat tinggi. Keberadaan pasar di desa-desa
tersebut tidak mengalami penambahan maupun pengurangan dari tahun 2008- 2012.
Kurangnya akses terhadap infrastruktur dapat menyebabkan kemiskinan lokal, dimana masyarakat yang tinggal di daerah terisolir atau terpencil dengan kondisi
geografis yang sulit sehingga kurang memiliki kesempatan ekonomi dan pelayanan jasa yang memadai. Keterbelakangan infrastruktur yang lebih besar
pada berbagai sektor, hal itu akan memberikan daya dorong terhadap penghidupan berkelanjutan.
Perbaikan akses ke infrastruktur memerlukan investasi yang sangat besar dari pihak pemerintah. Topografi yang tidak ramah membuat pembangunan
infrastruktur menjadi mahal. Pemerintah daerah harus mengekplorasi peluang- peluang baru untuk membuka sumber pendapatan baru agar dapat membangun
infrastruktur dasar. Daya dorong ekonomi yang diperoleh sebagai hasil dari peningkatan infrastruktur akan memberikan peluang-peluang yang lebih besar
kepada pemerintah untuk memperoleh lebih banyak pendapatan. Akses ke infrastruktur merupakan kunci bagi kesejahteraan ekonomi dan penurunan
kemiskinan.
5.1.4 Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
Sebab utama kemiskinan di Indonesia adalah tata pemerintahan yang buruk, kurang alokasi anggaran untuk sektor-sektor utama seperti pendidikan dan
kesehatan, kurangnya peluang mata pencaharian yang cukup, dan eksploitasi
Universitas Sumatera Utara
berlebihan dari sumber daya alam. Dengan situasi ekonomi yang ada, maka statistik relatif yang disimpulkan mengenai kesuburan ukuran keluarga dan
kemiskinan mencerminkan suatu hubungan timbal balik, dimana semakin tinggi kesuburan maka semakin tinggi pula ukuran satu keluarga. Statistik
mencerminkan bahwa keluarga yang lebih kaya memiliki angka kesuburan yang lebih rendah, lebih berpendidikan, dan memiliki angka kematian bayi yang lebih
rendah. Penduduk di daerah pedesaan pada umumnya lebih miskin dan kurang berpendidikan dibanding dengan daerah perkotaan. Kurangnya informasi,
pendidikan dan kebiasaankepercayaan tradisional menghalangi orang menggunakan alat kontrasepsi. Faktor-faktor tersebut dirangkaikan dengan akses
yang lebih rendah ke sumber penghasilan dan rendahnya kapasitas keuangan yang mengakibatkan angka kematian bayi yang lebih tinggi dan peningkatan
kemiskinan. Sebagai salah satu indikator yang menunjukkan kekuatan akses penduduk terhadap pangan selain indikator infrastruktur adalah indikator
penduduk di bawah garis kemiskinan yang memberikan informasi kemampuan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan pangan maupun non pangan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 17. Frekuensi dan Persentase Desa Menurut Penduduk yang Hidup di
Bawah Garis Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 - 2012
Tahun Kondisi Akses Pangan
Sangat Rendah
Rendah Cukup
Rendah Cukup
Tinggi Tinggi
Sangat Tinggi
=35 25 - 35
20 - 25 15 - 20
10 - 15 10
2008 Jumlah
2 9
7 6
1 2
7,41 33,33
25,93 22,22
3,70 7,41
2009 Jumlah
2 8
7 5
3 2
7,41 29,63
25,93 18,52
11,11 7,41
2010 Jumlah
1 2
6 7
9 2
3,70 7,41
22,22 25,93
33,33 7,41
2011 Jumlah
- 1
3 9
12 2
- 3,70
11,11 33,33
44,44 7,41
2012 Jumlah
- -
3 9
11 4
- -
11,11 33,33
40,74 14,81
Sumber: Data diolah dari Lampiran 10, 14, 18, 22, 26 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008-2012 distribusi kondisi
akses pangan cukup rendah sampai sangat rendah dengan cukup tinggi sampai sangat tinggi untuk indikator persentase penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan dapat dikatakan tidak merata. Seiring berjalannya tahun, program pengentasan kemiskinan memperlihatkan pengurangan jumlah penduduk yang
hidup di bawah garis kemiskinan setiap tahunnya. Di tahun 2008, sebanyak 18 desa 66,67 masuk ke dalam kondisi akses pangan cukup rendah sampai
sangat rendah dan 9 desa 33,33 berada pada kondisi akses cukup tinggi sampai
Universitas Sumatera Utara
sangat tinggi. Tahun 2009, sebanyak 17 desa 62,96 masuk ke dalam kondisi akses pangan cukup rendah sampai sangat rendah dan 10 desa 37,04 berada
pada kondisi akses cukup tinggi sampai sangat tinggi. Pada tahun 2010, sebanyak 9 desa 33,33 masuk ke dalam kondisi akses pangan cukup rendah sampai
sangat rendah dan 18 desa 66,67 berada pada kondisi akses cukup tinggi sampai sangat tinggi. Tahun 2011, sebanyak 4 desa 14,81 masuk ke dalam
kondisi akses pangan cukup rendah sampai sangat rendah dan 23 desa 85,18 berada pada kondisi akses cukup tinggi sampai sangat tinggi. Di tahun 2012,
sebanyak 3 desakelurahan 11,11 yang berada pada kondisi akses pangan cukup rendah dan 24 desakelurahan 88,89 yang berada pada kondisi akses
cukup tinggi sampai sangat tinggi.
Salah satu upaya mengurangi tingkat kemiskinan adalah dengan meningkatkan pendapatan petani melalui pemberdayaan kemandirian kelembagaankelompok
tani dan sumber daya lokal agar tercipta peluang usaha di desa berbasis pertanian. Dengan demikian, pengentasan kemiskinan untuk ketahanan pangan perlu
mendapat prioritas yang harus dimulai dengan penilaian yang tepat dari ketahanan pangan. Tanpa mengatasi kondisi akses pangan rendah jangka pendekmenengah
yang dialami penduduk yang paling rendah akses pangannya, maka tidak ada program pengentasan kemiskinan yang akan berhasil karena banyak dari rumah
tangga yang rendah akses pangannya tersebut tidak dapat menikmati program- program tersebut.
Penciptaan lapangan kerja yang produktif dan bertahan lama merupakan suatu elemen utama dari strategi pengurangan kemiskinan nasional. Lebih lanjut perlu
Universitas Sumatera Utara
adanya usaha untuk mengurangi diskriminasi gender pada sistem pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pembayaran gaji dari partisipasi pasar tenaga kerja,
penekanan pada pentingnya perlindungan sosial untuk mengatasi resiko pasar tenaga kerja dan membuat suatu sistem hubungan yang baik sebagian dari agenda
yang meliputi semua aspek dalam memperkuat lembaga pasar tenaga kerja.
5.1.5 Persentase penduduk yang bekerja 36 jam per minggu