Telur 106.905
- -
- 106.905
49.722 2.191
54.992 Ikan
121.098 -
- -
121.098 338.446
3.633 -220.981
Sumber: Data diolah dari Lampiran 28 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan pangan strategis di Provinsi
Sumatera Utara pada tahun 2011 termasuk dalam kondisi surplus pangan. Dari 14 komoditi pangan strategis tersebut terdapat 12 komoditi pangan yang mengalami
surplus, yaitu beras, jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, cabai merah, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, daging ayam, dan telur, sedangkan
2 komoditi pangan lainnya mengalami defisit dikarenakan ketersediaan pangan komoditi tersebut yang tidak mampu memenuhi jumlah kebutuhankonsumsi
pangan, yaitu bawang merah dan ikan dengan nilai defisit sebesar 21.062 ton untuk bawang merah dan 220.981 ton untuk ikan.
Ketersediaan pangan dipengaruhi oleh produksi, stok, impor dan ekspor pangan. Sedangkan konsumsi pangan ditentukan oleh pola konsumsi pangan masyarakat
dan jumlah penduduk. Penting untuk mengetahui bahwa sifat dari produk pangan yang bersifat musiman, maka diperlukan pengelolaan yang tepat agar ketersediaan
pangan di Provinsi Sumatera Utara dapat terjaga sepanjang tahun. Ketersediaan pangan tersebut harus cukup jumlah, jenis, mutu, dan stabil penyediaannya dari
waktu ke waktu.
5.3 Tingkat Ketahanan Pangan Strategis di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011
Ketahanan pangan di suatu wilayah dapat diketahui dengan melihat perbandingan rasio antara ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan. Jumlah ketersediaan
pangan dipengaruhi oleh produksi, stok, impor dan ekspor pangan. Sedangkan konsumsi pangan dipengaruhi oleh banyaknya jumlah penduduk. Adapun tingkat
Universitas Sumatera Utara
ketahanan pangan terdiri dari rawan pangan, tahan pangan namun rentan, dan tahan pangan.
Dikatakan rawan pangan apabila rasio ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan lebih kecil 0,8 RP 0,8, dimana jumlah ketersediaan pangan hanya
mampu memenuhi kurang dari 80 jumlah konsumsi pangan. Dikatakan tahan pangan namun rentan apabila rasio ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan
berada diantara 0,8 – 1,2 0,8 RP 1,2, dimana jumlah ketersediaan pangan berada diantara 80 - 120 dari jumlah konsumsi pangan. Dikatakan tahan
pangan apabila rasio ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan lebih besar 1,2 RP 1,2, dimana jumlah ketersediaan pangan mampu memenuhi lebih dari
120 jumlah konsumsi pangan. Untuk melihat tingkat ketahanan pangan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 21. Tingkat Ketahanan Pangan Strategis Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011
No Komoditi
Ketersediaan ton
Konsumsi ton
Rasio Keterangan
1 Beras
2.092.346 1.838.959
1,14 Tahan Pangan Rentan 2
Jagung 1.342.292
829.417 1,62
Tahan Pangan 3
Kedelai 104.566
59.993 1,74
Tahan Pangan 4
Ubi Jalar 187.029
16.877 11,08 Tahan Pangan
5 Ubi Kayu
1.042.980 111.647
9,34 Tahan Pangan
6 Kacang Tanah
18.649 17.623
1,06 Tahan Pangan Rentan 7
Cabai Merah 191.137
78.932 2,42
Tahan Pangan 8
Bawang Merah 12.692
33.754 0,38
Rawan Pangan 9
Minyak Goreng 387.704
183.828 2,11
Tahan Pangan 10
Gula Pasir 143.205
127.485 1,12 Tahan Pangan Rentan
11 Daging Sapi
15.534 15.449
1,01 Tahan Pangan Rentan 12
Daging Ayam 45.836
32.715 1,40
Tahan Pangan 13
Telur 104.714
49.722 2,11
Tahan Pangan 14
Ikan 117.465
338.446 0,35
Rawan Pangan Sumber: Rekapitulasi Data dari Tabel 20
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat ketahanan pangan strategis di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 secara umum termasuk kondisi tahan
pangan. Komoditi jagung, kedelai, ubi jalar, ubi kayu, cabai merah, minyak goreng, daging ayam dan telur berada pada kondisi tahan pangan dengan rasio
ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan lebih besar 1,2 RP 1,2. Untuk komoditi beras, kacang tanah, gula pasir dan daging sapi berada pada kondisi
tahan pangan namun rentan dengan rasio ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan berada diantara 0,8 – 1,2 0,8 RP 1,2. Dan untuk komoditi bawang
merah dan ikan berada pada kondisi rawan pangan dengan rasio ketersediaan pangan dengan konsumsi pangan lebih kecil 0,8 RP 0,8, yaitu sebesar 0,38
untuk bawang merah dan 0,35 untuk ikan.
Untuk mengatasi kerawanan pangan, pemerintah dan masyarakat perlu membangun suatu sistem kewaspadaan, yang mampu mendeteksi secara dini
adanya gejala kerawanan pangan di sekitarnya serta dapat meresponnya dengan cepat dan efektif. Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk
menghindarkan masyarakat tersebut dari kerawanan yang parah, dengan segala dampak yang mengikutinya.
Ada dua pilihan luas untuk mencapai ketahanan pangan pada tingkat nasional yaitu swasembada pangan atau kecukupan pangan. Swasembada pangan diartikan
sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada perdagangan pangan.
Swasembada pangan menuntut adanya peningkatan produksi hasil pertanian, ini dapat dicapai dengan melakukan intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi,
Universitas Sumatera Utara
mekanisasi, dan rehabilitasi pertanian. Intensifikasi pertanian dilakukan dengan cara mengoptimalkan lahan yang sudah ada agar hasil pertanian meningkat seperti
melakukan penambahan pupuk, pemilihan bibit unggul, saluran airirigasi, pemberantasan hama dengan baik, dll. Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan
cara memperluas lahan pertanian baru, misalnya membuka hutan dan semak belukar serta daerah pertanian yang belum dimanfaatkan. Diversifikasi pertanian
merupakan usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Mekanisasi pertanian
merupakan usaha meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin- mesin pertanian modern. Rehabilitasi pertanian merupakan usaha memperbaiki
lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi
tanaman yang lebih produktif. Peran pemerintah juga sangat penting dalam membantu meningkatkan produksi hasil pertanian, misalnya menstabilkan harga
pangan, memberikan subsidi terhadap sarana produksi baik itu bibit, pupuk, pestisida, alsintan dan sebagainya.
Di lain pihak, konsep kecukupan pangan sangat berbeda dengan konsep swasembada pangan, akibat masuknya variabel perdagangan internasional.
Kecukupan pangan menuntut adanya kemampuan menjaga tingkat produksi domestik ditambah dengan kemampuan untuk mengimpor pangan agar dapat
memenuhi kebutuhan kecukupan pangan penduduk.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan