Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia sampai dengan tahun 2014 telah menunjukkan berbagai perubahan. Salah satu perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari kurikulum yang selalu berganti. Namun perubahan-perubahan yang terjadi mempunyai tujuan yang sama yaitu memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia agar semakin baik. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Pendidikan di Indonesia terbagi dalam berbagai jenjang, jalur, dan jenis pendidikan yang berbeda. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui perserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Terdapat tiga jalur pendidikan yaitu, jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur 2 dan berjenjang. Dan yang terakhir pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah dan seluruh pihak yang terkait di dalamnya. Sebagai pemegang keputusan tertinggi dalam pendidikan, pemerintah harus mampu mengelola pendidikan terutama pendidikan di sekolah dengan baik. Pengelolan tersebut meliputi pengelolaan personalia, sarana dan prasarana sekolah, kurikulum, peserta didik, serta organisasi yang ada di sekolah tersebut. Dalam organisasi sekolah, kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam mencapai efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Pasal No 28 Tahun 2010 dijelaskan bahwa kepala sekolah adalah seorang guru yang diberi tambahan tugas untuk memimpin sekolah. Selain itu pihak yang menjadi ujung tombak peningkatan kualitas pendidikan di sekolah adalah guru. Menurut Suparlan 2006: 10 guru merupakan seorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan mengembangkan potensi dan kemampuannya secara optimal. Kepala sekolah dan guru bersama-sama berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada siswa untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang lebih baik. Seorang guru yang mengajar di sekolah sering disebut juga sebagai pendidik. Namun tugas utama seorang guru tidak hanya mendidik, hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menjelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan 3 mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Maka dari itu seorang guru perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kuat untuk menjalankan tugasnya. Sebagai pendidik profesional, seorang guru dikatakan efektif jika guru tersebut mampu menguasai kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan dan berhasil meningkatkan hasil belajar siswa Suparlan, 2006: 80. Kompetensi menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasi oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, seorang guru harus menguasai 4 kompetensi dasar yaitu, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dijelaskan dalam UU No 14 tahun 2005 Pasal 10 ayat 1 yaitu: “Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtuawali peserta didik, dan masyarakat sekitar.” Pendidik profesional selain memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial yang baik, secara formal guru dipersyaratkan untuk memenuhi kualifikasi akademik minimal SID-IV dan bersertifikasi pendidik. Sehingga guru-guru yang telah memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi 4 yang ditetapkan, diharapkan dapat menjalankan tugas utamanya secara efektif dan efisien. Guru memiliki tugas dan tanggungjawab yang sangat besar khususnya dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera. Sebagai seorang pendidik profesional, pekerjaan guru merupakan suatu profesi yang ditunjuk sebagai ibu dari semua profesi. Untuk menjadi sebuah profesi, suatu pekerjaan memerlukan pendidikan yang tinggi baik secara teoritik maupun secara praktik. Selain itu perlu adanya pelatihan-pelatihan khusus yang mendalam mengenai pekerjaan tersebut. Guru merupakan salah satu profesi yang tidak semua orang dapat melakukannya. Sebagai salah satu persyaratan sebuah profesi, guru harus memiliki organisasi profesi seperti profesi lainnya. Untuk guru SMA organisasi profesi guru dapat diwujudkan dalam kegiatan musyawarah guru mata pelajaran MGMP. SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul sejak tahun 2006 menjadi salah satu sekolah yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal Kabupaten Bantul sebagai Rintisan Sekolah Berstandar Internasional RSBI. Namun pada tahun 2013 muncul peraturan bahwa program RSBI dihapuskan dalam sistem pendidikan di Indonesia. SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul juga merupakan salah satu sekolah yang melepas status RSBI. Pada saat SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul menjadi salah satu sekolah RSBI tingkat SMA di Kabupaten Bantul, pengelolaan sekolahnya memang sedikit berbeda dengan sekolah reguler lainnya. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran RSBI serta program-program sekolah menjadi prioritas utama pengelolaan sekolah. 5 Pengelolaan sekolah di SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul ini mengalami perubahan dari yang sebelumnya kepala sekolah berusaha untuk mengelola sekolah menjadi sekolah global dengan dukungan dana yang cukup dari pemerintah, namun saat ini SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul mengembangkan sendiri program yang menjadi unggulannya tanpa bantuan dana dari pemerintah. Salah satu perubahan yang terjadi di SMA Negeri 1 Kasihan kabupaten Bantul adalah dalam hal pembiayaan program pengembangan sekolah. Saat ini masih ada beberapa program sekolah yang dahulu diwajibkan pada saat RSBI dan sekarang tetap dilaksanakan namun dengan biaya sendiri atau berasal dari orang tua siswa. Salah satu program yang masih berjalan adalah student exchange. Program tersebut masih dijalankan oleh kepala sekolah karena sudah ada Memorandum of Understanding MoU antara sekolah dengan pihak-pihak yang terkait sehingga sekolah tidak bisa memutuskan hubungan yang sudah terjalin selama beberapa waktu saat RSBI digalakkan. Selain itu dalam hal pengelolaan kurikulum di SMA Negeri 1 Kasihan saat ini sudah tidak menggunakan adopsi kurikulum dari luar. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 yang mulai diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia memaksa guru untuk cepat tanggap dalam melaksanakan kurikulum tersebut. Oleh karena itu guru dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan profesinya. Pada saat digalakkannya RSBI di SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul, kepala sekolah memberikan motivasi untuk meningkatkan kualifikasinya dengan cara melanjutkan studi S2. Hal ini dilakukan 6 karena pada saat RSBI sedikitnya 30 guru harus bergelar S2 atau S3. Saat ini guru SMA Negeri 1 Kasihan yang telah selesai dan sedang menempuh studi S2 ada 12 orang. Selain itu sebagai sekolah yang memiliki misi menciptakan siswa yang dapat bersaing di tingkat global, kepala sekolah terlebih dahulu memberikan pelatihan bagi guru dan staf sekolah dalam peningkatan berbahasa Inggris melalui kursus. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, kepala sekolah seharusnya selalu aktif merancang kegiatan pengembangan terhadap guru dan disesuaikan dengan kebutuhan pada saat itu. Menurut Sekretaris Jenderal Gerakan Indonesia Pintar GIP Alpha Amirrachman yang dikutip dalam Tribunnews.com 26112014 menyatakan bahwa sampai tahun 2014 tingkat profesionalisme guru masih jauh dari harapan, program sertifikasi guru masih belum cukup mendorong kompetensi guru, sementara kesejahteraan pun masih belum merata dinikmati semua guru. Menurutnya, hanya 37 persen dari seluruh 3,5 juta guru yang memiliki kualifikasi minimum Sarjana atau Diploma-IV sebagaimana disyaratkan UU Guru dan Dosen 142005, sementara 25 persen lainnya, hanya memiliki ijasah SMA dan bahkan di bawahnya. Walaupun program sertifikasi guru telah meningkatkan kesejahteraan guru, namun dampaknya pada meningkatnya profesionalisme guru masih belum terlihat. Kementrian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia mengumumkan hasil uji kompetensi awal UKA tahun 2014 yang dilaksanakan pada bulan Februari 2014 ternyata hasilnya Daerah Istimewa Yogyakarta DIY memperoleh nilai rata-rata paling tinggi dibanding dengan daerah lain di Indonesia yaitu sebesar 50,1. Dari hasil UKA tersebut maka dapat terlihat bahwa 7 guru-guru di Daerah Istimewa Yogyakarta DIY mendapat kesempatan untuk mengikuti PLPG sebagai syarat sertifikasi. Selanjutnya guru yang telah bersertifikasi tersebut dituntut untuk selalu mengembangkan diri sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi dan situasi yang ada menjadi sebab masing-masing guru memiliki perbedaan dalam penguasaan kompetensi yang disyaratkan. Untuk mengetahui kondisi penguasaan kompetensi seorang guru harus dilakukan uji kompetensi guru UKG yang dimaksudkan untuk mengetahui penguasaan guru khususnya pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Peta penguasaan kompetensi guru tersebut akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian program pembinaan dan pengembangan profesi guru. http:sakeena.netsertifikasi-guru Sementara itu untuk memperbaiki kondisi yang ada sekarang, pemerintah dapat memberikan penguatan melalui pelatihan guru, namun pelatihan guru konvensional yang ada sekarang sangat boros karena mahal biayanya. Untuk memberikan pelatihan kepada 3,5 juta guru membutuhkan biaya kurang lebih Rp 5 juta per orang, jadi untuk seluruh guru akan membutuhkan Rp. 17,5 triliun. Program pengembangan diklat yang dilakukan bukan berarti tanpa kendala. Salah satu kendala yang terjadi yaitu pembengkakan biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan diklat. Untuk melaksanakan kegiatan diklat secara konvensional diperlukan biaya yang banyak, sehingga untuk mengikutsertkan seluruh guru di Indonesia dalam kegiatan diklat memerlukan anggaran biaya yang banyak dan waktu yang panjang. Oleh karena itu saat ini pemerintah menerapkan terobosan baru, misalnya melakukan pelatihan guru online e-training. Dengan diklat 8 online guru tidak perlu pergi jauh untuk melaksanakan diklat secara fisik, tetapi bisa dilakukan di rumah di depan laptop secara online. Dalam situs salah satu lembaga pelatihan yaitu PPPPTK Matematika menyebutkan bahwa PPPPTK Matematika yang merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mulai menapak lebih serius dalam pemberdayaan guru matematika se-Indonesia dengan mengambil jalur yang non-konvensional, dimana kegiatan diklat dilaksanakan secara online. Untuk mengikuti diklat peserta tidak harus datang secara fisik tapi dengan mengakses situs web yang telah disediakan, yaitu etraining.p4tkmatematika.org. Dengan adanya diklat online ini jangkauan guru untuk mengikuti kegiatan diklat lebih banyak. Berdasarkan observasi awal di SMA Negeri 1 Kasihan diketahui bahwa kepala sekolah sudah berusaha mengembangkan profesi guru salah satunya dengan mengikutsertakan guru dalam kegiatan diklat. Pengembangan tersebut dilakukan secara berkelompok dan dipandu oleh seorang widyaiswara. Selain mendapat pengetahuan baru, guru-guru juga dapat melakukan praktik sesuai dengan tema diklat. Guru-guru di SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul sebagian besar telah mengikuti diklat yang terkait dengan proses pembelajaran, pembuatan media pembelajaran, kurikulum, serta pengembangan keprofesian berkelanjutan. Diklat merupakan wadah yang tepat untuk mengembangkan kompetensi dan pengetahuan guru. Hal ini dipertegas dengan salah satu hasil penelitian Andita Fitriana tahun 2013 ya ng berjudul “Upaya Pengembangan Kompetensi Profesional Guru Taman Kanak-Kanak Di Kecamatan Bantul, 9 Kabupaten Bantul” bahwa upaya pengembangan yang dipandang paling efektif yakni melalui diklat. Hal ini terjadi karena diklat memberikan ruang bagi guru- guru TK untuk menambah ilmu pengetahuan dengan disertai pelatihan atau praktik dengan ahli yang berkompeten di bidangnya. Sejalan dengan yang dilakukan oleh guru-guru TK, guru di SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul juga mengikuti diklat sebagai usaha pengembangan profesi. Selain kegiatan diklat, pengembangan profesi lain yang dilakukan oleh kepala sekolah adalah dengan menyediakan buku-buku yang dibutuhkan oleh guru di perpustakaan. Dengan ketersediaan buku referensi yang ada di perpustakan SMA Negeri 1 Kasihan guru dapat menambah wawasan dan pengetahuannya dalam dunia pendidikan selain itu juga guru akan mendapat referensi baru untuk pemecahan masalah yang dihadapi. Namun pada kenyataannya, masih jarang sekali guru yang memanfaatkan koleksi buku untuk menambah ilmu, wawasan, dan pengetahuan yang berdampak pada pengembangan profesi guru. Hal ini dapat dilihat dari daftar kunjungan guru ke perpustakaan yang tidak banyak. Kegiatan pengembangan profesi guru di SMA Negeri 1 Kasihan juga dilakukan melalui musyawarah guru mata pelajaran MGMP sesuai dengan mata pelajaran yang diampu, namum belum semua guru SMA Negeri 1 Kasihan mengikuti kegiatan MGMP. Hal tersebut terjadi karena pada waktu sekolah belum dipimpin oleh kepala sekolah yang sekarang menjabat guru-guru tidak diberi kesempatan untuk mengikuti kegiatan MGMP oleh kepala sekolah. Dampak dari hal tersebut pada saat ini hanya sebagian guru yang aktif dalam kegiatan MGMP. 10 Kegiatan MGMP ini merupakan suatu wadah bagi guru untuk bertukar cerita tentang pengalaman mengajar dan mendiskusikan masalah-masalah proses pembelajaran dengan teman seprofesi. Selain itu guru juga dapat mendapat banyak informasi yang up to date tentang dunia pendidikan dari kegiatan MGMP. Dalam keseluruhan kegiatan pengelolaan sekolah seperti yang sudah dipaparkan di atas terkait dengan pengembangan profesi guru, usaha pengembangan profesi guru maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengembangan profesi guru baik yang dilakukan oleh guru maupun yang dilakukan oleh kepala sekolah di SMA Negeri 1 Kasihan Kabupaten Bantul.

B. Identifikasi Masalah