83
IV.9 Metode dan Intensitas Sosialisasi
Menurut pemahaman penulis, sosialisasi awal sangat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap mekanisme yang akan
dilakukan dalam pelaksanan program BLSM tersebut. Kekeliruan-kekeliruan masyarakat dapat terobati dengan adanya sosialisasi atau musyawarah yang
dilakukan oleh pemerintahan Desa. Namun, pada kenyataannya hal tersebut tidak diindahkan oleh pejabat pemerintah Desa khususnya di Desa Suka Rende.
Sosialisasi pintu ke pintu door to door menjadi satu-satunya cara yang dianggap efektif oleh perangkat Desa. Hal itupun dilakukan hanya beberapa kali saja dan
dilakukan ketika program sudah berjalan kepada masyarakat yang menerima program BLSM tersebut. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
hanya ada satu perangkat Desa yang melakukan musyawarah kepada masyarakat sebelum program tersebut berjalan. Hal ini dilakukan untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat tentang aturan-aturan dalam setiap proses pelaksanannya. Sehingga pemahaman masyarakat cukup baik dan mampu
mencegah kendala-kendala yang menjadi penghalang berjalannya suatu program. Maka hasil wawancara peneliti dengan informan ketika menanyakan
tentang metode dan intensitas sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat yang dijawab oleh Bapak Effendi Sinulingga mengatakan beliau pernah melakukan
musyawarah dengan masyarakat di dusun 5 lima yang diadakan di kantor Desa. Musyawarah tersebut dihadiri oleh warga dusun dan ketika itu beliau memberikan
sosialisasi tentang mekanisme program tersebut. Sosialisasi tersebut dilakukan sebelum dikeluarkannya nama-nama masyarakat yang lulus verifikasi data.
Universitas Sumatera Utara
84
Berbekal pengetahuan yang diperoleh dari penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan kemudian disampaikan oleh beliau pada musyawarah
tersebut. Menjelaskan bahwa tugas beliau hanya sebagai perpanjangan tangan dari pemerintahan pusat dalam pelaksanaan program BLSM yang memiliki
keterbatasan wewenang terkait program tersebut. Beliau memberitahukan masyarakat bahwa pendataan dilakukan pada tahun 2011 yang lalu, kemudian data
tersebut yang diolah oleh pemerintah pusat untuk menentukan nama-nama penerima sesuai dengan indikator yang berlaku. Tidak mempunyai hak dalam
menentukan warga yang akan diluluskan terkecuali jika ada warga di dusun lima yang sudah meninggal atau memulangkan Kartu Perlindungan Sosial karena
merasa tidak layak untuk mendapatkan BLSM. Dalam hal itu beliau menuturkan akan mendiskusikan dengan kepala Desa untuk menentukan warga yang akan
menjadi pengganti. Menurut pemahaman beliau, tugasnya sebagai implementor hanya
memberikan informasi kepada masyarakat, melakukan koreksi terhadap kesalahan penulisan nama di dalam KPS dan melakukan pengawasan terhadap berjalannya
program tersebut khususnya masyarakat penerima BLSM yang berada di dusun lima.
53
Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa Bapak Effendi Sinulingga sudah menjalankan tugas dengan baik sebagai implementor. Namun, hal tersebut
tidak diikuti oleh implementor-implementor lainnya. Sehingga terjadi ketimpangan dalam proses implementasi yang terjadi di Desa Suka rende.
53
wawancara informan Bapak Effendi Sinulingga ‘Kadus 5’ pada tanggal 05 februari 2014
Universitas Sumatera Utara
85
Implementor-implementor mempunyai cara masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Beliau melaksanakan tanggungjawab sesuai dengan yang diamanatkan
oleh pemerintah sehingga masyarakat dusun lima merasa cukup puas dengan pelayanan yang diberikan.
IV.10 Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Pembagian KPS dan Penanganan Pengaduan Masyarakat