Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang
kafir  menjadi  pemimpinmu  dengan  meninggalkan  orang  Mukmin.  Apakah kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah untuk menghukummu
?”
49
Kriteria kedua bahwa pemimpin haruslah seorang yang mempunyai visi dan  program  kerja  untuk  kemaslahatan  umat,  bukan  untuk  kepentingan  diri
sendiri  atau  kelompok  tertentu.  Dalam  hadits  sahih  riwayat  Bukhari  dan Muslim disebutkan sabda Rasul SAW yang artinya, “Barang siapa yang tidak
mementingkan urusan kaum Muslim maka ia bukan dari golongan mereka .”
Kriteria  ketiga  bahwa  pemimpin  harus  seorang  yang  mampu  dalam menjalankan  tugasnya.  Dalam  sebuah  hadis  sahih  riwayat  Bukhari  dan
Muslim  Nabi  bersabda  yang  artinya,  “Apabila  suatu  perkara  kepada  orang yang bukan ahlinya, tunggulah kehancuran
.” Kriteria  keempat  bahwa  pemimpin  haruslah  seorang  yang  diterima  di
tengah-tengah  warganya.  Dalam  sebuah  hadis  sahih  riwayat  Muslim disebutkan yang artinya, “Sebaik-baik pemimpinmu adalah orang yang kamu
cintai  dan  yang  mencintaimu,  yang  mendoakan  kamu  dan  yang  kamu doakan
.” Kriteria kelima pemimpin tidak diktator dan takabbur. Dalam Al-Quran
banyak  disebutkan  kisah  Firaun  dan  raja  Namrud  sebagai  pebguasa  diktator dan  zalim.  Mereka  memerintah  sekehendak  hatinya  semata-mata  untuk
kenikmatan  sendiri.  Perintah  mereka  tidak  boleh  dibantah.  Siapa  yang membantahnya  dibunuh  atau  dihukum  berat.  Kisah-kisah  ini  dikemukakan
dalam A-Quran sebagai celaan terhadap pemimpin yang zalim. Berdasarkan  istilah  tersebut,  Hasan  Al-Banna  membaginya  dalam  tiga
kelompok, yaitu:
50
49
Departemen Agama RI., al- Qur‟an dan Terjemahnya.
50
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17
1 Para ahli fiqh dan para mujtahid yang pendapat-pendapat mereka dijadikan
sebagai  pegangan  dalam  mengeluarkan  fatwa  maupun  mengambil  suatu keputusan hukum.
2 Orang-orang  yang  memiliki  keahlian  dalam  urusan-urusan  yang  bersifat
umum. 3
Orang-orang  yang  memiliki  sifat  kepemimpinan  dan  kepeloporan  di tengah-tengah  masyarakat  seperti  para  pemimpin  rumah  tangga  dan
keluarga, pemimpin kabilah atau ketua-ketua kelompok masyarakat.
Masih menurutnya, mereka dapat dipilih melalui sistem pemilihan yang terencana  dengan  dibuat  syarat-syarat  atau  kualifikasi-kualifikasi  yang  jelas,
sehingga  orang-orang  yang  memenuhi  persyaratan  tersebut  bisa  dicalonkan dan  orang-orang  yang  tidak  memenuhi  syarat  tersebut  tidak  bisa  dicalonkan
dan dipilih. Al-Mawardi  menyebut  orang-orang  yang  memilih  khalifah  ini  dengan
ahl  al-ikhtiyar  harus  memenuhi  tiga  syarat,  yaitu:  pertama,  keadilan  yang memenuhi  segala  persyaratannya;  kedua,  memiliki  ilmu  pengetahuan  tentang
orang  yang  berhak  menjadi  imam  dan  persyaratan-persyaratannya  ketiga, memiliki  kecerdasan  dan  kearifan  yang  menyebabkan  dia  mampu  memilih
imam  yang  paling  maslahat  dan  paling  mampu  serta  tahu  tentang  kebijakan- kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat.
51
Dari  uraian  para  ulama  tentang  ahl  al-hall  wa  al- „aqd tampak hal-hal
sebagai berikut:
52
1 Ahl  al-hall  wa  al-„aqd  adalah  pemegang  kekuasaan  tertinggi  yang
mempunyai wewenang untuk memilih dan membai‟at imam. 2
Ahl  al-hall  wa  al-„aqd  mempunyai  wewenang  mengarahkan  kehidupan masyarakat kepada yang maslahat.
3 Ahl  al-hall  wa  al-„aqd  mempunyai  wewenang  membuat  undang-undang
yang  mengikat  kepada  seluruh  umat  di  dalam  hal-hal  yang  diatur  secara tegas oleh Al-Quran dan Hadits.
4 Ahl  al-hall  wa  al-„aqd  adalah  tempat  konsultasi  imam  di  dalam
menentukan kebijakannya. 5
Ahl  al-hall  wa  al-„aqd  mengawasi  jalannya  pemerintahan.  Wewenang nomor 1 dan 2 mirip dengan wewenang MPR, wewenang nomor 3 dan 5
adalah wewenang DPR, dan Wewenang nomor 4 adalah wewenang DPA di Indonesia.
51
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17
52
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17
Berdasarkan  penjelasan  di  atas,  fiqh  siayasah  dusturiyah  berarti pengaturan  hubungan  antara  warga  negara  dengan  lembaga  negara  yang  satu
dengan warga negara dan lembaga negara yang dalam batas-batas administrasi suatu negara, atau dengan kata lain yaitu pengaturan tentang hubungan antara
pemerintah  dengan  rakyatnya  dalam  upaya  untuk  menciptakan  kesejahteraan dan  kemaslahatan.  Karenanya,  permasalahan  di  dalam  fiqh  siayasah
dusturiyah  adalah  hubungan  antara  pemimpin  di  satu  pihak  dan  rakyatnya  di pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya.
Oleh  karena  itu,  di  dalamnya  biasanya  dibatasi  hanya  membahas  pengaturan dan  perundang-undangan  yang  dituntut  oleh  hal  ihwal  kenegaraan  dari  segi
persesuaian  dengan  prinsip-prinsip  agama  dan  merupakan  realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.
Sama  halnya  dengan  gerakan-gerakan  politik  yang  dilakukan  oleh partai-partai  politik, termasuk PKS,  kajiannya termasuk dalam kajian siyasah
dusturiyah.  Karena  secara  perundang-undangan,  partai  politik  adalah organisasi  politik  yang  dibentuk  oleh  sekelompok  warga  negara  Republik
Indonesia  secara  sukarela  atas  dasar  persamaan  kehendak  dan  cita-cita  untuk memperjuangkan  kepentingan  anggota,  masyarakat,  bangsa  dan  negara
melalui pemilihan umum.
53
Dalam  hal  ini,  partai  politik  melalui  fungsi  pendidikan  politik, sosialisasi  politik,  perumusan  dan  penyaluran  kepentingan  serta  komunikasi
politik  yang  secara  riil  akan  meningkatkan  kesadaran  dan  partisipasi  politik masyarakat, merekatkan berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat,
mendukung  integrasi  dan  persatuan  nasional,  mewujudkan  keadilan, menegakkan  hukum,  menghormati  hak  asasi  manusia,  serta  dapat  menjamin
terciptanya stabilitas keamanan. Berdasarkan  penjelasan  diatas  dapat  disimpulkan  ada  empat  bagian
konsep-konsep  dalam  siayasah  dusturiyah,  yaitu  konsep-konsep  konstitusi undang-undang dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-undangan dalam
53
Undang-undang RI, No. 31 Tahun 2002, tentang Partai Politik, hlm. 3
suatu  negara,  legislasi  yaitu  mengenai  proses  perumusan  undang-undang, dan  demokrasi  dan  syura  yang  merupakan  pilar  penting  dalam  perundang-
undangan  negara  serta  ummah  yang  menjadi  pelaksana  undang-undang tersebut.
BAB III SEJARAH PARTAI KEADILAN SEJAHTERA PKS
A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera PKS
54
Secara  historis  peranan  kaum  Muslimin  dalam  perjuangan  Indonesia begitu besar dan menentukan, tetapi tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan
bahwa  Islam  sering  dikesankan  sebagai  sebuah  momok  yang  kerap membangkitan kecurigaan para penguasa di Indonesia.
Dalam  pentas  politik  Orde  Lama,  Presiden  Soeharto  telah  membuka peluang  demokrasi  bagi  perjuangan  Islam  di  Indonesia.  Namun,  pada  tahun
1959, dengan dekritnya,  Soekarno menutup kembali  peluang tersebut  dengan diterapkannya  Demokrasi  Terpimpin  yang  pada  hakikatnya  adalah  sebuah
bentuk  diktatorisme.  Akibatnya,  setahun  kemudian,  Masyumi  sebagai  partai umat Islam terbesar pada saat itu secara inkonstitusional dibubarkan.
Lebih  dari  itu,  dalam  pentas  politik  Orde  baru,  Soeharto  justru mengembangkan  sikap  apriori  terhadap  umat  Islam.  Pemerintah  Orde  baru
selalu menebar semangat kecurigaan dan kebencian dengan apa  yang disebut sebagai  „ekstern  kanan‟  dan  kemudian  memunculkan  isu  SARA  Suku,
Agama,  Ras,  dan  Antargolongan.  Upaya-upaya  untuk  mengeliminasi  peran umat  Islam  pun  dilakukan  dengan  sistematis  melalui  penyederhanaan  partai
dan penetapan  asas tunggal.  Sementara itu, permohonan untuk  merehabilitasi Masyumi tidak pernah berhasil dilakukan.
Selanjutnya,  tekanan-tekanan  umat  Islam,  khususnya  kebebasan berpendapat  dan  berekspresi  keyakinan  secara  sempurna  selalu  dibungkam.
Apalagi  setelah  dunia  perguruan  tinggi  terkena  pula  oleh  imbas otoritarianisme  pemerintah  dengan  diterapkannya  konsep  NKKBKK,  para
aktivis  intelektual  Muslim  semakin  merasakan  sempitnya  ruang  gerak kebebasan bagi dakwah dalam menebar kebenaran dan kebaikan di Indonesia.
Namun  demikian,  justru  dengan  adanya  kebijakan  seperti  itu,  para  aktivis
54
Nashir Fahmi, Menegakkan Syari‟at Islam ala Partai Keadilan Sejahtera PKS, Solo:
Era Intermedia, 2006, hlm. 103
pergerakan  yang  pada  awalnya  bergerak  dari  kampus  ke  kampus,  pada perkembangan berikutnya melebarkan sayap pergerakannya di luar kampus.
1. Munculnya Fenomena Gerakan Dakwah
Keberadaan Partai  Keadilan Sejahtera  yang merupakan kelanjutan dari Partai Keadilan tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial politik era Orde Baru
dan  situasi  dunia  Islam  pada  umumnya.  Seperti  telah  difahami  sebelumnya, pada  era  itu,  rezim  Soeharto  sangat  represif  dengan  kebijakan  deideologisasi
dan  depolitisasinya.  Umat  Islam  adalah  kelompok  besar  yang  mendapatkan tekanan  latrar  biasa.  Menghadapi  kenyataan  itu,  umumnya,  organisasi  Islam
cenderung akomodatif, meski hal itu dilakukan dengan setengah hati. Di  lain  pihak,  pada  akhir  tahun  1970-an,  atau  bertepatan  waktunya
menjelang  masuknya  abad  15  H,  di  negeri-negeri  Muslim  berkumandang  isu kebangkitan  Islam.  Revolusi  Iran,  terlepas  dari  permasalahan  aliran  di
dalamnya,  sering  dijadikan  petunjuk  penting  kebangkitan  itu.  Pengaruhnya memang  cukup  besar.  Hal  ini  membuktikan  bahwa  negeri-negeri  Islam
mampu bangkit dari keterpurukan, khususnya yang berkaitan dengan dominasi Barat.  Dan  kelompok  yang  siap  untuk  menyambut  isu  kebangkitan  Islam  itu
adalah kalangan muda, khususnya yang berbasis di kampus-kampus. Maka  pada  awal  tahun  1980-an,  gerakan-gerakan  keislaman  yang
mengambil  masjid-masjid  sebagai  basis  operasional  dan  strukturalnya, terutama  masjid  kampus,  mulai  bersemi.  Gerakan  dakwah  ini  merebak  dari
tahun  ke  tahun  mewarnai  suasana  keislaman  di  kampus-kampus  dan masyarakat umum, bahkan menjalar pula ke kalangan pelajar dan mahasiswa
di  luar  negeri,  baik  di  Eropa,  Amerika  maupun  Timur  Tengah.  Gejolaknya muncul dalam pemikiran keislaman dalam  berbagai  bidang dan juga praktik-
praktik  pengamalan  sehari-hari.  Hingga  akhirnya  gejala  dakwah  semakin membesar  dan  mengental  terutama  di  kalangan  pemuda  mahasiswa  dan
akademisi. Di  antara  gerakan  dakwah  itu  adalah  munculnya  aktivitas  yang  sering
kali  dilakukan  dengan  cara  melakukan  pembinaan  tarbiyyah  secara  intensif kepada  umat  secara  keseluruhan  dengan  memberikan  kesadaran  dan
pencerahan  pada  mereka  tentang  hakikat  kesempumaan  Islam.  Di  kancah masyarakat  mereka  berupaya  membangun  ruh  keislaman  melalui  tabligh,
seminar,  aktivitas  sosial,  ekonomi  dan  pendidikan.  Sementara  dalam  bidang politik,  mereka  mencoba  menyadarkan  masyarakat  Muslim,  khususnya
kalangan  pemuda  dan  masyarakat  akan  tanggung  jawabnya  terhadap  masa depan lndonesia. Karena aktivitas pembinaan yang terus berkelanjutan secara
intensif, kelompok ini kemudian sering disebut dengan kelompok tarbiyyah. Dalam  hal  ini,  seorang  Murabbi  Pembina  harus  sadar  bahwa  dalam
membina  para  mutarabbi  anak  binaananak  didik  berurusan  dengan  fitrah manusia  secara  keseluruhan.  Sehingga  tarbiyyah  Islamiyah  adalah  proses
manpersiapkan manusia sholeh yang seimbang dalam potensi, tujuan, ucapan dan  tindakan.  Dalam  pendekatannya,  hal  yang  sering  kali  dilakukan  adalah
pendekatan  pada  aspek  intelektual,  emosional,  spiritual  dan  fisik,  di  mana setiap  peserta  tarbiyyah  diperkenalkan  dengan  materi-materi  dasar  keislaman
seperti  marifatullah,  marifaturrasul,  mana  syahadat,  al-wala  wa  al-bara, ghazwul fikri, dan materi-materi lainnya.
Dari  sumber  akademis,  tidak  begitu  jelas  tentang  siapa  yang  pertama kali memunculkan gerakan ini. Tapi, kalau ditilik secara seksama, pemikiran-
pemikiran  kelompok  tarbiyyah  tampak  amat  dipengaruhi  oleh  pemikiran Ikhwanul  Muslimin,  sebuah  gerakan  Islam  internasional  yang  didirikan  oleh
Hasan  Al-Banna  pada  tahun  1928  di  Mesir.  Hal  ini  terlihat  dari  paradigma tokoh-tokoh  sentral  kelompok  ini  seperti  Rahmat  Abdullah,  Ihsan  Tanjung,
Abu  Ridha,  Hidayat  Nurwahid,  Anis  Matta  dan  lain-lain.  Selain  itu,  buku- buku  rujukan  yang  digunakan  dalam  setiap  aktivitas  tarbiyyahnya  adalah
buku-buku  yang  ditulis  oleh  tokoh-tokoh  Ikhwanul  Muslimin,  seperti  Hasan Al-Banna,  Said  Hawwa,  Sayyid  Qutub,  Yusuf  Qaradhawi,  dan  lain-lain.
Bahkan  salah  satu  buku  terpenting  lkhwanul  Muslimin  yaitu  Majmuatur Rasail,  secara  tidak  langsung  diterjemahkan  oleh  tokoh  kelompok  ini  meski
hal tersebut bukan merupakan indikasi utama.
2. Tahapan Strategi Gerakan Dakwah
Sebagaimana  Hasan  Al-Banna  yang  berpandangan  bahwa  Islam pedoman  hidup  dalam  segala  aspek  kehidupan  termasuk  dalam  bernegara
secara  khusus  dan  politik  secara  umum,  maka  tujuan  kelompok  tarbiyyah dalam  proyek  dakwah  jangka  panjangnya  adalah  membangun  sebuah
kehidupan  yang  Islami.  Dengan  kata  lain,  mewujudkan  Negara  dan  bangsa Indonesia  yang  adil  dan  sejahtera  dan  diridhai  Allah  SWT.  Itulah  sebabnya,
pada  perkembangan  selanjutnya,  isu  dan  gerak  aktivitas  yang  seringkali diusung adalah gerak dakwah amar maruf nahyi munkar.
3. Gerakan Dakwah dalam Pentas Politik
Secara  umum,  di  kalangan  kaum  Muslimin,  terutama  di  kalangan aktivis pergerakan dakwah, muncul kesadaran bahwa kehidupan kontemporer
mereka  menuntut  pembaharuan  orientasi  di  bidang  gerakan  dakwah. Pembaharuan  orientasi  itu  meliputi  arah  dan  model  dakwah  yang  sesuai
dengan  tuntutan  dan  problem  masyarakat  kontemporer,  serta  sesuai  dengan tantangan kontemporer yang dihadapi.
Di  samping  itu,  gerakan  dakwah  tetap  dituntut  untuk  senantiasa melakukan  perbaikan  pada  seluruh  bidang  kemasyarakatan  yang  semakin
mengalami pembusukan, serta memelihara kelangsungan dakwah di kalangan masyarakat  Muslim  yang  berwujud  pada  perbaikan,  amar  maruf  nahyi
munkar, dan penegakkan sistem Islam dalam seluruh bidang kehidupan. Maka orientasi dakwah selanjutnya menuntut keberanian kaum pergerakan Muslimin
untuk  memasuki wilayah politik siyasah,  yaitu sebuah wilayah publik  yang sampai saat ini kurang dijamah oleh gerakan dakwah.
Senin  26  Rabiul  Awal  l4l9  H  bertepatan  dengan  20  Juli  1998,  partai Keadilan  PK  didirikan  di  Jakarta  Tepat  pada  hari  Minggu,  15  Rabiuts
Tsaniyah  1419  H  atau  9  Agustus  1998,  para  aktivis  dakwah  yang  tergabung dalam  kelompok  tarbiyyah  sepakat  mengukuhkan  dan  mendeklarasikan
sebuah partai politik yang diberi nama Partai Keadilan PK. Pada  awal  kemunculannya,  keikutsertaan  para  aktivis  dakwah  dalam
politik  dengan  bendera  PK  sering  dicurigai  sebagai  kelompok  radikal  yang