Apabila kewajiban-kewajiban ini dikaitkan dengan maqoshidu asy- syari‟ah, maka tugas dan kewajiban imam tidak terlepas dari hal-hal sebagai
berikut:
45
1 Yang dharuri, yaitu yang meliputi hifdzu al-din, hifdzu al-nafs, hifdzu al-
„aql, hifdzu al-nasliridl, dan hifdzu al-maal serta hifdzu al-ummah, dalam arti seluas-luasnya, seperti dalam hifdzu al-maal termasuk di dalam
mengusahakan kecukupan sandang, pangan dan papan, disamping menjaga agar jangan terjadi gangguan terhadap kekayaan.
2 Hal-hal yang bersifat haaji, yang mengarah kepada kemudahan-
kemudahan di dalam melaksanakan tugas. 3
Hal-hal yang taksini, yang mengarah kepada terpeliharanya rasa keindahan dan seni dalam batas-batas ajaran Islam.
Dengan kata lain, yang terpenting ulil amri harus menjaga dan melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan hak asasi manusia, seperti hak
milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, hak mendapatkan penghasilan yang layak melalui kasb al-halal, hak beragama dan
lain-lain.
b. Persoalan Waliy Al-Ahdi, Sumber Kekuasaan dan kriteria Imam.
Imamah atau pemerintahan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan cara pemilihan ahl al-hall wa al-
„aqd dan cara lain adalah dengan janji penyerahan kekuasaan imam yang sebelumnya.
46
Dalam buku Fiqh Siyasah A. Djazuli, cara yang kedua adalah cara yang dimaksud dengan waliyul ahdi. Cara ini bisa dilakukan atas dasar:
1 Abu Bakar menunjuk Umar yang kemudian kaum muslimin menetapkan
keimanan atau pemerintahan Umar atas penunjukkan Abu Bakar tersebut. 2
Umar menunjuk menyerahkan pengangkatan khalifah kepada ahlu syura imam orang sahabat yang kemudian disetujui atau dibenarkan oleh
sahabat yang lain. Jadi, di dalam kasus ini bukan menunjuk seseorang tetapi menyerahkan
pengangkatan khalifah kepada sekelompok orang ahlu syura yang
45
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara ………………………. hlm. 37
46
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara……………..., hlm. 19
berwenang. Sedangkan pendapat Qadli Abu Ya‟la yang dikutip oleh A. Djazuli menjelaskan bahwa wilayah al-ahd dapat pula dilaksanakan kepada
orang yang mempunyai hubungan nasab, baik garis lurus ke atas atau garis lurus ke bawah dengan syarat orang yang ditunjuk itu memenuhi persyaratan
imam, karena imamah tidaklah terjadi karena semata penunjukkan akan tetapi imamah terjadi karena persetujuan kaum muslimin.
Dari keterangan di atas, bahwa anak seorang khalifah bisa saja jadi khalifah dengan syarat memenuhi persyaratan sebagai seorang khalifah serta
pengangkatannya disetujui oleh setidak-tidaknya mayoritas ahl al-hall wa al- „aqd. Tetapi seseorang yang tidak memiliki hubungan nasab pun dapat
menjadi khalifah, apabila dia yang paling memenuhi syarat serta disetujui oleh ahl al-hall wa al-
„aqd. Berdasarkan pemenuhan syarat dan mendapatkan persetujuan, maka
wilayah al-ahdi ini kembali kepada dua masalah poko yaitu siapa yang harus memiliki atau memegang kekuasaan dan apa syarat-syarat yang harus dimiliki
iamam yang memegang kekuasaan tersebut. Perbedaan pendapat para ulama baik ulama terdahulu atau ulama
sekarang tidak hanya dalam masalah siapa yang akan memegang kekuasaan saja, untuk masalah syarat-syarat bagi si pemegang kekuasaan ternyata ada
para ulama yang memberikan persyaratan yang sangat ketat dan ada pula yang memberi persyaratan yang longgar. Sebagai contoh, Al-Mawardi memberikan
tujuh persyaratan sebagai berikut:
47
1 Adil dengan segala persyaratannya, yaitu a benar tutur katanya, b dapat
dipercaya, c terpelihara dari segala yang haram, d menjauhi segala yang dosa dan hal-
hal yang meragukan, e memegang muru‟ah; yang mengurangi keadilan itu adalah al-fasqu, yang terdiri dari dua hal, yaitu 1
mengikuti syahwat, yang berhubungan dengan anggota badan yaitu melakukan yang haram dan kemungkaran, 2 yang berhubungan dengan
syubhat.
2 Memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk ijtihad di dalam hukum dan
kasus-kasus hukum yang harus dipecahkan. 3
Sehat panca inderanya baik pendengaran, penglihatan, dan lisannya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
47
Mawardi, Hukum T ata Negara……………., hlm. 18
4 Sehat anggota badannya dari kekurangan-kekurangan yang dapat
mengganggu geraknya. 5
Kecerdasan dan kemampuan di dalam mengatur rakyat dan kemaslahatan. 6
Kebenaran dan punya tanggung jawab, serta tabah di dalam mempertahankan negara dan memerangi musuh.
7 Nasab imam itu orang Quraisy atas dasar nash dan ijma.
Sedangkan Abu Ya‟la al-Hanbali menyabut empat syarat bagi si pemegang kekuasaan, yaitu:
1 Haruslah orang Quraisy keturunan Nadlar bin Kinanah bin Huzaimah bin
Mudzrikah bin Ilyas bin Mudlar bin Nasar bin Zaad bin adnan. 2
Memiliki syarat-syarat sseorang hakim, yaitu merdeka, baligh, berakal, berilmu dan adil.
3 Mampu memegang kendali di dalam masalah-masalah peperangan,
siyasah dan pelaksanaan hukuman. 4
Orang yang paling baik atau utama dalam ilmu dan agama. Namun demikian, Ibn Taimiyah tidak mengharuskan seseorang
penguasa memiliki kualitas yang lebih banyak dari seorang saksi yang dapat dipercayai. Tetapi meskipun demikian, Ibn Taimiyah memberikan syarat
tambahan yaitu amanah dan memiliki kekuatan. Amanah itu antara lain takut kepada Allah, tidak menjual ayat-ayat Allah dan tidak takut kepada manusia.
Sedangkan kekuatan itu sesuai dengan tugas yang disandangnya. Untuk seorang panglima, kekuatan itu berarti memiliki keberanian, pengalaman
berperang, tahu taktik dan strategi perang. Kekuatan dalam memutuskan perkaraadalah memiliki ilmu tentang keadilan yang ditunjukkan oleh al-Kitab
dan sunnah, serta mampu melaksanakan hukum. Dalam literatur lain
48
dijelaskan bahwa Menurut Islam, tugas pemimpin itu mengatur urusan dunia dan memelihara Agama. Bagaimana mungkin kita
bisa mengharapkan seorang pemimpin yang tidak beragama dapat memelihara Agama. Karena itu, kriteria pertama menjadi pemimpin haruslah orang yang
beriman. Hal inilah yang disebutkan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 144, yaitu.
48
Tersedia online di http:www.waspada.co.id , diakses, tgl. 12 Januari 2013
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang
kafir menjadi pemimpinmu dengan meninggalkan orang Mukmin. Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah untuk menghukummu
?”
49
Kriteria kedua bahwa pemimpin haruslah seorang yang mempunyai visi dan program kerja untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan diri
sendiri atau kelompok tertentu. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan sabda Rasul SAW yang artinya, “Barang siapa yang tidak
mementingkan urusan kaum Muslim maka ia bukan dari golongan mereka .”
Kriteria ketiga bahwa pemimpin harus seorang yang mampu dalam menjalankan tugasnya. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dan
Muslim Nabi bersabda yang artinya, “Apabila suatu perkara kepada orang yang bukan ahlinya, tunggulah kehancuran
.” Kriteria keempat bahwa pemimpin haruslah seorang yang diterima di
tengah-tengah warganya. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Muslim disebutkan yang artinya, “Sebaik-baik pemimpinmu adalah orang yang kamu
cintai dan yang mencintaimu, yang mendoakan kamu dan yang kamu doakan
.” Kriteria kelima pemimpin tidak diktator dan takabbur. Dalam Al-Quran
banyak disebutkan kisah Firaun dan raja Namrud sebagai pebguasa diktator dan zalim. Mereka memerintah sekehendak hatinya semata-mata untuk
kenikmatan sendiri. Perintah mereka tidak boleh dibantah. Siapa yang membantahnya dibunuh atau dihukum berat. Kisah-kisah ini dikemukakan
dalam A-Quran sebagai celaan terhadap pemimpin yang zalim. Berdasarkan istilah tersebut, Hasan Al-Banna membaginya dalam tiga
kelompok, yaitu:
50
49
Departemen Agama RI., al- Qur‟an dan Terjemahnya.
50
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17