lebih banyak menuntut haknya daripada memikirkan apa yang dapat diberikan, sehingga individu ini cenderung melakukan tindakan tidak
etis bila hasil yang diperoleh lebih kecil dari input yang diberikan. Equity sensitivity menggambarkan keseimbangan antara inputs dan
outcomes sehingga berada di tengah-tengah antara benevolents dan entitleds Ustadi dan Utami, 2005. Beberapa studi telah menilai
reliabilitas dan validitas skala diakui untuk mengukur Equity Sensitivity. Bart L. Weathington 2011 menyebutkan saat ini, ada dua langkah umum
digunakan untuk mengukur Equity Sensitivity yaitu Equity Sensitivity Instrument ESI yang dikembangkan oleh Huseman 1985 dan Equity
Preference Questionnaire EPQ yang dikembangkan oleh Sauley dan Bedeian 2000.
4. Budaya Jawa
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi budi atau akal
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya Jawa mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah
menjunjung tinggi nilai harmoni. Muddler 2001 dalam Erna 2011 menyatakan bahwa ideal mistik kesatuan dan harmoni antara manusia
dengan Tuhan hadir sebagai model bagi hubungan antara manusia dan masyarakat. Upaya mencapai keselarasan, dan pemeliharaan ketertiban
adalah anasir yang menonjol.
Biasanya yang
menganggu keharmonisan
adalah perilaku manusia, baik itu perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia
dengan alam. Akan sulit apabila keseimbangan itu diganggu oleh perilaku manusia dengan manusia sehingga menimbulkan konflik. Ketidakcocokan
atau rasa tidak suka adalah hal yang umum, namun untuk menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja. Seseorang lebih
baik mengalah kepada masyarakat daripada memaksakan kehendaknya Erna, 2011.
Menurut Sujamto 1992 esensi budaya Jawa menampakkan kecenderungan atau corak sebagai berikut: 1 religius, 2 non
doktrinernon dogmatis, 3 toleran, 4 akomodatif, dan 5 optimistik. Semuanya secara keseluruhan atau sendiri-sendiri selalu memberi warna
pada pertumbuhan dan perkembangan dari semua unsur-unsur kebudayaan yang ada. Bahasa dan kesusasteraan, arsitektur, seni tari, seni rupa, sistem
religi dan lain-lain, semuanya langsung atau tidak langsung menunjukkan
refleksi dari ciri-ciri dasar tersebut.
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa. Orang Jawa orang yang berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa adalah penduduk
asli daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari jumlah penduduk, orang keturunan Jawa menjadi penduduk terbanyak di Indonesia. Karena
banyaknya persebaran orang Jawa ini, maka homogenitas budaya dan pengaruhnya terhadap modal bangsa sangat terasa, budaya Jawa
mempengaruhi pandangan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia dan
Jawa juga mendominasi aktivitas-aktivitas budaya, bisnis, sosial dan politik di Indonesia seperti yang dinyatakan Magnis-Suseno 1997 dalam
Audry 2010. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan
Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah
satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Tiga keyakinan masyarakat Jawa menurut Mann dikutip Audry
2010 yakni: a.
Keyakinan terhadap ada kekuatan tersembunyi preordained cosmic order yang membatasi manusia
b. Keyakinan bahwa setiap orang memiliki tempat sendiri-sendiri dalam
masyarakat dan mengetahui apa yang tidak harus diungkapkan c.
Keyakinan bahwa manusia harus tetap tenang dalam menghadapi bermacam kejadian dan bahwa perilaku antar individu harus
diarahkan untuk menjaga ketenangan dan harmoni sosial. Adanya keyakinan tersebut, kemudian Audry 2010 yang
berdasarkan penelitian
Poerhadiyanto dan
Sawarjuwono 2002
menyimpulan hubungan sosial masyarakat Jawa dipengaruhi oleh dua prinsip dasar yaitu penghindaran konflik dan rasa menghormati respect.
Prinsip penghindaran konflik dan prinsip menghargai atau menghormati dalam budaya Jawa lahir dari kondisi lingkungan geografis pulau Jawa
yang kemudian membentuk karakter masyarakat di lingkungan tersebut,
dan melalui proses interaksi serta seleksi sosial budaya yang panjang, sehingga merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial
masyarakat Jawa pada umumnya yang mengarahkan masyarakat Jawa dalam kehidupan sosial yang positif Erna, 2011.
Inti dari budaya Jawa ialah bagaimanan menjaga harmoni sosial, yang di dalamnya meliputi cara hidup yang rukun. Hal tersebut bukan
berarti bahwa orang Jawa tidak memiliki kepentingan pribadi sama sekali. Sebaiknya konsep rukun, kepentingan ini terintegrasi ke dalam
kesejahteraan kelompok. Hal ini karena orang Jawa lebih memilih untuk bersikap mencari aman dan mendukung orang lain Audry, 2010.
Satu aspek budaya Jawa yang potensial adalah toleransinya yang amat besar terhadap hal-hal yang berbeda serta sifatnya yang sejuk yang
dilandasi oleh rasa asih ing sesami Sujamto, 1992. Suseno 1997 dalam Poerhadiyanto dan Sawarjuwono 2002 juga menyatakan dua prinsip
budaya Jawa adalah principle of conflict avoidance dan principle of respect. Tujuan dari principle of conflict avoidance sendiri adalah
timbulnya keselarasan sosial dan mempertahankan keselarasan tersebut atau dapat dikatakan „rukun‟. Sedangkan principle of respect berdasar
keyakinan bahwa seluruh interaksi hubungan sosial masyarakat mengikuti kaidah hirarkis, karena sistem hirarki ini dan memunculkannya di
permukaan. Seseorang pada posisi yang lebih tinggi selayaknya diberi penghormatan, mereka yang berada diposisi yang lebih rendah seyogyanya
diperlakukan dengan baik, dan mencerminkan tanggung jawab atas
kesejahteraannya Mulder, 1996 dalam Poerhadiyanto dan Sawarjuwono, 2002.
B. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pengaruh Orientasi Etis, Equity Sensitivity, dan Budaya Jawa terhadap