1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Auditor merupakan salah satu profesi yang mempunyai peran penting bagi dunia bisnis. Eksistensi auditor dari waktu ke waktu juga
semakin diakui. Auditor melakukan audit bukan semata-mata hanya untuk kepentingan kliennya, tetapi juga untuk pihak lain yang berkepentingan
terhadap laporan keuangan auditan dan auditor pun juga dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai Herawaty dan Susanto, 2009. Audit
terhadap laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang disajikan telah sesuai dengan kriteria
tertentu. Pada umumnya kriteria tersebut adalah prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
Auditor mendapat kepercayaan dari publik untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh suatu perusahaan. Karena
pentingnya peran auditor tersebut, maka setiap auditor dituntut untuk mempunyai pengetahuan, pemahaman dan penerapan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Auditor sebagai pekerjaan yang profesional harus mampu menghadapi berbagai tekanan
yang mucul baik dari internal maupun eksternal. Oleh karena itu, auditor profesional seharusnya dapat mengerjakan tugasnya dengan berlandaskan
pada etika profesi maupun standar moral yang berlaku.
Etika profesi mengatur bagaimana seharusnya kesadaran etika dan sikap-sikap auditor dalam menjalankan tugasnya. Kesadaran etika dan sikap
profesional harus ada dalam diri seorang auditor mengingat bahwa profesi tersebut sangat membutuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas
audit yang diberikan .
Masyarakat tentunya akan menghargai auditor jika auditor menerapkan standar kualitas yang baik dan memadai dalam
pelaksanaan auditnya, dengan demikian masyarakat akan terjamin untuk memperoleh jasa yang bisa diandalkan. Adanya pengaruh etika yang ada
dalam diri seorang auditor akan mempengaruhi perilaku auditor dan etis tidaknya keputusan yang diambil.
Orientasi etis merupakan bagaimana pandangan seseorang mengenai etika itu sendiri. Penelitian tentang pengaruh orientasi etis ethical
orientation terhadap perilaku etis merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan perilaku etis seseorang akan berpengaruh
dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi dilema etis. Penelitian-penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa orientasi etis
berpengaruh pada perilaku etis auditor dan pada akhirnya akan mempengaruhi ethical judgment auditor Shaub et al., 1993; Douglas et
al., 2001 dalam Audry, 2010. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh orientasi etis ethical orientation terhadap
pertimbangan etis ethical judgment. Forsyth 1980 mengatakan bahwa orientasi etika atau nilai-nilai
etika dikendalikan oleh dua karakteristik yaitu idealisme dan relativisme.
Idealisme merupakan orientasi etika yang mengacu pada sejauh mana seseorang percaya bahwa konsekuensi dari tindakan yang dilakukan dapat
terjadi tanpa melanggar nilai-nilai moral. Sedangkan relativisme adalah orientasi etika yang mengacu pada penolakan terhadap nilai-nilai aturan
moral universal yang membimbing perilaku. Lingkungan juga akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat mengerti dan peka
terhadap persoalan etika. Beberapa penelitian dilakukan dalam untuk mengetahui pengaruh idealisme maupun relativisme auditor terhadap
perilaku etisnya dalam menjalankan tugas. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Audry 2010 yang menyatakan Idealisme berpengaruh
positif terhadap Perilaku Etis Auditor dan Relativisme berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap Perilaku Etis Auditor.
Pada dasarnya idealisme dan relativisme adalah dua aspek moral filosofi seorang individu. Seorang individu yang idealis akan cenderung
lebih menghindari tindakan-tindakan yang dapat menyakiti maupun merugikan orang lain, seorang idealis akan mengambil tindakan tegas
terhadap suatu kejadian yang tidak etis ataupun merugikan orang lain. Sedangkan individu yang relativis justru tidak mengindahkan prinsip-prinsip
yang ada dan lebih melihat keadaan sekitar sebelum akhirnya bertindak merespon suatu kejadian yang melanggar etika. Relativisme etis berbicara
tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya rasa tangggung jawab dalam pengalaman hidup seseorang M. Kairul Dzakirin, 2013.
Pentingnya nilai-nilai personal seorang auditor mempunyai pengaruh terhadap etis tidaknya keputusan yang diambil dalam proses audit. Agar
dapat mengemban tanggung jawab secara efektif, auditor perlu memelihara standar perilaku yang tinggi dan memiliki standar praktik pelaksanaan
pekerjaan yang handal. Auditor harus mentaati standar profesional yang mengatur mutu pekerjaan auditor dan menghayati serta mengamalkan
kode etik profesional dalam penugasan audit atau jasa lainnya. Peran dan tanggung jawab auditor, sebenarnya sudah diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik SPAP yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI atau Statement on Auditing Standards SASs yang
dikeluarkan oleh Auditing Standard Boards SAB. Begitu juga kode etik auditor dituangkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Etika profesi bagi
akuntan di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan akuntan Indonesia IAI tahun 1973, kemudian disempurnakan tahun 1981 dan 1986. Selanjutnya etika
tersebut disempurnakan lagi tahun 1987 dan tahun 1994 diberi nama Kode Etik Akuntan Indonesia KEAI. KEAI adalah pedoman bagi para anggota
IAI agar objektif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya. Dengan menjalankan hal tersebut, akuntan publik dapat
memberikan jasa yang berkualitas, mendapat kepercayaan publik, dan dapat memenuhi komitmen profesionalnya Ihyaul, 2009.
Volker 1984 mengemukakan bahwa para profesional cenderung mengabaikan masalah etika ketika mereka terfokus pada masalah etika
Aziza dan Salim, 2008. Beberapa perusahaan pernah jatuh karena
kegagalan bisnis mereka yang dikaitkan dengan kegagalan auditor dalam memberikan opini. Hal tersebut menyebabkan kredibilitas auditor dapat
terancam dan kepercayaan masyarakat kepada auditor pun menjadi turun. Issue mengenai etika auditor sangat menarik sejak munculnya kasus Enron
yang melibatkan salah satu kantor akuntan publik The Big Five Arthur Andersen, selain itu juga ada kasus Xerox dan Walt Disney. Di Indonesia,
terdapat kasus PT Telkom yang melibatkan KAP Eddy Pianto Rekan dan KAP Drs. Hadi Sutanto Rekan. Dimana laporan keuangan PT Telkom
tidak diakui oleh SEC pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat. Kemudian kasus KPMG-Siddharta Harsono yang terbukti menyogok
aparat pajak di Indonesia. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman
Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Tidak hanya itu saja, masih banyak kasus-kasus pelanggaran etika serupa yang terjadi di Indonesia walaupun dengan bentuk yang berbeda.
Akibat dari beberapa kasus yang menimpa auditor tersebut, pengguna laporan keuangan mulai mempertanyakan eksistensi auditor yang
seharusnya mampu menyelesaikan pekerjaannya tanpa melakukan pelanggaran etika.
Penekanan pentingnya etika khususnya bagi profesional di bidang akuntansi semakin menjadi perhatian. Oleh karena itu, diperlukan auditor
yang mampu memahami dan menerapkan etika dalam menjalankan
pekerjaan profesionalnya agar kasus-kasus tersebut tidak terulang kembali dan agar auditor mendapatkan kepercayaan dari publik.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang salah satunya adalah equity sensitivity atau prinsip
keadilan. Velasques 2002 menyebutkan penilaian moral sebagian didasarkan pada standar-standar keadilan yang menunjukkan bagaimana
keuntungan dan beban didistribusikan. Penelitian Mueller dan Clarke 1998 dalam Lucyanda dan Endro 2012 menunjukkan bahwa perilaku
seseorang dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap equity sensitivity. Equity sensitivity didefinisikan sebagai variabel personalitas yang
menunjukkan reaksi individu ketika merasakan adil atau tidak adil Huseman, Hatfield Miles, 1987. Huseman 1987 menjelaskan
bahwa individu dapat dikategorikan sebagai benevolent givers, equity sensitivity, dan entitleds getters. Hasil penelitian Putri Nugrahaningsih
2005 menemukan bukti bahwa auditor dengan kategori benevolent cenderung berperilaku lebih etis dibandingkan auditor dengan kategori
entitleds. Berbeda dengan hasil penelitian Fatmawati 2007 yang menemukan faktor equity sensitivity tidak berpengaruh terhadap perilaku
etis auditor di Kantor Akuntan Publik. Casson 1993 dalam Adji 2012 menyebutkan bila dikaikan dengan
keadilan, ternyata aspek moral dari budaya yang lebih berbicara. Kemampuan seorang profesional dalam memahami persoalan etika juga
sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Pengaruh
lingkungan terhadap nilai-nilai personal juga mempunyai keterkaitan dengan budaya. Ahli psikologi sosial Kut Lewin dalam Khairul 2002
mengemukakan bahwa perilaku pekerja adalah fungsi dari interaksi antara karakteristik pribadi, dengan lingkungan sekitar. Lingkungan mengandung
budaya sosial yang mempengaruhi pekerjaan sehingga dapat disebut budaya kerja. Seperti yang dikatakan Audry 2010 bahwa budaya mempengaruhi
perilaku yang dibawanya atau sikap seseorang melalui nilai-nilai yang dibawanya melalui lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai atau norma dalam
suatu masyarakat melandasi suatu interaksi yang akan membentuk pola-pola perilaku. Nilai-nilai tersebut dipengaruhi oleh lingkungan geografis suatu
daerah. Kita ketahui bahwa lingkungan geografis satu daerah dengan daerah lain tentunya berbeda, oleh karena itu nilai yang terbentuk juga akan
berbeda-beda. Budaya dapat terbentuk dari berbagai unsur, misalkan agama, politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Budaya dalam
sebuah masyarakat
yang dominan
akan mempengaruhi perilaku individu maupun dunia usaha. Budaya Jawa telah
membuktikan terjadinya interaksi tersebut. Seperti yang dinyatakan Anderson dalam Audry 2010, bermula dari proses masuknya Agama
Hindu sampai masuknya pengaruh budaya barat yang akhirnya membentuk pola tersendiri yang disesuaikan dengan daya pikir Jawa, dan menyimpang
dari bentuk aslinya, dan ini adalah kemampuan unik dari Jawa dalam mentolelir segala bentuk pegaruh asing yang masuk untuk dijadikan bagian
dari Jawa itu sendiri.
Kebudayaan jawa mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah menjunjung tinggi nilai harmoni. Pendapat umum menyatakan bahwa
budaya Jawa menjadi budaya dominan yang mempengaruhi perilaku manusia Indonesia Kanungo dan Medonca, 1996 yang dikutip Audry,
2010. Magnis Suseno 1997 dalam Audry 2010 mengatakan untuk menjaga harmonisasi sosial, maka suatu hubungan sosial di dalam
lingkungan masyarakat Jawa dipengaruhi oleh dua prinsip dasar yang menjelaskan ide-ide orang Jawa tentang kehidupan yang baik, yaitu
penghindaran konflik dan rasa menghargai hormat. Berdasarkan hal-hal tersebut muncul alasan mengapa penelitian ini
penting dilakukan. Pertama, mengenai fenomena terkait dengan perilaku tidak etis yang dilakukan oleh auditor. Kedua, penelitian berfokus pada
orientasi etis yang mempengaruhi perilaku etis auditor, dimana orientasi etis ini memiliki dua karakteristik yakni idealisme dan relativisme. Ketiga, salah
satu faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang adalah prinsip keadilan equity sensitivity sehingga akan berpengaruh pula pada
tindakan etis dalam pengambilan keputusan auditor. Keempat, berkaitan dengan budaya Jawa karena persebaran dan homogenitas budaya Jawa saat
ini mempengaruhi pandangan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan membahas tentang
“Pengaruh Orientasi Etis, Equity Sensitivity, dan Budaya Jawa Terhadap Perilaku Etis Auditor
Pada Kantor Akuntan Publik di Yogyakarta”. Auditor menarik untuk dijadikan sebagai objek penelitian karena profesi auditor
sendiri merupakan profesi yang sering menghadapi dilema etika dalam pekerjaannya.
B. Identifikasi Masalah