Pengertian Siyasah Dusturiyah Pengertian dan Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah

Secara global hukum Islam dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia kepada Tuhannya ibadah dan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalam masalah- masalah keduniaan secara umum muamalah. Hasbi ash-Shiddieqy membagi hukum Islam secara sistematis menjadi enam utama. Pertama, yang berkaitan dengan masalah ibadah kepada Allah seperti sholat, zakat dan haji; kedua, yang berkaitan dengan keluarga seperti nikah, thalaq dan rujuk; ketiga, yang berkaitan dengan perbuatan manusia dalam hubungannya dengan sesama dalam bidang kebendaan seperti jual beli dan sewa menyewa; keempat, yang berkaitan dengan perang damai dan jihad syiar; kelima, yang berkaitan dengan hukum acara di peradilan murafa‟ah; keenam, yang berkaitan dengan akhlak adab. 36 Dalam buku fiqh siyasah karangan Muhammad Iqbal, enam kelompok ini sebenarnya masih bersifat global. Masih ada lagi beberapa bidang kehidupan manusia yang diatur oleh hukum Islam, yang diantaranya adalah Fiqh Ibadah, Fiqh Muamalah, Fiqh Jinayah, Fiqh Murafa‟ah atau hukum acara, Fiqh Munakahat, Fiqh Mawaris, Fiqh Siayasah. 37 Seperti penjelasan sebelumnya, dari sistematika ini dapat ditarik benang merah kedudukan fiqh siyasah dalam sistematika hukum Islam memegang peranan dan kedudukan penting dalam penerapan dan aktualisasi hukum Islam secara keseluruhan. Dalam fiqh siyasah-lah diatur bagaimana sebuah ketentuan hukum Islam bisa berlaku secara efektif dalam masyarakat Islam. Tanpa keberadaan Negara dan pemerintahan, ketentuan-ketentuan hukum Islam akan sulit terjamin keberlakuannya. Bila dilihat dari pengertian secara etimologis maupun terminologis, objek kajian fiqh siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga Negara dengan warga Negara, hubungan antara warga negara dengan lembaga negara, dan hubungan antara lembaga negara dengan lembaga negara, baik hubungan yang bersifat intern suatu negara maupun hubungan yang bersifat 36 M. Iqbal, Fiqih Syiyayah……………………., hlm. 9 37 M. Iqbal, Fiqih Syiyayah……………………., hlm. 9-12 ekstern antar negara, dalam berbagai bidang kehidupan. 38 Dan dari sumber lain dikatakan bahwa objek kajian fiqh siayasah adalah tentang hubungan antara pemerintah dan rakyatnya dalam upaya menciptakan kesejahteraan dan kemaslahatan bersama. 39 Dari pemahaman tersebut, tampak bahwa kajian fiqh siyasah memusatkan perhatian pada aspek pengaturan. Adapun untuk lebih mengetahui tentang siyasah dusturiyah yang menjadi salah satu topik dalam pembahasan bab ini, tidak akan terlepas dari penjelasan berkenaan dengan luasnya objek kajian fiqh siyasah. Menurut Al-Mawardi, objek kajian fiqh siyasah mencakup kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang-undangan siyasah dusturiyah, ekonomi dan moneter siyasah maliyah, peradilan siyasah qadhaiyyah, hukum perang siyasah harbiyah dan administrasi negara siyasah idariyah. Sedangkan Ibn Taimiyah meringkasnya menjadi empat bidang kajian, yaitu peradilan, administrasi negara, moneter serta hubungan internasional. Sementara Abdul Wahhab Khallaf lebih mempersempitnya menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu peradilan, hubungan internasional dan keuangan negara. 40 Berkenaan dengan pola hubungan antar manusia menuntut pengaturan siyasah, pembagian fiqh siyasah dapat disederhanakan menjadi tiga bagian pokok, yaitu 1 politik perundang-undangan siyasah dusturiyah yaitu yang mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara yang lain dalam batas-batas administrasi suatu negara; 2 politik luar negeri siyasah kharijiyyahdauliyah yaitu yang mengatur antara warga negara dengan lembaga negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari negara lain; 3 politik keuangan dan moneter siyasah maliyah yaitu yang mengatur tentang pemasukan, pengelolaan, dan pengeluaran uang milik negara. 38 A. Jazuli, Fiqih Siyasah…………………..., hlm. 46 39 M. Iqbal., Fiqih Siyasah ………………….,. hlm. 15 40 M. Iqbal., Fiqih Siyasah …………………., hlm. 13 Berdasarkan pengertian siyasah dusturiyah di atas, di mana pengaturan hubungan antara warga negara dengan lembaga negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara yang lain diatur dalam batas-batas administrasi suatu negara. Karenanya, permasalahan di dalam fiqh siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, di dalamnya biasanya dibatasi hanya membahas pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.

2. Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah

Fiqh siyasah dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan kompleks. Sekalipun demikian, secara umum, disiplin ini meliputi hal-hal sebagai berikut: 1 Persoalan imamah, hak dan kewajibannya; 2 Persoalan rakyat, status dan hak- haknya; 3 Persoalan bai‟at; 4 Persoalan waliyul ahdi, sumber kekusaan dan kriteria imam; 5 Persoalan perwakilan; 6 Persoalan ahlul halli wal aqdi; 7 Persoalan wuzaroh dan perbandingannya. 41 Berkenaan dengan konsep siyasah dusturiyah kaitannya dengan pelaksanaan pemilihan umum kepala Daerah pilkada di DKI Jakarta, dibatasi pada konsep imamah, hak dan Persoalan Waliy Al-Ahdi, Sumber Kekuasaan dan kriteria Imam. Lebih lanjut dua konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Imamah, Hak dan Kewajibannya

Al- Mawardi menta‟rifkan bahwa Imamah adalah suatu kedudukan atau jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas kenabian di dalam memelihara agama dan mengendalikan dunia. Pendapat lain dikemukakan oleh Yusuf Musa dengan mensitir pendapat Ibn Kholdun menjelaskan bahwa khalifah atau imamah adalah yang membawa atau memimpin masyarakat sesuai dengan kehendak agama dalam memenuhi kemaslahatan akhirat dan dunianya yang kembali kepada keakhiratan itu, karenanya hal ihwal keduniaan kembali 41 A. Djazuli, Fiqih Siyasah ………………….., hlm. 74 seluruhnya menurut Allah untuk kemaslahatan akhirat. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai dua fungsi sekaligus dalam menjalankan misi dakwahnya, yaitu menyampaikan risalah dari Allah dan menegakkan peraturan-peraturan duniawi berdasarkan risalah yang dibawanya. Sedangkan imam yang menjalankan tugas kepemimpinan atau kekhilafan tersebut. Kata-kata imam menunjukkan kepada bimbingan yang menuju ke arah kebaikan. Oleh karena itu, seperti yang dikenal Islam, imam adalah seorang khalifah yang mengatur umat, sebagai pengganti dari Rasulullah SAW dalam menegakkan agama dan mengatur dunia dengan agama itu. Dia adalah pemimpin tertinggi daulah Islam yang bersatu. 42 Berbicara tentang hak imam, Al-Mawardi menyebutkan dua hak imam, yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk dibantu. Akan tetapi, bila mempelajari sejarah, layaknya seperti apa yang terjadi pada Abu Bakar, ternyata ada hak lain yang diperuntukkan untuk imam yaitu hak untuk mendapat imbalan dari harta baitul mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya secara patut, sesuai dengan kedudukannya sebagai imam. Hak-hak imam ini sangat erat sekali kaitannya dengan kewajiban rakyat. Hak untuk ditaati dan dibantu adalah kewajiban rakyat untuk mentaati dan membantu, seperti tersurat dalam QS. An-Nisa 59, yaitu: “Wahai orang-orang yang beriman Taatilah Allah dan taatilah Rasul Muhammad, dan ulil amri pemegang kekuasaan diantara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah Al-Quran, dan Rasul Sunnahnya, jika kamu beriman kepada 42 Yusuf al-Qardhawy, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, Jakarta: Pustaka al- Kautsra, 2003, hlm. 50 Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. ” 43 Islam sebagai agama amal adalah sangat wajar apabila meletakkan kewajiban sebagai focus interest-nya, karena hak itu datang apabila kewajiban telah dilaksanakan dengan baik. Adapun kewajiban-kewajiban seorang imam meski dalam hal ini tidak ada kesepakatan yang pasti dari para ulama dalam hal perinciannya, sebagai contoh akan dikemukakan kewajiban-kewajiban imam menurut Al-Mawardi, yaitu: 44 1 Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan apa-apa yang telah disepakati oleh ulama salaf. 2 Mentahfidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang bersengketa, dan menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara umum. 3 Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tenteram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat bepergian dengan aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwa dan hartanya. 4 Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar hukum dan memelihara hak-hak hamba dari kebinasaan dan kerusakan. 5 Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau nonmuslim yang mengadaka n perjanjian damai dengan muslim mu‟ahid. 6 Memerangi orang yang menentang Islam setelah dilakukan dakwah dengan baik-baik tetapi mereka tidak mau masuk Islam dan tidak pula jadi kafir dzimmi. 7 Memungut zakat dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan syara atas dasar nash atau ijtihad tanpa ragu-ragu. 8 Menetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang berhak menerimanya dari baitul mal dengan wajar serta membayarkannya pada waktunya. 9 Menggunakan orang-orang yang dapat dipercaya dan jujur di dalam menyelesaikan tugas-tugas serta menyerahkan kepengurusan kekayaan negara kepada mereka. Agar pekerjaan dapat dilaksanakan oleh orang- orang yang ahli, dan harta negara diurus oleh orang yang jujur. 10 Melaksanakan sendiri tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina umat dan menjaga agama. 43 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahnya 44 Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. 37 Apabila kewajiban-kewajiban ini dikaitkan dengan maqoshidu asy- syari‟ah, maka tugas dan kewajiban imam tidak terlepas dari hal-hal sebagai berikut: 45 1 Yang dharuri, yaitu yang meliputi hifdzu al-din, hifdzu al-nafs, hifdzu al- „aql, hifdzu al-nasliridl, dan hifdzu al-maal serta hifdzu al-ummah, dalam arti seluas-luasnya, seperti dalam hifdzu al-maal termasuk di dalam mengusahakan kecukupan sandang, pangan dan papan, disamping menjaga agar jangan terjadi gangguan terhadap kekayaan. 2 Hal-hal yang bersifat haaji, yang mengarah kepada kemudahan- kemudahan di dalam melaksanakan tugas. 3 Hal-hal yang taksini, yang mengarah kepada terpeliharanya rasa keindahan dan seni dalam batas-batas ajaran Islam. Dengan kata lain, yang terpenting ulil amri harus menjaga dan melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan hak asasi manusia, seperti hak milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, hak mendapatkan penghasilan yang layak melalui kasb al-halal, hak beragama dan lain-lain.

b. Persoalan Waliy Al-Ahdi, Sumber Kekuasaan dan kriteria Imam.

Imamah atau pemerintahan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan cara pemilihan ahl al-hall wa al- „aqd dan cara lain adalah dengan janji penyerahan kekuasaan imam yang sebelumnya. 46 Dalam buku Fiqh Siyasah A. Djazuli, cara yang kedua adalah cara yang dimaksud dengan waliyul ahdi. Cara ini bisa dilakukan atas dasar: 1 Abu Bakar menunjuk Umar yang kemudian kaum muslimin menetapkan keimanan atau pemerintahan Umar atas penunjukkan Abu Bakar tersebut. 2 Umar menunjuk menyerahkan pengangkatan khalifah kepada ahlu syura imam orang sahabat yang kemudian disetujui atau dibenarkan oleh sahabat yang lain. Jadi, di dalam kasus ini bukan menunjuk seseorang tetapi menyerahkan pengangkatan khalifah kepada sekelompok orang ahlu syura yang 45 Al-Mawardi, Hukum Tata Negara ………………………. hlm. 37 46 Al-Mawardi, Hukum Tata Negara……………..., hlm. 19