Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). (Studi pada Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deliserdang Sumatera Utara)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Solichin. 2008. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta: Bumi Aksara. Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Agus Purwanto, Erwan dan Ratih Sulistyastuti, Dyah. 2012. Implementasi kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media.

Atkinson, R.L. Atkinson, R.C Hilgard, E.R. 1991. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Bugin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers. Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

De Vito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta.

Dr. Drs. Yanuar Ikbar. MA. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: PT. Refika Aditama.

Edwards III, G.C. (1980). Implementing Public Policy.Washingtong, D.C. Congressional Quarterly Press.

Gibson, dkk. 1989. Organisasi dan Manajemen Perilaku. Jakarta: Erlangga. Irwanto EH, Hadisoepadma A, Priyani R, Wismanto, YB, Fernandes C. 1997. Psikologi Umum. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jalaludin, Rakhmat, 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


(2)

Mazmanian, D.A. and Sabiter, P.A 2004.Implementation and Publik Policy. New York: HarperCollins.

Moelong, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung : PT. RemajaRosdakarya.

Ruch. 1967. Psysiologyn and Biophysics. Singapore: Mac Graw Hill Book Co. Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: BinaAksara. Singarimbun, Masri. 1995. Metode penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: PustakaSetia.

Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Wildavsky, Aaron. 1979. The Politics of the Budgetary Process. Boston : Little, Brown.

Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik, teori dan proses.Yogyakarta: Media Presindo.

Sumber Perundang-undangan :

UU No 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin

Inpres No 3 Tahun 2008 tentang program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran

Instruksi Mendagri No 541/3150 SJ Tahun 2013 tentang pelaksanaan pembagian Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat


(3)

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Sumber Internet :

pada tanggal 04 September pukul 19:30 Wib

http://www.antaranews.com/berita/378755/blsm-pertolongan-pertama-pada-kenaikan-bbm diakses pada tanggal 07 September 2013 pukul 20:00Wib


(4)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI

III.1 Kondisi Desa

III.1.1 Sejarah Desa

Desa Suka Rende adalah nama suatu wilayah di Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang ini yang menurut beberapa tokoh masyarakat Desa Suka Rende dikenal karena Desa Suka Rende dikelilingi oleh sungai dan hulu memiliki persawahan kelahun pinang dengan luas ± 200 Ha. Akan tetapi karena aliran irigasi rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki maka sekarang persawahan kelahun pinang sudah menjadi tanah darat dan masyarakat menanam tanaman palawija (jagung, ubi, kakao dan kelapa sawit).

Desa Suka Rende mulai terbentuk dimulai pada tahun 1950 melalui program pemerintah Transmigrasi Sosial dari daerah Pegunungan yang pada saat itu berjumlah 30 KK dan dimpimpin oleh seorang Pengetua adat bermarga Surbakti. Pada tahun 1987 pengelolaan Desa diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, dan selanjutnya dilakukan pemilihan kepala Desa yang pertama dan terpilih bapak (Guna Ketaren). Tanah yang digunakan untuk lokasi Desa Suka Rende berasal dari penggarapan pada masa pemerintahan kepala Desa pertama ini kegiatan Desa Suka Rende banyak digunakan untuk menata kelembagaan kelompok masyarakat tersebut walaupun masih bersifat sederhana, mulai dari pembagian regu yang nantinya berkembang menjadi dusun


(5)

dan penataan kelompok-kelompok pertanian yang lain. Pada saat itu kegiatan kelompok masyarakat ini banyak bekerja pada sektor pertanian. Namun karena para pendatang waktu itu berasal dari Desa maka banyak juga yang membawa hewan ternah dan sebagian mengembangkannya di Desa Suka Rende ini.

Selanjutnya setelah empat periode masa pemerintahan Pak Guna Ketaren masyarakat Desa Suka Rende memilih pemimpin baru pada tahun 2009 yang bernama Pak Manggil, pemilihan kepala Desa dilakukan secara pengangkatan langsung dari masyarakat dan pengetua-pengetua adat sampai sekarang. Perkembangan sejarah Desa Suka Rende adalah sebagai berikut :

TABEL 2

SEJARAH PERKEMBANGAN DESA

Tahun KEJADIAN YANG BAIK KEJADIAN YANG BURUK

1950 Terbentuknya Desa Suka Rende

yang dipimpin oleh petuah adat bermarga Surbakti

Banyak warga Desa yang pindah keluar Desa akibat dari buruknya kondisi ekonomi di Desa

1951 Sudah dibentuk tempat pelatihan

masyarakat semacam sekolah SD (3 lokal ) yang pembinanya dari masyarakat Transmigrasi sendiri

Kurangnya tenaga pengajar dan fasilitas sekolah

1976 Pemilihan kepala Desa pertama

bernama Guna Ketaren

Rendahnya pendapatan masyarakat

1987 Terjadinya penciutan Desa Empat Desa menjadi satu Desa

1992 Pergantian kepala Desa dan

terbentuknya kantor kepala Desa

Masyarakat Desa tidak mau berurusan kekantor Desa, karena siang hari masyarakat tidak ada waktu

2009-2011 Pemilihan kepala Desa dan

dimenangkan oleh Bapak Manggil sampai sekarang

Pembangunan Desa belum berjalan sempurna


(6)

III.1.2 Visi dan Misi

Visi

Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan Desa. Penyusunan Visi Desa Suka Rende ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Suka Rende seperti Pemerintah Desa, BPD, Tokoh Masyarakat, tokoh Agama, lembaga masyarakat Desa dan masyarakat Desa pada umumnya. Dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal di Desa sebagai satu satuan kerja wilayah pembangunan di Kecamatan, maka Visi Desa Suka Rende adalah :

“MEWUJUDKAN KEADILAN DAN MAKMUR MASYARAKAT DENGAN MEMBANGUN SARANA DAN PRASARANA”

Misi

Selain penyusunan Visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya visi Desa tersebut. Visi berada diatas misi. Pernyataan Visi kemudian dijabarkan ke dalam misi agar dapat dioperasionalkan/dikerjakan. Adapun Misi Desa Suka Rende adalah :

1. Mengembangkan dan meningkatkan hasil pertanian masyarakat 2. Pembuatan sarana jalan usaha tani dan peningkatan jalan lingkungan 3. Pengingkatan sarana air bersih bagi masyarakat


(7)

4. Perbaikan dan peningkatan layanan sarana kesehatan dan umum 5. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan

6. Meningkatkan keterampilan dan kualitas SDM masyarakat

7. Pengadaan permodalan untuk usaha kecil, memperluas lapangan kerja dan manajemen usaha masyarakat

8. Peningkatan kapasitas Aparat Desa dan BPD

9.Peningkatan sarana dan prasarana kerja aparat Desa dan BPD

III.1.3 Demografi

Desa Suka rende terletak di dalam wilayah Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tuntungan II dan Namo Pecawir Kecamatan Pancur Batu

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa kutalimbaru Kecamatan Kutalimbaru

c. Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan/Desa Namo rih Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deliserdang

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sampe cita dan Desa Lau bekeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Desa Suka Rende adalah 930 Ha dimana 70% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit, Iklim Desa Suka Rende, sebagaimana Desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan,


(8)

hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru.

III.1.4 Keadaan Sosial

Penduduk Desa Suka Rende berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Provinsi Sumatera Utara sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya Desa Suka Rende dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat.

Desa Suka Rende mempunyai jumlah penduduk 3300 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1500 jiwa, perempuan 1800 jiwa dan 920 KK, yang terbagi dalam enam wilayah dusun, dengan rincian sebagai berikut :

TABEL 3

JUMLAH PENDUDUK

Dusun 1 Dusun 2 Dusun 3 Dusun 4 Dusun 5 Dusun 6

640 orang 540 orang 500 orang 240 orang 520 orang 860 orang Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Suka Rende sebagai berikut :

TABEL 4

TINGKAT PENDIDIKAN

Pra Sekolah SD SLTP SLTA Sarjana Pasca Sarjana


(9)

Karena Desa Suka Rende merupakan Desa pertanian maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya sebagai berikut :

TABEL 5 PEKERJAAN

Petani Pedagang PNS Buruh TNI Pegawai

Swasta Tukang

425 KK` 80 KK 107 KK 120 KK 5 KK 90 KK 2 KK

Penggunaan Tanah di Desa Suka Rende sebagian besar diperuntukkan untuk tanah pertanian sawah dan perkebunan sedangkan sisanya untuk (Tanah Kering/Lahan Tidur) yang merupakan bangunan dan fasilitas-fasilitas lainnya. Jumlah kepemilikan hewan ternak oleh penduduk Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru adalah sebagai berikut :

TABEL 6

KEPEMILIKAN TERNAK

AYAM/ITIK KAMBING SAPI KERBAU IKAN

700/200 KK 200 KK 10 KK 210 KK 6 KK

Kondisi sarana dan prasarana umum Desa Suka Rende secara garis besar adalah sebagai berikut:


(10)

TABEL 7

SARANA DAN PRASARANA DESA

NO SARANA/PRASARANA JUMLAH/VOLUME KETERANGAN

1 Balai Desa 6

2 Kantor Desa 1

3 Puskesmas Pembantu 1

4 Masjid 2

5 Mushola 4

6 Pos Kamling 4

7 Taman Kanak-kanak 1

8 Pos Polisi -

9 SD Negeri 2

10 SMP Negeri -

11 Balai Pertemuan Dusun -

12 Madrasah Diniah Awaliyah -

13 Cek Dam -

14 Tempat Pemakaman Umum 5

15 Pemancar RRI -

16 Sungai 2

17 Jalan Tanah 10

18 Jalan Koral 4

19 Jalan Poros/Hot Mix -

20 Jalan Aspal Penetrasi 1

21 Kantor Pos Giro -

22 Lumbung Tani -


(11)

III.1.5 Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Suka Rende secara kasat mata terlihat jelas perbedaannya antara Rumah Tangga yang berkategori miskin, sangat miskin, sedang dan kaya. Hal ini disebabkan karena mata pencahariannya di sektor-sektor usaha yang berbeda-beda pula, sebagian besar di sektor non formal seperti buruh bangunan, buruh tani, petani sawah tadah hujan, perkebunan karet dan sawit dan sebagian kecil di sektor formal seperti PNS pemda, Honorer, Guru, Tenaga medis, TNI/Polri, dll.

III.2 Kondisi Pemerintah Desa

III.2.1 Pembagian Wilayah Desa

Pembagian wilayah Desa Suka Rende dibagi menjadi 6 dusun, dan masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi setiap dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, sementara pusat Desa berada di Dusun 5 (Lima), setiap dusun dipimpin oleh seorang Kepala Dusun.

III.2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa (SOPD)

Struktur Organisasi Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru menganut system Kelembagaan Pemerintahan Desa dengan Pola Minimal, selengkapnya disajikan dalam gambar sebagai berikut :


(12)

Gambar 2 Struktur Pemerintahan Desa Suka Rende

(sumber: Penelitian Lapangan 2014)

SEKRETARIS DESA EFENDI KETAREN UNSUR PELAKSANAN TEKNIS LAPANGAN UNSUR KEWILAYAHAN 1. KEPALA DUSUN 1

= SADA ARIHTA GINTING

2. KEPALA DUSUN 2 = NGADIMIN 3. KEPALA DUSUN 3

RESMA BR BARUS 4. KEPALA DUSUN 4

= MERSIK GINTING 5. KEPALA DUSUN 5

= EFFENDI SINULINGGA 6. KEPALA DUSUN

= RUDIANTO SEMBIRING 1. KEPALA URUSAN

PEMERINTAHAN = JONI GINTING 2. KEPALA URUSAN

PEMBANGUNAN = MASA TARIGAN 3. KEPALA URUSAN

UMUM

= GUSTIN GINTING 4. KEPALA URUSAN

KEUANGAN = RUSMAN SINULINGGA S.SOS KEPALA DESA MANGGIL BPD JONI TARIGAN


(13)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

IV.1 Latar Belakang Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menetapkan subjek penelitian yang terdiri dari tiga kelompok yang terdiri dari informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Informan kunci terdiri dari masyarakat sebagai peneriman program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat. Sedangkan informan utama merupakan perangkat Desa Suka Rende sebagai perpanjangan tangan terhadap pelaksanaan program BLSM tersebut dan informan tambahan merupakan masyarakat sekitar yang tidak berhasil lulus verifikasi pendataan oleh tim Badan Pusat Statistik.

Dalam penelitian ini, Penulis tidak menentukan jumlah informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Penulis menyelesaikan wawancara kepada informan setelah hasil wawancara menemukan titik jenuh. Titik jenuh ditemukan penulis setelah mewawancarai 37 orang informan yang terdiri dari 24 orang masyarakat dan 13 orang perangkat Desa Suka Rende Kecamatan Kutalimbaru.

Berdasarkan pengambilan data dilapangan diperoleh identitas informan yaitu sebagai berikut:


(14)

TABEL 8

IDENTITAS INFORMAN

NAMA J. KELAMIN USIA PEKERJAAN DUSUN

Benar Ginting Laki-laki 78 Tahun Petani 2

Perdamenta Barus Laki-laki 38 Tahun Petani 3

Jonias Jahtaria Sinulingga

Laki-laki 38 Tahun Petani 1

Darwin Ersada Sinulingga

Laki-laki 40 Tahun Petani 1

Martua Simaremare Laki-laki 43 Tahun Supir Becak 3

Rajin Barus Laki-laki 58 Tahun Petani 3

Minpin Sembiring Laki-laki 54 Tahun Petani 3

Paken Br Ginting Perempuan 53 Tahun Petani 1

Neken Sembiring Laki-laki 59 Tahun Petani 2

Misno Laki-laki 43 Tahun Wiraswasta 2

Pujin Ginting Laki-laki 48 Tahun Petani 2

Baimin Laki-laki 42 Tahun Petani 1

Daswati Perempuan 59 Tahun Petani 6

Hormat Tarigan Laki-laki 51 Tahun Petani 1

Inget Br Ginting Perempuan 62 Tahun Petani 2

Sanmejak Laki-laki 44 Tahun Petani 2

Sunarso Laki-laki 41 Tahun Petani 2

Selasa Sinulingga Laki-laki 58 Tahun Petani 4

Terombo Ginting Laki-laki 61 Tahun Wiraswasta 4

Supriadi Laki-laki 47 Tahun Petani 3

Masa Tarigan Laki-laki 50 Tahun Petani 4

Muliadi Laki-laki 40 Tahun Petani 5

Kaman Ginting Laki-laki 52 Tahun Petani 6

Buyung Sembiring Laki-laki 46 Tahun Petani 5

(sumber: Penelitian Lapangan 2014)

Berdasarkan tabel diatas, subjek penelitian mempunyai usia antara 38-78 Tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin terlihat bahwa mayoritas informan adalah laki-laki yang memang menjadi kepala rumah tangga sebagai subjek yang didata oleh tim BPS. Dari segi pekerjaan rata-rata sebagai petani, hanya beberapa informan yang pekerjaannya sebagai wiraswasta. Dengan keadaan tersebut memang menjadi suatu alat ukur dalam proses seleksi. Karena perkerjaan sebagai


(15)

petani yang tidak mempunyai penghasilan tetap tentunya selalu membutuhkan bantuan-bantuan dari Pemerintah. Dari penelitian yang dilakukan terdapat beberapa petani yang tidak mempunyai sawah untuk diolah. Mereka hanya bekerja sebagai buruh tani seperti buruh kelapa sawit dan buruh panen bagi petani yang mempunyai sawah.

Sedangkan data mengenai identitas Perangkat Desa Suka Rende adalah sebagai berikut:

TABEL 9

IDENTITAS PERANGKAT DESA

NAMA J. KELAMIN USIA JABATAN DUSUN

Manggil Laki-laki 48 Tahun Kepala Desa 1

Efendi Ketaren Laki-laki 33 Tahun Sekretaris Desa 2

Joni Tarigan Laki-laki 51 Tahun Ketua BPD 1

Joni Ginting Laki-laki 31 Tahun KaUr

Pemerintahan

5

Masa Tarigan Laki-laki 46 Tahun KaUr

Pembangunan

4

Gustin Ginting Laki-laki 48 Tahun KaUr Umum 2

Rusman Sinulingga S.Sos

Laki-laki 42 Tahun KaUr Keuangan 1

Sada Arihta Ginting Laki-laki 49 Tahun Kadus 1 1

Ngadimin Laki-laki 53 Tahun Kadus 2 2

Resma Br Barus Perempuan 52 Tahun Kadus 3 3

Mersik Ginting Laki-laki 37 Tahun Kadus 4 4

Effendi Sinulingga Laki-laki 38 Tahun Kadus 5 5

Rudianto Sembiring Laki-laki 32 Tahun Kadus 6 6

(sumber: Penelitian Lapangan 2014)

Dari data diatas diketahui bahwa usia Perangkat Desa berada antara 32-53 Tahun, dimana usia tersebut tergolong produktif dalam melakukan tugas-tugas dalam pemerintahan. Hanya terdapat seorang perempuan dalam pemerintahan Desa Suka Rende yaitu kepala dusun tiga. Penelitian di lapangan mendapat hasil


(16)

bahwa penyebab terdapatnya seorang perangkat Desa perempuan dikarenakan untuk meneruskan jabatan suami yang telah meninggal dunia yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dusun tiga. Pengangkatan tersebut didasarkan atas persetujuan masyarakat dusun tiga untuk menjadikan Ibu Resma Br Barus sebagai penerus suami yang sebelumnya sebagai kepala dusun tiga.

IV.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Program BLSM

Masyarakat sebagai sasaran dari progam BLSM tentunya menjadi suatu tolok ukur dalam menilai apakah pelaksanaan program tersebut terlaksana dengan baik atau tidak. Masyarakat mempunyai berbagai pendapat terhadap program tersebut. Untuk melihat hasil penelitian yang dilakukan, peneliti menanyakan pertanyaan pertama tentang persepsi masyarakat secara umum tentang program BLSM. Sehingga telah terangkum berbagai hasil wawancara dengan beberapa informan yang mengatakan bahwa program BLSM jelas sangat bermanfaat khususnya bagi dirinya sendiri. Tetapi tidak bergantung dengan jumlah uang yang diterima. Bagaimanapun, sedikit atau banyaknya uang yang akan diterima tergantung pada pribadi masing-masing dan arah dari penggunaannya.29

Sementara itu, jawaban dari informan lain tentang persepsi terhadap program BLSM lebih mengacu kepada kekecewaan pada perencanaan pelaksanaan awal dimana seharusnya tahapan pemberian uang dibagi menjadi lima tahapan. Namun karena biaya operasional maka pemberian uang tersebut

29


(17)

dipangkas menjadi empat bulan saja. Sehingga informan Bapak Rajin Barus mengatakan bahwa jumlah uang yang diteriman selama empat bulan program BLSM berlangsung totalnya adalah Rp. 600.000. tidak sesuai dengan perencanaan awal program tersebut dimana seharusnya program BLSM berjalan selama lima bulan dengan total uang yang akan diberikan kepada masyarakat sebanyak Rp. 750.000.30

Ketika peneliti melanjutkan penelitian terhadap persepsi masyarakat, terdapat jawaban yang berbeda terhadap manfaat dari program BLSM tersebut.

Dari hasil yang disampaikan oleh Bapak Rajin Barus bisa dilihat bahwa pelaksanaan program BLSM tergolong kurang baik dalam hal sosialisasi kepada masyarakat. Apa yang dikatakan oleh beliau tersebut merupakan hal yang benar. Karena pada perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah pusat untuk program BLSM ini seharusnya diberikan untuk lima bulan kepada masyarakat dengan total uang Rp. 750.000. Namun karena dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya operasional yang cukup besar, maka biaya tersebut diambil dari pengurangan satu bulan jatah bantuan kepada masyarakat.

Namun, data dilapangan terdapat bahwa banyak masyarakat yang tidak tahu akan hal tersebut, karena itu mereka hanya bersifat pasif untuk sekedar menerima uang bantuan dari pemerintah tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya bantuan tersebut yang akan disalurkan.

30


(18)

Salah satu informan dalam penelitian ini mengatakan bahwa jumlah uang yang diberikan perbulannya tidak mencukupi. Alasannya karena pemberian bantuan direncanakan karena kenaikan harga BBM yang diikuti dengan naiknya harga bahan makanan lainnya. Sehingga bantuan tersebut tidak seimbang dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut menjadikan masyarakat membutuhkan bantuan yang lebih layak guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.31

Kemudian, ketika peneliti mengajukan pertanyaan tentang pilihan masyarakat antara mendapatkan BLSM atau tidak mendapatkannya dengan jaminan tidak naiknya harga BBM. Bapak Neken Sembiring mengatakan bahwa Dia lebih memilih untuk tidak mendapatkan bantuan BLSM. Tapi dengan jaminan bahwa harga-harga kebutuhan pokok tidak naik termasuk harga BBM. Karena dengan jumlah uang yang sedikit tidak mampu untuk menambah dalam memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari, belum dengan kebutuhan anak sekolah yang semakin banyak saja.32

Keinginan masyarakat agar nilai bantuan lebih ditambah atau harga BBM dan bahan pangan tidak naik menjadikan program BLSM tersebut kurang efektif sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan daya beli masyarakat akibat kenaikan dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Persepsi yang berkembang lainnya yang diberikan oleh masyarakat mengenai program BLSM ini menyatakan bahwa sebenarnya masih banyak masyarakat di Desa Suka Rende yang lebih layak untuk menerima bantuan tersebut. Mereka menganggap bahwa terdapat

31

wawancara informan Bapak Pujin Ginting pada tanggal 02 Februari 2014

32


(19)

beberapa masyarakat yang sekarang sudah tidak layak mendapatkan bantuan dari pemerintah, namun kenyataannya mereka lulus dalam verifikasi data. Hal tersebut justru menimbulkan kecemburuan sosial antar masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Sunarso bahwa pada umumnya tujuan dari program BLSM tersebut baik karena ingin membantu masyarakat yang kurang mampu. Tetapi kondisi masyarakat di Desa Suka Rende terdapat beberapa masyarakat yang tidak layak untuk mendapatkannya. Beliau mengatakan bahwa terjadi kecemburuan sosial diantara masyarakat yang kurang mampu namun tidak mendapatkan bantuan BLSM dengan masyarakat yang mendapatkan BLSM yang dilihat dari kesehariannya tergolong masyarakat yang mampu. Beliau juga mengatakan dengan keadaan yang seperti itu tentunya membuat perangkat Desa yang menjadi sasaran dari kekecewaan masyarakat akibat situasi yang terjadi di Desa tersebut.33

33

wawancara informan Bapak Sunarso pada tanggal 30 Januari 2014

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terlihat bahwa persepsi masyarakat terhadap program BLSM sangat bermacam-macam. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor baik dari dalam diri masyarakat ataupun faktor-faktor diluar diri masyarakat yang menyebabkan perbedaan jawaban yang diperoleh dalam penelitian di lapangan.


(20)

IV.3 Mekanisme Pelaksanaan Program BLSM dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat

Pelaksanaan program BLSM kepada masyarakat dimulai dari tahapan pendataan dengan mengambil data tahun 2011 dan diseleksi oleh BPS pusat melalui tim Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) sehingga nama-nama masyarakat yang lulus verifikasi data diperoleh. Setelah nama dikeluarkan, maka masyarakat secara langsung turut dalam pelengkapan berkas-berkas administrasi yang dibutuhkan. Setelah itu, masyarakat atau rumah tangga sasaran mengikuti tahapan-tahapan pelaksanaan, pencairan dana bantuan yang dilakukan melalui PT. Kantor Pos Indonesia, dan melaksanakan informasi-informasi terkait pada proses pelaksanaan tersebut. Isu yang berkembang bahwa masyarakat pada umumnya tidak terlalu direpotkan dengan proses tertib administrasi yang harus dilakukan.

Oleh karna itu, penulis akan bertanya tentang tahapan proses yang dilakukan oleh masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan program BLSM dan rintangan-rintangan yang dihadapi oleh masyarakat itu. Berdasarkan dengan hasil wawancara dengan informan sebagai rumah tangga sasaran Program BLSM, maka peneliti memperoleh data tentang hal diatas yang mengatakan bahwa Bapak Misno merasa mekanisme yang dilakukan cukup ringkas. Hal tersebut dikatakan beliau karena Dia merasa tidak pernah didata secara khusus untuk program BLSM. Tanggapan beliau tentang pendataan tersebut dilakukan pada Tahun 2009 sewaktu pendataan program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sehingga


(21)

kemungkinan data tersebut yang dipergunakan kembali untuk disaring dalam menentukan masyarakat yang akan mendapatkan BLSM.34

Berbeda hal dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Neken Sembiring. Ketika peneliti bertanya tentang hasil verifikasi data diperoleh dari mana. Beliau mengatakan bahwa pengumuman nama-nama penerima BLSM diketahui bukan dari perangkat Desa ataupun kepala dusun setempat. Beliau juga mengatakan bahwa di dusunnya tidak ada kepala dusun atau perangkat Desa lainnya yang datang kerumah untuk memberitahukan tentang nama-nama masyarakat yang lulus verifikasi penndataan BLSM. Bapak Neken Sembiring mengaku kecewa terhadap hal tersebut, karena beliau memperoleh informasi melalui selebaran pengumuman yang ditempel di warung-warung sekitar dusun tersebut. Dalam pengumuman tersebut nama beliau tertera sebagai salah satu rumah tangga penerima BLSM dan terdapat juga tanggal pengambilan dana yang pertama beserta dengan syarat-syarat pengambilan seperti KTP, Kartu Keluarga untuk dibawa ke kantor Pos pada tanggal yang telah tertera. Pengakuan beliau ketika berada dikantor Pos mengatakan bahwa prosesnya tidak lama karena hanya perlu mengantri sebentar sampai pada giliran beliau dan setelah itu uang sebesar Rp. 300.000 langsung diterima.35

Jumlah uang yang diterima sebesar Rp. 300.000 karena pada tahapan awal pemberian BLSM langsung diberikan dua bulan sekaligus pada jadwal pencairan bulan kedua. Hal ini dilakukan karena tahapan persiapan pelaksanaan yang masih

34

wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 Februari 2014

35


(22)

berlangsung sehingga jadwal pencairan dana bulan pertama ditunda dari perencanaan awal.

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa proses pelaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah kepada masyarakat cukup ringkas. Karena data yang diolah juga tidak ada yang bermasalah. Perbedaan nama yang tertera di kartu KPS dengan nama di KTP masyarakat tidak ada yang bermasalah. Masyakarat cukup puas dengan tahapan yang ringkas tersebut dan tidak berbelit-belit. Pencairan dana di kantor Pos juga demikian. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengantri sampai nama rumah tangga sasaran dipanggil untuk penyerahan uang tersebut. Hal ini dikarenakan telah ditetapkannya jadwal pengambilan uang yang dibagi menurut Desa masing-masing.

IV.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Tanggungjawab Perangkat Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat

Perangkat Desa sebagai Implementor langsung sekaligus terdekat bagi masyarakat Desa khususnya bagi rumah tangga sasaran sebagai objek penerima program BLSM mempunyai kewajiban dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan dalam mensukseskan pelaksanaan BLSM sebagaimana yang tertulis pada Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 541/3150/SJ Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dan Penanganan Pengaduan Masyarakat terdapat 10 (sepuluh) Poin penting yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan program BLSM tersebut dikatakan berhasil.


(23)

Mengenai hal diatas penulis telah memperoleh data terkait dengan tanggungjawab perangkat Desa khususnya di Desa Suka Rende. Wawancara yang dilakukan penulis dengan rumah tangga sasaran sebagai informan telah menggambarkan keadaan sesungguhnya yang terjadi dilapangan. Salah satunya dengan hasil wawancara dari beberapa informan yang mengatakan perkerjaan perangkat Desa cukup bagus, karena pemerintah Desa yang sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah Pusat sebagai penanggungjawab pelaksanaan program BLSM. Bapak Jonias Jahtaria Sinulingga juga mengatakan demikian. Hal tersebut juga ditambah karena mereka turut langsung dalam proses pelaksanaannya. Termasuk dalam pemenuhan persyaratan dan pengambilan uang yang akan diterima.36

Lain hal dengan Bapak Misno, beliau menjawab pertanyaan penulis dengan lebih mendalam terhadap tanggungjawab dan pelayanan yang telah diberikan Perangkat Desa kepada masyarakat yang secara umum sudah bagus. Tapi sempat terjadi permasalahan di Desa Suka Rende dimana masyarakat yang merasa berhak mendapatkan BLSM menuntuk pemerintahan Desa untuk mengeluarkan nama mereka sebagai penerima BLSM. Beliau menuturkan pada waktu itu jalan keluar yang diambil oleh pemerintah Desa yaitu dengan mengambil inisiatif untuk membuat permohonan kembali nama-nama masyarakat yang dianggap layak untuk mendapatkannya. Permohonan tersebut telah disampaikan kepada pemerintahan kecamatan, namun sampai penelitian yang

36


(24)

dilakukan peneliti selesai, realisasi permohonan tersebut belum ada sama sekali. Atau mungkin tindakan tersebut hanya sebagai cara untuk meredam emosi masyarakat di Desa tersebut tutur Bapak Misno.37

37

wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014

Dari hasil wawancara diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tidak semua masyarakat paham dan tahu mengenai apa-apa saja yang seharusnya menjadi tugas dan tanggungjawab perangkat Desa. Sesuai dengan Instruksi Mendagri, hanya sedikit yang berhasil dilakukan oleh perangkat Desa sebagai implementor dalam mensukseskan pelaksanaan program BLSM tersebut. Sehingga jawaban dari masyarakat hanya sebagai gambaran umum terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan implementor tersebut.

Peneliti sebenarnya berharap jawaban dari informan dapat memberikan informasi mengenai pelayanan yang tertuang pada sepuluh poin yang harus dilakukan oleh pemerintah Desa sebagai implementor dalam pelaksanaan program BLSM. Namun, karena kekurangan informasi yang diterima masyarakat, mereka hanya memberikan jawaban mengenai tanggungjawab dan pelayanan secara umum setelah pelaksanaan program berlangsung.


(25)

IV.5 Intensitas Sosialisasi, Metode dan Pengawasan Oleh Implementor Terhadap Rumah Tangga Sasaran

Sosialisasi merupakan bagian terpenting dalam suatu pelaksanaan program. Karena tanpa sosialisasi program tersebut tidak akan berjalan baik. Komunikasi yang kurang dapat menyebabkan pergeseran tujuan awal suatu program. Sosialisasi yang merupakan proses penyampaian yang dilakukan kepada semua pihak terkait mengenai isi, maksud, tujuan, tahapan dan sasaran dari suatu program kebijakan. Semakin baik sosialisasi yang dilakukan, maka semakin sesuai tujuan awal yang direncanakan dengan hasil akhir yang terjadi di lapangan. Peneliti kemudian bertanya tentang sosialisasi yang dilakukan oleh implementor kepada informan sebagai rumah tangga sasaran. Hasil penelitian yang dilakukan bahwa disetiap dusun terdapat perbedaan metode sosialisasi, intensitas dan pelayanan yang diberikan oleh kepala dusun mereka. Salah satu informan dari dusun 1 (satu) menjawab pertanyaan tersebut bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh kepala dusun dengan mendatangi rumah tangga yang menjadi sasaran BLSM untuk memberikan informasi terkait hal tersebut. Diluar kegiatan itu tidak ada hal lain yang dilakukan oleh kepala dusun. Dan jika mereka membutuhkan informasi dapat dilakukan dengan mendatangi rumah kepala dusun untuk menanyakan secara langsung.38

Keterbatasan sarana yang dimiliki oleh Desa Suka Rende menjadikan kinerja kepala dusun sebagai pelayan masyarakat tidak maksimal. Akses-akses yang tersedia lah yang dapat dimanfaatkan sebagai bentuk pelayanan yang

38


(26)

menjadi tanggungjawab para implementor tersebut. Seperti hasil wawancara dengan informan dari dusun 2 (dua) terhadap hal diatas mengatakan bahwa informasi yang diperoleh itu diperoleh dari warung kopi yang ada, kepala dusun menempel pengumuman terkait dengan BLSM. Setelah itu, antar masyarakat penerima BLSM melakukan tukar informasi kepada masyarakat lainnya dari mulut ke mulut.39

Berbeda dengan informan yang berasal dari Dusun 3 (tiga). Ibu Resma Br Barus sebagai kepala Dusun menggunakan metode sosialisasi pintu ke pintu (door to door) dengan mendatangi rumah-rumah warga untuk memberitahukan jadwal pengambilan uang, persyaratan dan informasi lainnya. Seperti pengakuan informan Bapak Martua Simaremare terhadap pengumuman yang lulus verifikasi juga ditempel di Kantor Desa, hal ini dilakukan untuk menjaga kondusif warga agar tidak melakukan aksi demonstrasi lagi.

Hal tersebut dilakukan karena dianggap lebih efektif dan tidak memerlukan waktu dan biaya yang banyak. Dimana, para implementor sama sekali tidak mendapatkan upah/gaji tambahan sebagai pelaksana program BLSM . Sehingga cara yang efektif dan efisien digunakan agar masyarakat tahu informasi-informasi tentang BLSM.

40

Secara keseluruhan jawaban dari informan hampir sama antara satu dengan yang lain. Kepala Dusun sebagai perangkat Desa kurang aktif dalam memberikan sosialisasi dan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat kurang paham mengenai mekanisme yang sebenar-benarnya dari program BLSM

39

wawancara informan Bapak Pujin Ginting pada tanggal 02 februari 2014

40


(27)

itu sendiri. Sosialisasi yang dilakukanpun hanya setelah program itu berjalan. Tidak ada musyawarah Desa yang dilakukan untuk menjelaskan kepada warga tentang program tersebut. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam instruksi mendagri tentang musyawarah Desa untuk memberikan sosialisasi awal kepada masyarakat agar mendapatkan informasi yang baik dalam pelaksanaannya.

Ketika penulis melakukan pencarian data melalui wawancara dengan salah satu informan yang berada di Dusun 5 (lima), penulis menemukan suatu kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kinerja kepala Dusun wilayah tersebut. Masyarakat merasa bahwa mereka dilibatkan dalam program tersebut karena pelayanan yang cukup baik yang diberikan oleh kepala Dusun. Ketika penulis bertanya tentang sosialisasi dan media yang digunakan termasuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terkhusus bagi rumah tangga sasaran BLSM jawaban dari salah satu informan adalah beliau cukup puas dengan sosialisasi yang dilakukan terkhusus oleh kepala dusun. Masyarakat cukup dilibatkan, karena sebelum pengumuman nama-nama masyarakat yang lulus pendataan tersebut kepala dusun mengajak mereka untuk berkumpul di Balai Desa untuk memberikan informasi dimana proses pendataan dilakukan oleh pusat dan kepala dusun juga mengatakan bahwa proses pendataan bukan dilakukan oleh pemerintah Desa, namun kepala dusun juga sudah berusaha untuk mencalonkan hampir semua masyarakat di dusun tersebut sebagai calon penerima BLSM agar tidak ada ketimpangan dan kecemburuan di masyarakat. Kepala dusun juga menyampaikan tentang persyaratan dan kriteria masyarakat yang berhak untuk mendapatkan BLSM tersebut. Sehingga masyarakat di dusun 5 (lima) mengerti bagaimana


(28)

tentang proses yang dilakukan dari pusat sampai ke masyarakat Desa. Beliau juga menuturkan jika mempunyai keluhan-keluhan terhadap pelaksanaan tersebut, maka kepala dusun selalu siap untuk melayani kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat. Sehingga untuk memperoleh informasi, sangat mudah didapatkan oleh masyarakat khususnya rumah tangga sasaran di dusun 5 (lima).41

Perbedaan metode sosialisasi dan pelayanan kepala dusun sebagai implementor menyebabkan masyarakat memiliki pengetahuan informasi yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadi pemgaruh dalam kesuksesan pelaksanaan BLSM di Desa Suka Rende. Sedangkan hasil wawancara dengan salah satu informan lainnya dari Dusun 6 (enam) terhadap sosialisasi yang dilakukan kepala Dusun untuk memberikan informasi kepada warga seperti Ibu Daswati yaitu dengan datang kerumah dan secara langsung memberikan informasi tanggal pengambilan uang dan syarat-syarat yang harus dibawa. Begitu juga dengan bulan berikutnya, beliau mengatakan mungkin hal tersebut dilakukan oleh kepala dusun dikarenakan beliau sudah cukup tua dan hanya tinggal sendiri. Oleh karena itu, untuk menjangkau informasi yang biasanya di tempel di warung-warung sangat sulit dilakukan beliau. Karena itu, kepala dusun berinisiatif untuk menyampaikan secara langsung ke rumah Ibu Daswati.42

Dari hasil wawancara diatas dapat kita lihat bahwa setiap kepala Dusun melakukan cara mereka masing-masing dalam penyampaian informasi kepada masyarakat. Namun jika kita berpedoman pada Instruksi Menteri Dalam Negeri

41

wawancara informan Bapak Muliadi pada tanggal 28 januari 2014

42


(29)

mengenai tugas dan tanggungjawab perangkat Desa. Sosialisasi yang mereka lakukan sangat minim dan kurang tepat karena tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya. Hal-hal tersebut yang menyebabkan masyarakat tidak paham mengenai mekanisme yang baik secara tertib administrasi tentang program BLSM tersebut.

IV.6 Kinerja Perangkat Desa dan Harapan Perbaikan Terhadap Proses Pelaksanaan BLSM

Instruksi Menteri Dalam Negeri telah menetapkan penugasan kepada Kepala Desa dalam rangka mensukseskan pelaksanaan program BLSM. Poin-poin yang harus dilakukan perangkat Desa menjadi suatu tolok ukur dalam menilai berhasil atau tidaknya kinerja yang dilakukan. Pelaksanaan penugasan tersebut seharusnya bisa diterapkan dan dilaksanakan di dalam masyarakat Desa. Terkait dengan hal tersebut, peneliti bertanya kepada beberapa informan terkait tentang kinerja perangkat Desa dalam pelaksanaan program BLSM. Maka telah diperoleh data dari informan Bapak Misno yang mengatakan tentang kinerja perangkat Desa bersifat relative. Karena bagi orang yang menerima bantuan tersebut pasti mengatakan hal tersebut berhasil. Namun bila hal tersebut ditanyakan kepada masyarakat yang tidak mendapat BLSM karena tidak lulus verifikasi pasti mempunyai rasa kecewa. Penerima BLSM dikatakan beliau cukup merasa diberi


(30)

pelayanan karena nama mereka dinyatakan lulus hasil verifikasi walaupun sebenarnya hal tersebut bukan berdasarkan keputusan perangkat Desa.43

Namun, ketika peneliti terus mencari informasi tentang kinerja perangkat Desa dan kendala yang di hadapi terdapat beberapa hasil dari informan lain yang mempunyai tanggapan yang berbeda seperti yang disampaikan oleh Bapak Darwin Ersada bahwa kinerja perangkat Desa dikatakan gagal. Beliau melihat hal tersebut karena banyak kekecewaan dari masyarakat dan sosialisasi yang dilakukan perangkat Desa masih kurang, sehingga beliau kurang puas dengan kinerja tersebut dan belum sesuai dengan harapan masyarakat di Desa tersebut.

Peneliti kembali mengajukan pertanyaan tentang harapan perbaikan yang perlu dilakukan untuk program BLSM, maka beliau memberi penjelasan yang mana program BLSM diharapkan harus sejalan semua antara masyarakat, perangkat Desa dan pihak yang melakukan survey agar tidak terjadi permasalahan seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Beliau juga mengatakan bahwa pada masa-masa sekarang ini merupakan masa-masa yang rentan, karena masyarakat sudah tidak bodoh lagi. Masyarakat sudah mampu membandingkan antara baik dan buruk.

44

Pernyataan diatas juga disambut oleh Ibu Paken br Ginting dimana beliau melihat kinerja perangkat Desa kurang berhasil. Tugas-tugas perangkat Desa yang belum sesuai dengan harapan masyarakat. Informan lain mengatakan bahwa kinerja perangkat Desa berhasil dalam melaksanakan Program BLSM ini,seperti jawaban dari Bapak Hormat Tarigan yang merasa puas dengan kinerja perangkat

43

wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014

44


(31)

Desa disebabkan karena beliau cukup mendapatkan pelayanan karena disetiap program bantuan masyarakat beliau selalu mendapatkannya. Misalnya saja seperti program Bantuan Langsung Tunai, program Beras Miskin dan juga program BLSM itu sendiri. Beliau mengungkapkan bahwa perangkat Desa peduli dengan kondisinya sehingga setiap ada program bantuan beliau selalu mendapatkannya.45

Keseluruhan hasil wawancara diatas merupakan jawaban dari masyarakat penerima program BLSM yang sekaligus menjadi informan kunci dalam penelitian ini. Sebagai data tambahan untuk memperkuat hasil penelitian ini, peneliti juga mewawancarai perangkat Desa sebagai informan utama yang mempunyai tugas sebagai implementor dan perpanjangan tangan dari pemerintahan pusat dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan berbagai pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti, perangkat Desa mempunyai jawaban masing-masing tentang pelaksanaan program BLSM di Desa Suka Rende. Berikut hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap perangkat Desa sebagai implementor terdekat dalam pelaksanaan program BLSM.

Dari apa yang disampaikan oleh Bapak Hormat Tarigan dapat kita lihat bahwa beliau sebagai masyarakat hanya sebagai penikmat dari semua bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Pemberian bantuan-bantuan yang tidak disertakan dengan tanggungjawab sosial masyarakat membuat beliau enggan untuk mengetahui apa sebenarnya tujuan dari program-program tersebut. Dengan kondisi tersebut tentunya mempengaruhi beliau untuk tidak berusaha lebih giat dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kondisi ekonomi.

45


(32)

IV.7 Persepsi Terhadap Program BLSM dan Partisipasi Langsung Oleh Perangkat Desa

Seperti yang sudah disebutkan oleh penulis pada bagian sebelumnya, perangkat Desa sebagai implementor langsung dalam mensukseskan pelaksanaan program BLSM menjadi kunci utama dalam keberhasilan pelaksanaannya. Tanggungjawab yang dilakukan mampu membuat program tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan utamanya. Oleh karena itu, untuk mengawali wawancara yang akan dilakukan, peneliti mengajukan pertanyaan pertama tentang persepsi terhadap program BLSM dan partisipasi langsung yang telah dilakukan oleh perangkat Desa sebagai implementor program BLSM.

Maka telah diperoleh jawaban dari beberapa informan, dimana salah satu informan menyatakan bahwa sebenarnya program BLSM yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat kurang memadai. Beliau juga mengatakan rumah tangga sasaran dari program BLSM tidak sesuai dengan keadaan ekonomi masyarakat tersebut. Karena masih banyak warga di Desa Suka Rende yang pada kenyataannya tidak mempunyai rumah sebagai tempat tinggal justru tidak mendapatkan bantuan tersebut. Dari pengelihatan beliau banyak sekali masyarakat yang mampu dalam segi ekonomi yang pada kenyataannya mendapatkan bantuan tersebut. Namun, beliau sebagai implementor program BLSM telah berupaya untuk mengusulkan kembali masyarakat yang kurang mampu agar bisa di data dan di proses sebagai salah satu rumah tangga sasaran penerima BLSM. Dari penuturan beliau, usaha


(33)

tersebut sampai sekarang belum memperoleh hasil atau jawaban terhadap pengusulan yang telah dilakukan.46

Sementara hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan kepala dusun 6 (enam) yaitu Bapak Rudianto Sembiring juga mengatakan kalau program BLSM kurang mengizinkan, karena beliau menganggap BLSM kurang mencakup kedalam masyarakat. Sementara dari penuturan beliau bahwa peranan sebagai implementor tidak ada di dalam proses pendataan masyarakat calon penerima BLSM tersebut. Yang seharusnya implementor lebih tahu keadaan sosial ekonomi masyarakat mana yang layak dan yang tidak layak. Beliau mengatakan seharusnya mereka sebagai perangkat Desa sekaligus implementor mempunyai hak untuk mengusulkan daftar nama-nama masyarakat kepada pemerintah dalam pendataan tersebut.47

Ketika penulis kembali bertanya tentang partisipasi yang dilakukan perangkat Desa sebagai implementor program BLSM maka salah satu informan memberikan jawaban yaitu memberikan informasi kepada warga tentang indikator yang layak menerima BLSM, menurut pengakuan beliau juga hal yang paling sulit adalah memberikan penjelasan kepada masyarakat yang memiliki pengaduan karena tidak terima dengan hasil pendataan yang menyebabkan warga tersebut tidak mendapatkan bantuan BLSM. Dan usaha terakhir yang dilakukan oleh beliau

46

wawancara informan Bapak Sada Arih Ginting ‘Kadus 1’ pada tanggal 03 februari 2014

47


(34)

adalah melakukan pengusulan kembali warga yang layak mendapatkan BLSM sesuai dengan indikator-indikator tersebut.48

Sebagai Sekretaris Desa, bapak Efendi Ketaren juga sebagai salah satu implementor BLSM di Desa Suka Rende. Peneliti kemudian melakukan wawancara terhadap sekretaris Desa seputar partisipasi yang telah dilakukan oleh beliau dalam mensukseskan pelaksanaan BLSM. Beliau mengatakan turut membantu masyarakat dalam urusan surat-menyurat misalnya seperti pengalihan nama penerima BLSM dikarenakan ada yang sudah meninggal dunia dan pindah kependudukan. Maka dengan segera beliau menyelesaikan urusan tersebut sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat.49

Bapak Kepala Desa sebagai kedudukan tertinggi di dalam Desa juga memberikan informasi ketika peneliti bertanya tentang kendala yang paling susah untuk diselesaikan dalam pelaksanaan program BLSM demi mencapai kesuksesan program tersebut. Maka beliau mengatakan sebenarnya cuma satu kendala yang paling besar yaitu menghadapi protes dari masyarakat yang kontra terhadap program tersebut. Masyarakat Suka Rende merasa tidak adil dengan kenyataan dimana banyak warga yang ekonominya lebih baik, namun justru warga tersebut yang mendapatkan BLSM. Keluhan beliau dalam hal ini adalah masyarakat merasa bahwa mereka melakukan kecurangan dalam pendataan dan pengumuman hasil verifikasi tersebut. Beliau mengatakan didalam pendataan bukan merupakan tugas mereka. Justru mereka merasa wewenang sebagai implementor di Desa

48

wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014

49


(35)

terlalu dibatasi oleh pemerintah pusat. Karena itu beliau tidak bisa menentukan siapa-siapa saja warga yang selayaknya mendapatkan bantuan itu sesuai dengan kondisinya di lapangan. Ketika ada nama penerima yang sudah meninggal dunia dan pindah kependudukan, disitulah wewenang mereka untuk menentukan pengganti nama tersebut. Selebihnya diatur dan dikendalikan oleh pemerintah pusat.50

Dari beberapa hasil wawancara diatas tentu kita dapat melihat banyak sekali masyarakat yang kontra akan program BLSM. Dengan kewajiban dan tanggungjawab sebagai perangkat Desa, tentunya telah dilakukan cara-cara yang dianggap mampu untuk mengatasi dan meredam emosi masyarakat kontra. Upaya-upaya tersebut dilakukan agar masyarakat tahu dan mengerti tentang mekanisme yang telah ditetapkan oleh pemerintah Pusat terkait dengan

Dari hasil wawancara diatas dapat kita ketahui bahwa implementor merasa mereka bukan bagian yang penting dalam pelaksanaan program BLSM. Karena keterbatasan wewenang dan resiko yang diterima ketika masyarakat banyak yang kontra dengan program tersebut. Namun, dari penelitian yang dilakukan di lapangan masih terlihat kurang koordinasi antara perangkat Desa sebagai implementor. Sehingga masih terdapat kekurangan dan permasalahan-permasalahan yang mengganggu pelaksanaan tujuan dari BLSM itu sendiri.

IV.8 Pengaduan Masyarakat dan Langkah-langkah Dalam Mengatasinya

50


(36)

pelaksanaan program BLSM tersebut. Sehingga tujuan dari program tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak menjadi suatu hambatan yang besar dalam proses pelaksanaannya. Adapun hasil-hasil yang telah dirangkum penulis tentang pengaduan masyarakat dan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Desa seperti yang telah diteliti dari salah satu informan yang juga mengatakan bahwa banyak masyarakat yang mengadakan pengaduan dengan mendatangi kantor Desa dan rumah perangkat Desa. Dimana beliau mengatakan hal tersebut dilakukan oleh masyarakat pada pukul 5 (lima) pagi dan bahkan banyak yang membawa benda-benda tajam seperti parang dan sebagainya. Beliau sebagai salah daru implementor member solusi dengan berbicara langsung kepada masyarakat pada saat itu dan menjelaskan kembali tentang proses-proses pendataan yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Kemudian, untuk meredam emosi masyarakat maka beliau memberi tawaran untuk melakukan pendataan ulang dan sudah diserahkan kepada pihak kecamatan untuk diteruskan ke pemerintahan pusat.51

51

wawancara informan Bapak Joni Tarigan ‘ketua BPD’ pada tanggal 05 februari 2014

Hal diatas telah menggambarkan bagaimana peranan dari pemerintah Desa sebagai implementor yang kurang berhasil dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya masyarakat yang melakukan demonstrasi berarti tanggungjawab pemerintah Desa tidak sepenuhnya dilakukan. Sebagai implementor yang baik seharusnya perangkat Desa melakukan sosialisasi lebih awal yang bisa dilakukan dengan musyawarah Desa sebelum hasil verifikasi data dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui PT. Pos Indonesia.


(37)

Bapak Joni Ginting sebagai kepala urusan pemerintahan Desa yang menjadi penanggungjawab terhadap pengaduan-pengaduan masyarakat juga memberikan jawaban terkait dengan pertanyaan diatas, beliau mengatakan bahwa masyarakat yang tidak terima dan mengadu akan dilayani di kantor Desa. Beliau akan berhadapan langsung dengan masyarakat dan memberikan penjelasan terkait dengan keluhan-keluhan yang dimiliki masyarakat. Tugas beliau adalah menjelaskan bahwa proses pendataan bukan dilakukan di pemerintahan Desa. Tapi melalui tim Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 yang lalu. Dengan demikian, beliau berhadap masyarakat paham terhadap proses pendataan tersebut. Dan untuk perbaikan selanjutnya diharapkan agar masyarakat mencari informasi-informasi bilamana akan diadakan program-program bantuan sejenis BLSM oleh pemerintah pusat agar tidak terjadi kesalahan komunikasi antar pihak yang terkait.52

Kurangnya koordinasi dan komunikasi antar pihak terkait dalam pelaksanaan program BLSM dapat menjadi suatu penghalang tercapainya tujuan dari suatu program. Sehingga diharapkan pada proses perencanaan sampai pada tahapan evaluasi, komunikasi dan koordinasi tetap berjalan dengan cepat dan baik agar sasaran terpenuhi dan tujuan program tersebut bisa tercapai.

52


(38)

IV.9 Metode dan Intensitas Sosialisasi

Menurut pemahaman penulis, sosialisasi awal sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap mekanisme yang akan dilakukan dalam pelaksanan program BLSM tersebut. Kekeliruan-kekeliruan masyarakat dapat terobati dengan adanya sosialisasi atau musyawarah yang dilakukan oleh pemerintahan Desa. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak diindahkan oleh pejabat pemerintah Desa khususnya di Desa Suka Rende. Sosialisasi pintu ke pintu (door to door) menjadi satu-satunya cara yang dianggap efektif oleh perangkat Desa. Hal itupun dilakukan hanya beberapa kali saja dan dilakukan ketika program sudah berjalan kepada masyarakat yang menerima program BLSM tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, hanya ada satu perangkat Desa yang melakukan musyawarah kepada masyarakat sebelum program tersebut berjalan. Hal ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang aturan-aturan dalam setiap proses pelaksanannya. Sehingga pemahaman masyarakat cukup baik dan mampu mencegah kendala-kendala yang menjadi penghalang berjalannya suatu program.

Maka hasil wawancara peneliti dengan informan ketika menanyakan tentang metode dan intensitas sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat yang dijawab oleh Bapak Effendi Sinulingga mengatakan beliau pernah melakukan musyawarah dengan masyarakat di dusun 5 (lima) yang diadakan di kantor Desa. Musyawarah tersebut dihadiri oleh warga dusun dan ketika itu beliau memberikan sosialisasi tentang mekanisme program tersebut. Sosialisasi tersebut dilakukan sebelum dikeluarkannya nama-nama masyarakat yang lulus verifikasi data.


(39)

Berbekal pengetahuan yang diperoleh dari penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan kemudian disampaikan oleh beliau pada musyawarah tersebut. Menjelaskan bahwa tugas beliau hanya sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan pusat dalam pelaksanaan program BLSM yang memiliki keterbatasan wewenang terkait program tersebut. Beliau memberitahukan masyarakat bahwa pendataan dilakukan pada tahun 2011 yang lalu, kemudian data tersebut yang diolah oleh pemerintah pusat untuk menentukan nama-nama penerima sesuai dengan indikator yang berlaku. Tidak mempunyai hak dalam menentukan warga yang akan diluluskan terkecuali jika ada warga di dusun lima yang sudah meninggal atau memulangkan Kartu Perlindungan Sosial karena merasa tidak layak untuk mendapatkan BLSM. Dalam hal itu beliau menuturkan akan mendiskusikan dengan kepala Desa untuk menentukan warga yang akan menjadi pengganti.

Menurut pemahaman beliau, tugasnya sebagai implementor hanya memberikan informasi kepada masyarakat, melakukan koreksi terhadap kesalahan penulisan nama di dalam KPS dan melakukan pengawasan terhadap berjalannya program tersebut khususnya masyarakat penerima BLSM yang berada di dusun lima.53

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa Bapak Effendi Sinulingga sudah menjalankan tugas dengan baik sebagai implementor. Namun, hal tersebut tidak diikuti oleh implementor-implementor lainnya. Sehingga terjadi ketimpangan dalam proses implementasi yang terjadi di Desa Suka rende.

53


(40)

Implementor-implementor mempunyai cara masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Beliau melaksanakan tanggungjawab sesuai dengan yang diamanatkan oleh pemerintah sehingga masyarakat dusun lima merasa cukup puas dengan pelayanan yang diberikan.

IV.10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pembagian KPS dan Penanganan Pengaduan Masyarakat

Untuk mencapai tujuan pelaksanaan pogram BLSM, maka menteri dalam negeri mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan untuk Gubernur, Bupati/Walikota dan diteruskan ke pemerintahan yang lebih kecil sampai ke pemerintahan Desa dengan menginstruksikan 10 (sepuluh) poin yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Desa. Mengenai perwujudan yang telah dilakukan oleh pemerintah Desa, peneliti telah mengumpulkan data tentang wujud instruksi mendagri pada poin melaksanakan atau mengaktifkan Pos pengaduan masyarakat (Posdumas) yang diperoleh dari Bapak Ngadimin yang mengatakan bahwa untuk Pos pengaduan masyarakat tersebut tidak ada dibuat di Desa. Tetapi jika ada warga yang memiliki pengaduan dan permasalahan maka telah ditetapkan kepada kepala urusan pemerintahan yang siap membantu keluhan masyarakat. Atau bila masyarakat merasa sulit untuk menjangkau kantor desa sebagai tempat untuk bertemu dengan kepala urusan pemerintahan, biasanya keluhan tersebut disampaikan kepada kepala dusun masing-masing untuk diselesaikan. Apabila hal


(41)

tersebut tidak dapat ditangani, biasanya kepala dusun akan menyampaikan kepada kepala Desa atau sekretaris untuk dimusyawarahkan.54

Informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat juga mengatakan bahwa memang tidak ada dibentuk atau dijalankannya pos pengaduan masyarakat tersebut. Sehingga peneliti melanjutkan pertanyaan tentang kegiatan atau pekerjaan lain yang dilakukan perangkat Desa untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat demi tercapainya tujuan pelaksanaan program BLSM. Maka jawaban dari informan yaitu dengan mengadakan rapat pemerintah beserta perwakilan dari masyarakat guna membahas permasalahan yang ada di masyarakat.55

Sebenarnya jawaban dari informan tersebut merupakan kegiatan yang wajib untuk dilaksanakan. Bukan merupakan kegiatan tambahan diluar dari instruksi menteri dalam negeri yang dimaksud diatas. Maksud dari pertanyaan peneliti sebenarnya lebih mengarah kepada tindakan pribadi yang dilakukan oleh perangkat Desa sebagai salah satu implementor program BLSM. Satu-satunya jawaban yang diberikan informan yang sesuai dengan maksud peneliti adalah jawaban dari Bapak Effendi Sinulingga yang memiliki jabatan sebagai Kadus 5 (lima). Beliau mengatakan sebagai orang yang beragama, dia sering menyampaikan informasi atau penjelasan bila ada kegiatan keagamaan. Misalnya saja kegiatan ‘Perpulungen Jabu-Jabu’ (bahasa Karo). Dengan cara tersebut

54

wawancara informan Bapak Ngadimin ‘Kadus 2’ pada tanggal 06 februari 2014

55


(42)

sedikit banyak masyarakat merasa terbantu khususnya bagi mereka yang memiliki kekecewaan karena tidak dapat bantuan tersebut.56

Setiap kebijakan pasti mempunyai sisi kekuatan dan kelemahannya. Termasuk dalam pelaksanaan program BLSM ini. Peneliti telah mendapat informasi mengenai kelemahan dan tanggapan untuk perbaikan yang perlu dilakukan agar sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Hasil rangkuman wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan salah satunya yaitu tidak tepat sasaran masyarakat yang menerima bantuan tersebut, ditambah dengan penggunaan uang yang diberikan pemerintah tidak tepat guna. Seperti yang disampaikan Bapak Rusman Sinulingga bahwa penggunaan uang tersebut tidak sesuai dengan tujuan perencanaan program tersebut. Beliau mengatakan permasalahan seperti ini disebabkan karena kondisi sosial masyarakat yang masih sangat buruk. Budaya bermain judi dan berfoya-foya masih melekat kental sehingga apapun yang menjadi bentuk program bantuan masyarakat tidak bisa dipergunakan dengan efektif. Beliau mengatakan seharusnya pemerintah mempersiapkan tim khusus untuk sosialisasi program BLSM. Tidak hanya pada pendataan saja dan data yang digunakan seperlunya dilakukan pembaharuan agar kondisi masyarakat benar-benar sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

IV.11 Kekurangan dan Kelemahan Proses Pelaksanaan Program BLSM

57

56

wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014

57

wawancara informan Bapak Rusman Sinulingga ‘KaUr Keuangan sekaligus bendahara Desa’ pada tanggal 02 februari 2014


(43)

Bapak Efendi Ketaren juga membenarkan hal diatas, namun beliau memiliki jawaban yang lebih kompleks terkait kelemahan pelaksanaan program BLSM yang mengatakan pada awal perencanaan saja sudah bermasalah. Dimana seharusnya program tersebut dilaksanakan untuk lima bulan yang kemudian dipangkas menjadi empat bulan saja. Pencairan dana yang tidak tepat waktu dan wewenang beliau sebagai implementor hanya sebatas pemberi informasi dan menangani pengaduan masyarakat. Melihat dampak yang dihasilkan dari program tersebut sangat sedikit karena perencanaan program didasari atas kenaikan harga BBM. Perlunya perencanaan yang matang akan lebih maksimal hasilnya dibandingkan dengan perencanaan yang terkesan terburu-buru.58

Dari jawaban beberapa perangkat Desa diatas dapat kita lihat bahwa masih banyak yang menjadi kekurangan dalam pelaksanaan program BLSM yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Kebijakan yang dikeluarkan secara tergesa-gesa tanpa perencanaan yang panjang tentunya memiliki banyak kelemahan seperti yang disampaikan dari hasil wawancara diatas. Program BLSM termasuk salah satu kebijakan yang dikeluarkan tanpa perencanaan yang matang. Situasi kenaikan BBM yang membuat pemerintah berfikir untuk membuat program bantuan yang sebenarnya dilaksanakan hanya untuk meredam emosi masyarakat kita. Dimana pasca kenaikan harga BBM, demonstrasi besar-besaran dilakukan oleh masyarakat yang tidak setuju dengan kenaikan tersebut yang dilakukan di hampir setiap daerah di Indonesia.

58


(44)

BAB V

ANALISA DATA

Dalam bab ini akan dianalisis semua data yang diperoleh dari hasil penelitian seperti yang disajikan dalam bab sebelumnya. Adapun analisa yang dilakukan adalah teknik analisa kualitatif deskriptif dengan tetap mengacu pada hasil interpretasi data dan informasi sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian.

Dari seluruh data dan informasi yang telah diperoleh, baik melalui studi pustaka, wawancara dengan informan dari perangkat Desa Suka Rende dan masyarakat sebagai sasaran kebijakan, observasi melalui catatan-catatan penulis sewaktu melakukan penelitian dilapangan, maka dapat diberikan analisis tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Desa Suka Rende.

Kebijakan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Pusat yang dikeluarkan untuk mempertahankan bahkan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat terkait dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak akibat pengurangan nilai subsidi. Maka berkaitan dengan Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, penulis telah mengajukan beberapa pertanyaan berdasarkan indikator yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Dan pada bab ini dianalisis data-data yang berhubungan dengan variabel persepsi masyarakat


(45)

dan variabel dalam proses pelaksanaannya. Dari seluruh informasi dan data yang telah dikumpulkan, baik mulai dari studi pustaka, wawancara dengan informan, studi dokumentasi maupun catatan-catatan penulis tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat di Desa Suka Rende, maka dapat dianalisis hasilnya sebagai berikut:

V.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Progam BLSM

Persepsi merupakan suatu respon atau tanggapan dari seorang individu untuk memberikan pemahaman, penilaian, pendapat yang berkaitan dengan objek tertentu. Setiap individu pasti mempunyai persepsi yang berbeda-beda. Namun, makna dari persepsi yang diberikan individu bila dikaitkan dengan individu lainnya artinya bisa sama atau menyerupai. Masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang ada di Desa Suka Rende memberikan persepsi yang berbeda-beda tentang program BLSM di Desa tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan, maka dapat diberikan analisis bahwa program BLSM dari segi manfaatnya memang bermanfaat tetapi kurang mencukupi dari jumlahnya. Hal tersebut bila dikaitkan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak yang diikuti dengan kenaikan harga bahan pangan lainnya tentu membuat efektifitas dari bantuan tersebut menurun. Untuk menambah pemenuhan kebutuhan sehari-hari, jumlah uang yang diberikan tidak mencukupi dan jauh dari harapan masyarakat. Pada tahapan perencanaan, program BLSM seharusnya diberikan selama 5 bulan dengan jumlah Rp. 150.000 per bulannya. Namun, dikarenakan anggaran yang telah ditetapkan maka untuk biaya


(46)

operasionalisasinya diambil dari dana tersebut. Sehingga terjadi pengurangan anggaran yang akan dikeluarkan dan pada akhirnya program BLSM hanya diberikan selama 4 bulan saja. Dengan jumlah dana yang akan diterima masyarakat sebesar Rp. 150.000 per bulan, membuat masyarakat merasa bahwa jumlah tersebut sangat tidak memadai. Persepsi lain yang diperoleh dari informan mengenai program tersebut bahwa masyarakat lebih memilih tidak mendapat dana bantuan tersebut dengan catatan bahwa harga Bahan Bakar Minyak dan harga bahan pokok lainnya tidak mengalami kenaikan. Perencanaan program BLSM yang dikeluarkan oleh Pemerintah disusun pasca kenaikan harga BBM dan diikuti dengan demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat hampir pada setiap wilayah di Indonesia. Pelaksanaan program tersebut tidak terlepas dari intervensi politik dan sosial di dalam pemerintahan agar emosi masyarakat bisa diredam karena di iming-imingi dengan bantuan tersebut. Tujuan pelaksanaan program BLSM adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat miskin dan masyarakat rentan miskin tidak diseimbangin dengan jumlah dana yang dikeluarkan. Masyarakat penerima BLSM merasa jumlah tersebut tidak logis walaupun rumah tangga sasaran bukan merupakan pengguna Bahan Bakar Minyak sebagaimana yang terlihat di dalam indikator-indikator bahwa masyarakat yang berhak menerima bantuan tersebut tidak mempunyai kendaraan bermotor atau kapal motor baik dalam bentuk kredit.

Tujuan yang ditetapkan pemerintah terhadap program tersebut belum terlaksana di masyarakat khususnya di Desa Suka Rende. Dari hasil analisa yang diperoleh berdasarkan jawaban informan terdapat faktor-faktor yang


(47)

mempengaruhi hal tersebut misalahnya faktor sosial dan budaya masyarakat yang merasa bahwa bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu sebagai suatu rejeki sehingga pemanfaatannya belum sesuai dengan tujuan tersebut.

V.2 Mekanisme Pelaksanaan dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat

Pelaksanaan program BLSM tentunya mempunyai tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya, mekanisme tersebut dimulai dari pendataan oleh tim PPLS dengan menggunakan data terakhir di tahun 2011. Kemudian pengumuman hasil verifikasi data bagi rumah tangga sasaran yang berhak mendapatkan BLSM tersebut. Tahapan berikutnya adalah koordinasi dengan PT. Pos Indonesia sebagai tempat pencairan dana sekaligus pengambilan Kartu Perlindungan Sosial sebagai bukti bahwa rumah tangga sasaran tersebut sebagai penerima dana bantuan BLSM. Selanjutnya pemerintah Desa sebagai pemerintahan terdekat masyarakat menjalani tugas dalam mengurus administrasi masyarakat yang dibutuhkan dan penyampai informasi kepada masyarakat terkait dengan pelaksanaan program BLSM tersebut.

Hasil analisa yang diperoleh mengenai mekanisme yang dilalui masyarakat berdasarkan wawancara terlihat bahwa masyarakat tidak merasa rumit dalam proses mekanisme tersebut. Setelah nama-nama rumah tangga sasaran dikeluarkan dengan menempelinya dibalai Desa dan warung-warung sekitar Desa yang dilengkapi dengan tanggal pengambilan dan persyaratan yang dibutuhkan, masyarakat merasa dimudahkan karena persyaratan yang dibutuhkan


(48)

untuk pengambilan dana pertama sekaligus Kartu Perlindungan Sosial hanya KTP dan Kartu Keluarga.

Jadwal yang sudah ditentukan membuat mekanisme tersebut lebih tertib dan ketika masyarakat melakukan pegambilan dana ke kantor Pos hanya perlu mengantri sampai nama warga yang bersangkutan dipanggil untuk menerima uang, menandatangani surat penerimaan dana tersebut. Masyarakat terlibat langsung dalam mekanisme ini tidak mendapat kendala-kendala yang sulit karena tidak ada penundaan secara tiba-tiba dan proses yang dilalui tidak berbelit-belit dan membutuhkan waktu yang panjang.

V.3 Tanggungjawab Pemerintah Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat

Pemerintah Desa sebagai implementor mempunyai tanggungjawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat penerima bantuan BLSM. Kinerja implementor menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan yang dijalankan. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang terkait dengan tanggungjawab implementor menjadi suatu yang harus dilakukan.

Dari data yang diperoleh di Desa Suka Rende mengenai kinerja implementor berdasarkan wawancara informan Bapak Misno pada tanggal 02 februari 2014 mengatakan secara sudah cukup bagus terlepas dari permasalahan yang pernah terjadi di Desa tersebut. Ketika nama-nama penerima BLSM


(49)

dikeluarkan oleh kantor Pos Indonesia. Banyak masyarakat yang melakukan demonstrasi karena mereka tidak dapat bantuan tersebut. Tindakan demonstrasi terjadi karena adanya kekecewaan masyarakat yang merasa bahwa mereka layak menerima bantuan tersebut.

Dengan kejadian tersebut, tanggungjawab yang dilakukan oleh perangkat Desa (Implementor) adalah dengan inisiatif untuk mengajukan permohonan kembali masyarakat yang dianggap layak untuk menerima BLSM. permohonan tersebut disampaikan ke pemerintahan Kecamatan untuk diteruskan ke pemerintahan yang lebih tinggi. Namun, sampai saat ini permohonan pengajuan tersebut belum mendapat jawaban hingga program BLSM sudah berakhir masa pelaksanaannya. Diluar sosialisasi, pelayanan yang diberikan oleh implementor hanya sebatas itu saja.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dilapangan, masyarakat tidak bisa memberikan tanggapan secara mendalam mengenai tanggungjawab implementor tersebut. Penggambaran masyarakat tentang tanggjungjawab perangkat Desa mencakup keseluruhan kinerja dan tugas-tugas pemerintahan Desa dalam bidangnya.

V.4 Intensitas Sosialisasi dan Pengawasan yang Dilakukan Implementor

Sosialisasi merupakan suatu proses untuk menyampaikan informasi yang dilakukan melalui berbagai cara salah satunya dengan komunikasi baik secara langsung maupun komunikasi tidak langsung. Salah satu tugas implementor


(50)

dalam pelaksanaan program BLSM adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi-informasi mengenai BLSM tersebut. Sosialisasi yang baik tidak hanya sebatas memberikan informasi tetapi melakukan pengawasan untuk menjaga bahwa informasi yang diberikan benar-benar sampai kepada masyarakat.

Pemerintah Desa Suka Rende sebagai implementor yang terdiri dari 6 (enam) Dusun memiliki kepala dusun disetiap dusunnya. Setiap kepala dusun mempunyai cara masing-masing dalam melakukan sosialisasi ke masyarakat. Beberapa kepala dusun menggunakan metode sosialisasi tidak langsung yaitu dengan menempel poster-poster yang berisikan informasi terkait persyaratan, jadwal pengambilan dana dan lokasi pengambilan dana tersebut. Kepala dusun menempel poster tersebut di warung-warung sekitar masyarakat. Hal ini dinggap sebagai langkah untuk mengefisiensikan waktu dalam sosialisasi. Sebagian masyarakat merasa ada ketidaknyamanan dengan cara sosialisasi tersebut. Namun tidak menepis bahwa ada juga masyarakat yang setuju dengan hal tersebut karena alasan kondisi sosial di dusun tersebut dianggap sesuai dengan cara sosialisasi seperti itu.

Data dari dusun lain yang diperoleh bahwa cara kepala dusun menyampaikan informasi dengan menggunakan teknik pintu ke pintu (door to door). Tanggapan masyarakat terhadap hal ini merasa bahwa sudah efektif karena tidak merepotkan bagi masyarakat. Mereka tidak perlu membuang waktu untuk melakukan musyawarah dalam penyampaikan informasi. Namun, intensitas


(51)

sosialisasi tersebut masih rendah karena dilakukan hanya dua kali selama berjalannya program tersebut. Yaitu pada penerimaan dana yang pertama dan penerimaan dana yang kedua. Intensitas sosialisasi tersebut sangat kurang melihat program tersebut berjalan selama empat bulan.

Hanya satu kepala dusun yang melakukan sosialisasi tambahan yaitu kepala dusun 5 (lima). Bapak Effendi melakukan sosialisasi awal sebelum pengumuman hasil verifikasi data dikeluarkan dengan melakukan musyawarah dusun dibalai Desa. Sehingga informasi terkait proses mulai dari pendataan sampai pada persyaratan dan jadwal pengambilan dana disampaikan secara lengkap oleh beliau. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya permasalahan antarwarga bilamana hasil verifikasi tersebut dikeluarkan oleh PT. Pos Indonesia. Pada masa pengambilan dana kepala dusun 5 (lima) juga terus melakukan sosialisasi dan pengawasan terhadap masyarakatnya. Keluhan-keluhan dari masyarakat juga dapat diselesaikan dengan cepat karena adanya pengasawan tersebut. Masyarakat merasa puas dan terlayani dengan baik karena kinerja yang dilakukan Bapak Effendi terlaksana dan efektif.

Namun tidak semua perangkat Desa melakukan hal yang sama dengan beliau. Tidak semua perangkat Desa menjalankan tugas tersebut dengan baik, sehingga terjadi ketimpangan informasi yang diperoleh masyarakat di Desa tersebut. Tetapi masyarakat tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut karena mereka yang berperan langsung dalam pengambilan dana, sehingga informasi


(52)

juga bisa didapatkan ketika mereka berada di Kantor Pos untuk pencairan dana tersebut.

V.5 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat

Menteri Dalam Negeri yang saat ini dipimpin oleh Bapak Gamawan Fauzi dalam rangka menyukseskan pelaksanaan program BLSM telah mengeluarkan surat keputusan yang berisikan 10 (sepuluh) poin-poin yang disampaikan kepada Gubernur hingga pemerintahan Desa tentang pembagian KPS dan Penanganan Pengaduan Masyarakat telah menginstruksikan perangkat Desa terdahap poin-poin yang harus dilaksanakan. Hal ini dilakukan agar tujuan dari program BLSM benar-benar tercapai dan masyarakat sebagai sasaran program ini dapat merasakan manfaat yang diharapkan.

Melihat perencanaan yang matang yang dilakukan oleh pemerintah pusat, maka diharapakan pada pemerintah yang lebih rendah dapat menyukseskan pelaksanaan sebagaimana yang telah ditentukan tahapannya. Untuk melihat pelaksanaan yang terjadi di lapangan khususnya di Desa Suka Rende khususnya poin-poin yang harus dilaksanakan oleh pemerintah Desa telah didapat hasil terhadap pelaksanaan tersebut.

Pemerintah Desa sebagai implementor program BLSM bagi masyarakat Desa mengatakan bahwa yang hal dimaksud diatas hanya sebagian yang dilakukan oleh pemerintah Desa. Poin yang dilakukan antara lain adalah


(53)

menyampaikan informasi tentang KPS kepada masyarakat penerima KPS, melakukan verifikasi rumah tangga yang dapat diganti karena alasan bahwa rumah tangga sasaran tersebut sudah meninggal dunia, menetapkan nama rumah tangga pengganti, pengiriman rekapitulasi, menyampaikan Surat Keterangan Rumah Tangga Miskin yang telah ditandatangani sebagai bukti bahwa rumah tangga pengganti memang layak untuk menerima bantuan tersebut dan menyelesaikan pengaduan masyarakat.

Di dalam poin tentang menyelesaikan pengaduan masyarakat dilaksanakan dengan membentuk atau mengaktifkan kembali Pos Pengaduan Masyarakat (Posdumas) sebagai posko pengaduan KPS yang terjadi dilapangan tidak dilakukan sesuai dengan instruksi mendagri tersebut. Implementor di Desa Suka Rende mempunya cara yang berbeda dalam penanganan pengaduan masyarakat tersebut. Pemerintah Desa tidak ada membentuk atau mengaktifkan Pos yang dimaksud diatas.

Sebagai bentuk perwujudannya, perangkat Desa menugaskan kepala urusan pemerintahan menjadi penanggungjawab segala pengaduan masyarakat terhadap program tersebut. Kepala urusan pemerintahan bersiaga di kantor kepala Desa dalam penyelesaian pengaduan tersebut. Oleh kareena itu, jika ada salah seorang warga yang memiliki kendala atau pengaduan maka warga tersebut langsung mendatangi kantor kepala Desa untuk bertemu kepala urusan pemerintahan untuk mencari solusi dan menyelesaikan urusan warga tersebut.


(54)

Cara tersebut dianggap lebih efektif dan efisien bagi kondisi masyarakt di Desa Suka rende, mengingat fungsi kepala urusan pemerintahan sebagai pelaksana urusan-urusan pemerintahan bagi masyarakat. Sehingga fungsi-fungsi dari tiap bidang dalam struktur pemerintahannya dalam dilaksanakan. Namun, mengingat surat keputusan menteri dalam negeri nomor 541/3150/SJ Tahun 2013, Pos yang dimaksud seharusnya dilaksanakan di Desa Suka Rende. Oleh karena itu pelaksanaan program BLSM kepada masyarakat terdapat kekurangan khusunya di tertib administrasi.

V.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dalam Proses Pelaksanaan

Didalam proses pelaksanaan suatu program atau kebijakan, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja implementor yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kebijakan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

1. Komunikasi

Implementasi atau pelaksanaan dapat berjalan dengan baik bila tujuan-tujuan dari suatu program dapat dipahami oleh implementor yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan tersebut. Komunikasi merupakan persyaratan pertama yang harus dilakukan implementor agar suatu kebijakan dapat berjalan efektif. Kejelasan dan tujuan kebijakan tersebut perlu dikomunikasikan secara tepat kepada setiap implementor


(55)

secara konsisten dan seragam, sehingga implementor mengetahui secara tepat tujuan dari suatu program yang akan dilaksanakan.

Mengenai komunikasi yang ada di Desa Suka Rende belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap tiap-tiap kepala dusun dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Tidak ada satu komando yang diberikan kepala Desa untuk memberikan penjelasan kepada kepala dusun dalam melakukan sosialisasi. Sehingga tidak ada keseragaman pelaksanaan atau tugas-tugas yang dilakukan oleh kepala dusun. Seharusnya untuk mencapai tujuan yang tepat, perlu dikomunikasikan kepala unit-unit pelaksana tentang tujuan tersebut, cara-cara penyampaian tujuan maupun cara penanganan masalah.

Komunikasi yang kurang baik menjadikan masyarakat memiliki pengetahuan dan kecepatan untuk memperoleh informasi yang berbeda-beda pula. Sehingga antarwarga didalam masyarakat kerap melakukan komunikasi untuk bertukar informasi tentang pelaksanaan program BLSM, dimana seharusnya hal tersebut menjadi pekerjaan yang harus dilakukan oleh implementor.

2. Sumber Daya

Sumber daya dapat berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor dan jumlah implementor yang tersedia. Di Desa Suka Rende, kompetensi sumber daya implementor cukup baik melihat kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Namun, dari semua perangkat Desa hanya satu yang tingkat pendidikannya lulusan sarjana.


(56)

Hal tersebut tidak menjadi acuan untuk menilai kemampuan dan keahlian dri perangkat Desa tersebut.

Komponen sumber daya yang menjadi permasalahan di Desa Suka Rende adalah jumlah pelaksana yang sangat sedikit dan tidak sebanding dengan jumlah masyarakatnya. Kepala dusun sebagai implementor yang paling bertanggungjawab khususnya bagi masyarakat di dusun yang dipimpinnya. Seorang kepala dusun dengan jumlah warga yang lebih dari 200jiwa dikatakan kurang efektif untuk mengurus segala urusan warganya. Setiap implementor program BLSM juga belum tentu dapat memberikan efek yang positif terhadap masyarakat.

Keseimbangan antara jumlah sumber daya dan jumlah tanggungjawab yang harus diemban harus dijaga agar pelaksanaan suatu program dapat berjalan dengan baik. Belum lagi dengan perangkat Desa yang merasa bahwa tanggungjawabnya bukan sebagai implementor program BLSM, melainkan hanya sebagai perangkat Desa yang menjalankan tugas-tugas desa saja. Ketidakseimbangan tersebut tentunya akan membuat tujuan suatu kebijakan yang dilaksanakan tidak tercapai dengan efektif.

3. Disposisi

Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti kejujuran, komitmen, keikhlasan, netral atau tidak pilih kasih dan demokratis. Sikap implementor tentu akan mempengaruhi efektifitas pelaksanaan suatu program. Kecenderungan-kecenderungan


(57)

implementor bisa menjadi penghambat, tetapi apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti tujuan utama kebijakan tersebut.

Berdasarkan hasil pengumpulan data-data dilapangan, diketahui bahwa kejujuran dari implementor sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya pungutan atau biaya administrasi yang dikenakan kepada msyarakat dalam pengurusan surat dan berkas-berkas untuk keperluan penerimaan BLSM tersebut. Dari pengakuan masyarakat mengatakn bahwa dana BLSM yang diterima 100% penuh sampai ke masyarakat. Tidak ada biaya tambahan maupun biaya lainnya yang harus ditanggung masyarakat.

Tetapi bila melihat komitmen dan keikhlasan para implementor, belum semua implementor memiliki komitmen yang baik untuk menyukseskan pelaksanaan BLSM. Hal ini dipengaruhi oleh karena tidak adanya pendapatan atau gaji tambahan bagi implementor. Pelaksanaan program BLSM justru hanya menambah tugas dan tanggungjawab implementor termasuk waktu dan tenaga yang dikeluarkan. Implementor yang menjalankan tugas dengan setengah hati belum mampu menjadikan pelaksanaan yang diharapkan dalam di implementasikan dengan baik. 4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi pemerintahan Desa Sukarende yang dipimpin oleh seorang kepala Desa dengan seorang sekretaris dan adanya badan permusyawaratan Desa (BPD) dengan anggota-anggotanya. Kepala urusan


(58)

dibidang pemerintahan, keuangan, umum da bidang pembangunan juga ada di Desa Suka Rende lengkap dengan anggota-anggotanya disetiap bidang. Karena luas wilayah administratif yang cukup luas dan dengan jumlah penduduk yang banyak maka dibuat dusun-dusun dengan kepala dusun sebagai peminpim terdekat. Setiap posisi atau jabatan mempunyai tugas masing-masing begitu juga dengan pelaksanaan BLSM.

Setiap struktur birokrasi pasti mempunyai norma-norma dan SOP (Standard Operating Procedures). Namum, pemerintah Desa jika dilihat sebagai implementor dalam pelaksanaan program BLSM tidak mempunyai SOP yang dimaksud dalam menjalankan tugasnya demi tercapainya tujuan dari program tersebut. Penetapan pemerintah Desa sebagai implementor BLSM tidak dilakukan pemilihan atau penunjukan. Sehingga semua perangkat Desa menjadi implementor tanpa ada tim yang dikhususkan sebagai agen pelaksana untuk membantu tugas pemerintah Desa selain tim PPLS yang mendata masyarakat pada Tahun 2011 lalu.

Struktur yang dipakai oleh implementor merupakan struktur kepengurusan desa pada peroide saat ini. Maka dari itu pelaksanaan program BLSM di Desa Suka Rende tidak terstruktur dengan baik karena hanya mengandalkan struktur pemeritahan Desa saja. Sehingga kinerja yang dihasilkan belum mencakup semua aspek penting dalam pencapaiannya. Hal tersebut justru membuat masyarakat berfikir bahwa disetiap program atau kebijakan pemerintah, yang menjadi penanggungjawab dan pelaksananya adalah pemerintah Desa. Sehingga


(59)

pemerintah Desa kerap menjalani fungsi ganda diluar tugas mereka sebagai pelayan masyarakat Desa.

V.7 Kelemahan dan Kendala Dalam Proses Pelaksanaan Program

Kelemahan dari proses pelaksanan suatu kebijakan pasti selalu ada. Yang terpenting adalah bagaimana mengelola kelemahan dan kendala tersebut menjadi suatu hasil yang sangat baik.

Salah satu kendala yang dihadapi oleh imlementor adalah kurang responnya masyarakat terhadap tujuan dari BLSM tersebut. Sasaran dan tujuan telah ditetapkan. Namun masih banyak terdapat kendala dan kelemahannya itu. Seperti salah satu pengakuan informan yang mengatakan bahwa data yang digunakan adalah data tahun 2011. Selama dua tahun lebih sudah data itu ada. Dan sudah pasti ada beberapa masyarakat yang dulu sebagai masyarakat miskin tetapi sekarang kondisi ekonominya sudah berubah. Pembaharuan pendataan sangat diperlukan agar sasaran yang akan ditentukan benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Indikator-indikator dalam menentukan rumah tangga sasaran tidak dipergunakan dengan baik. Pemerintah Desa sebagai implementor justru tidak mempunyai hak untuk menentukan rumah tangga yang layak sebagai penerima. Hal ini sangat disayangkan karena pemerintah Desa sebagai pemberi pelayanan masyarakat pasti lebih tahu kondisi ekonomi masing-masing warganya.


(60)

Ditambah dengan setiap kebijakan atau program yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak melalui perencanaan yang matang. Dimana seharusnya setiap kebijakan itu sebelum diimplementasikan perlu diterapkan kepada msyarakat tentang pengetahuan dan tujuan yang lebih khusus yang ingin dicapai dari kebijakan tersebut. Tidak ada tanggungjawab sosial dari masyarakat terhadap kebijakan menjadikan arah dari kebijakan itu tidak tepat. Masyarakat hanya sebagai penikmat tanpa ditanamkan jiwa semangat untuk lebih berusaha dalam meningkatkan pendapatannya. Masyarakat menjadi tidak mandiri dan hanya menunggu bantuan-bantuan yang akan diberika oleh pemerintah saja.

Kebijakan mengenai program BLSM juga terkesan dipaksakan karena untuk meredam emosi masyarakat akibat kenaikan BBM yang mencapai 30% dari harga sebelumnya. Sehingga penyusunan perencanaan juga dilakukan dengan waktu yang singkat. Dengan uang sebesar Rp. 150ribu tiap bulan sementara harga kebutuhan pokok melonjak naik, transportasi naik maka keefektifan dana bantuan tersebut sangan kecil.59

Jadi dapat dikatakan bahwa kelemahan dan kendala dalam pelaksanaan program BLSM masih sangat banyak. Ditambah dengan ketidaksiapan dari implementor sebagai agen pelaksana membuat proses pelaksanaannya terlihat apa adanya.

59


(61)

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian lapangan yang penulis lakukan selama ini serta memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam penulisan hasil penelitian ini.

VI.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persepsi masyarakat Desa Suka Rende terhadap program BLSM sangat bervariasi dan terdapat perbedaan. Perbedaan persepsi tersebut berkaitan dengan faktor-faktor internal maupun eksternal masyarakat, yaitu: fisiologis, perhatian, minat, kebutuhan yang searah, pengalaman dan ingatan, suasana hati, motivasi, budaya, ukuran dan penempatan dari objek atau stimulus, warna dari objek-objek, keunikan dan kekontrasan stimulus, intensitas dan kekuatan dari stimulus, motion atau gerakan.

2. Terbatasnya peran Pemerintah Desa hanya sebagai fasilitator menyebabkan pelaksanaan program BLSM di Desa Suka Rende belum berjalan dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari pengaduan masyarakat dengan melakukan demonstrasi terhadap pemerintah Desa sebagai implementor.


(62)

3. Perangkat Desa belum mampu untuk melaksanakan instruksi menteri dalam negeri tentang pelaksanaan pembagian kartu perlindungan sosial dan penanganan pengaduan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara, perangkat Desa melaksanakan tanggungjawab dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kemauan dan kemampuan masing-masing, minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh perangkat Desa terhadap pelaksanaan program BLSM.

4. Dalam proses pelaksanaan BLSM juga mendapat beberapa kendala antara lain data yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan rumah tangga sasaran masih menggunakan pendataan tahun 2011, indikator-indikator penerima BLSM tidak dipergunakan dengan baik.

5. Pada level masyarakat, program BLSM tidak mampu mendukung atau meningkatkan daya beli masyarakat karena jumlah uang yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat.

VI.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran-saran sebagai berikut:

1. Dalam perencanaan suatu program, diperlukan kejelasan indikator-indikator yang akan digunakan. Pembaharuan data masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan perlu diperbaharui agar sasaran program tersebut sesuai dengan indikator yang dipergunakan.


(1)

vii

I.6.2 Hubungan Antara Persepsi Masyarakat dengan Pelaksanaan

Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat………. 22

I.6.3 Pengertian Pelaksanaan Program (Implementasi)…………. 23

I.6.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Implementasi……….… 25

I.6.4 Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM)….…… 31

I.6.4.1 Kartu Perlindungan Sosial (KPS)……….….. 33

I.6.4.2 Indikator Penerima Program BLSM……….… 39

I.7 Definisi Konsep…..….………. 41

I.8 Sistematika Penulisan………... 43

BAB II METODE PENELITIAN…….……… 44

II.1 Jenis Penelitian………. 44

II.2 Lokasi Penelitian……….. 45

II.3 Informan Penelitian……….. 45

II.4 Teknik Pengumpulan Data……… 45


(2)

BAB III DESKRIPSI LOKASI………...……….. 49

III.1 Kondisi Desa………. 49

III.1.1 Sejarah Desa………. 49

III.1.2 Visi dan Misi………. 51

III.1.3 Demografi………. 52

III.1.4 Keadaan Sosial……….. 53

III.1.5 Keadaan Ekonomi………. 56

III.2 Kondisi Pemerintah Desa………... 56

III.2.1 Pembagian Wilayah Desa………. 56

III.2.2 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa (SOPD)………….. 56

BAB IV PENYAJIAN DATA……….……… 58

IV.1 Latar Belakang Subjek Penelitian………. 58

IV.2 Persepsi Masyarakat Terhadap Program BLSM………….……….. 61

IV.3 Mekanisme Pelaksanaan Program BLSM dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat……… 65

IV.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Tanggungjawab Perangkat Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada masyarakat.. 67


(3)

ix

IV.5 Intensitas Sosialisasi, Metode dan Pengawasan Oleh Implementor Terhadap Rumah Tangga Sasaran………. 70

IV.6 Kinerja Perangkat Desa dan Harapan Perbaikan Terhadap Proses Pelaksanaan BLSM……….……….. 74

IV.7 Persepsi Terhadap Program BLSM dan Partisipasi Langsung Oleh Perangkat Desa……….. 77

IV.8 Pengaduan Masyarakt dan Langkah-Langkah dalam Mengatasinya 80

IV.9 Metode dan Intensitas Sosialisasi……….……… 83

IV.10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pembagian KPS dan Penanganan Pengaduan Masyarakat………. 85

IV.11 Kekurangan dan Kelemahan Proses Pelaksanaan Program BLSM... 87

BAB V ANALISIS DATA………..………… 89

V.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Program BLSM……..……… 90

V.2 Mekanisme Pelaksanaan dan Kendala yang Dihadapi Masyarakat.. 92

V.3 Tanggungjawab Pemerintah Desa (Implementor) dan Pelayanan yang Diberikan Kepada Masyarakat………. 93

V.4 Intensitas Sosialisiasi dan Pengawasan yang Dilakukan


(4)

V.5 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat…….. 97

V.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dalam Proses Pelaksanaan….. 99

V.7 Kelemahan dan Kendala Dalam Proses Pelaksanaan Program….… 104

BAB VI PENUTUP……….…… 106

VI.1 Kesimpulan……… 106

VI.2 Saran………. 107


(5)

xi

DAFTAR TABEL

TABEL 1 Angka Penerima BLSM di Indonesia……… 7

TABEL 2 Sejarah Perkembangan Desa………. 50

TABEL 3 Jumlah Penduduk……….………. 53

TABEL 4 Tingkat Pendidiikan……….…. 53

TABEL 5 Pekerjaan………... 54

TABEL 6 Kepemilikan Ternak………. 54

TABEL 7 Sarana dan Prasarana Desa……… 55

TABEL 8 Identitas Informan………. 59


(6)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1 Kartu Perlindungan Sosial………. 37