“ya...sama sama cocok.. seperti kadang kita butuh apa namanya cambuk.. kan gitu.. kita butuh cambuk untuk
berlatih.. supaya kita jangan malas malas.. kita perlu eyang.. kan gitu.. kadang kita juga terlalu memaksa terlalu
berlebihan.. kita juga butuh seperti rompo.. ha...yaitu memberitahu kayak gini... atau kadang dia gak suka dia
diam.. membiarkan..itu juga kan sama seperti orang tua dalam rumah tangga sendirikan sifat ibu sama bapak itu kan
udah pasti berbeda.. tapi dua dua nya sifat itu kita sama membutuhkan.. kadang ibu memarahi.. kita lari ke bapak..
tapi kalau dua duanya marah.. kita gak akan betah dirumah.. jadi dua dua itu sangat
dibutuhkan..” R2.W5.b.0099-0118.h.2-3
Hidup didunia adalah untuk mencapai tujuan. Tujuan hidup
B2 adalah mencapai kebahagiaan sejati. Menurutnya kebahagiaan sejati dapat diperolehnya dengan melaksanakan sila Vinaya, Samadhi
Meditasi, membayar hutang karma masa lalu dari kehidupan sebelum kehidupan saat ini dan menimbun Parami kebaikan.
karena hidup itu... harus diusahakan untuk mendapatkan tujuan..
R2.W2.b.1162-1164.h.24
“Mendapatkan kebahagiaan yang kekal lo.” R2.W2.b.1124-1125.h.23
“ya praktekkan Dharma Vinaya.. sila samadhi panna itu ya...”
R2.W2.b.1134-1136.h.23
“Hidup ini tuk membayar hutang dan menimbun parami.” R2.W2.b.0628-0630.h.13
h. Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan 1 Kehidupan sosial Keluarga dan Teman
B2 merupakan sosok individu yang mudah bergaul dengan siapa saja. Ia dapat bergaul dengan mereka yang dilabel sebagai orang
Universitas Sumatera Utara
baik yang selalu pergi ke Vihara, ia juga dapat bergaul dengan mereka yang dilabel sebagai penjudi.
“orang kemana saya kesana.. istilahnya dalam lingkungan itu apa lagi waktu berumah tangga ... orang istilahnya ayok
main judi ayok.. a.. ayok ke vihara ayok.. ayok nonton hiburan ayok.. ayok jalan jalan ayok.. berarti kan gak ada
tujuan hidup sepertinya.. kemana angin berhembus kesitu
kita...” R2.W2.b.1196-1204.h.24-25
Kemampuannya untuk bergaul dengan siapa saja membuat ia sering di marahi oleh gurunya pada awal kehidupan ke-Bhikkhuannya.
Hal ini dikarenakan ajaran dari gurunya adalah memintanya untuk banyak diam sedangkan ia dapat berbicara kepada siapa saja setiap
saat. “bisa saya gabungkan jadi ketika mereka menjudi saya ikut..
jadi mereka bisa nerima saya.. kalau mereka main judi saya ceramahi.. pasti saya gak diterima.. begitu juga e.. apa ini
orang orang baik ini.. saya sering bercerita tentang positif.. ketika orang meninggal saya ajak
kerja..” R2.W5.b.0504-0512.b.11
Hal ini memberikan pembelajaran yang bermakna baginya. Ia merasa teguran yang diberikan oleh gurunya kepada dirinya merupakan
teguran yang benar dan tanpa emosi negatif. Dari sana lah ia banyak belajar mengenai cara-cara untuk menjadi Bhante yang baik.
““dimarahi bukan karena kebencian.. dipermalukan bukan karena kebencian.. tapi itu semua kan untuk demi kemajuan
kita.. gitu.. dan melatih mental juga..”
R2.W5.b.0012-0017.h.1 Walaupun ia tinggal jauh dari orangtuanya, hal ini tidak
membuat ia merasa terganggu pada awal kehidupan ke-Bhikkhuannya.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dikarenakan ia telah merantau di Medan selama beberapa tahun sebelum ia mulai menjalani kehidupan ke-Bhikhuannya.
“saya di Petulah... he.. selama disitu saya malah gak ditanya tanya lagi sama eyang... cuman saat itu ada ada apa retreat
metta Bhavana di sibolangit.. Vipassana center.. maka di situ e... Eyang sarankan saya ke Kassapa ... saya tinggal di
Kassapa... a... tinggal di Kassapa merawat semua Vihara itu... gitu sendiri.. e... tapi disitu ketika Eyang bilang udah
besok tabis... tapi pada saat itu ada masalah lagi jadi gak jadi gitu... a... kira-kira dua tahun di
sana..” R2.W2.b.0070-0082.h.2
2 Agama
B2 sering ke Vihara sejak kecil. Ia biasanya diantar oleh kedua orangtuanya. Ia pun telah mengenal Bhante yang pada akhirnya
menjadi gurunya tersebut saat ia kecil. Setelah tamat sekolah, ia tinggal di Vihara dan membantu di Vihara selama kurang lebih empat
tahun. Saat itu ia juga sering mengikuti kegiatan keagamaan seperti retreat meditasi dan pelatihan menjadi penceramah Buddhis. Ia juga
sering memasak makanan untuk Bhante maupun peserta retreat meditasi. Pola makan sehari sekali juga sudah sering dijalaninya.
“dari kecil sering ke vihara dan diantar orangtua.” R2.W2.b.0001-0008.h.1
“iya saya tinggal di Kassapa tapi di kassapa juga udah setahun di Medan ikut Bhante KAM dua tahun di Kassapa
gak ditabhis-tabhis.. pulang kampung setahun ke kampung gak ditabhis-tabhis..
gitu...” R2.W2.b.0095-0100.h.2-3
Namun saat itu ia masih belum memahami tujuan hidupnya. Ia tinggal di Vihara hanya karena ajakan dari gurunya, Eyang. Sampai
pada beberapa tahun setelah ia menjalani kehidupan ke-Bhikkhuan. Ia
Universitas Sumatera Utara
mulai memahami banyak mengenai Ajaran Buddha. Baginya, Ajaran tersebut membuatnya mengetahui tujuan sebenarnya dari kehidupan ini,
yaitu mencari kebahagiaan sejati. Hidupnya menjadi lebih terarah. Berbeda dengan ia yang dahulu yang hanya hidup mengikuti arus dan
hidup tanpa tujuan. Kemana ia diajak maka disanalah ia berada. “sekarang ini baru setelah belajar Agama Buddha ini secara
bener baru saya tau tujuan hidup ini untuk apa.”
R2.W2.b.1191-1193.h.24
3 Kultur
B2 merupakan individu yang tinggal di desa sejak kecil. Desanya cukup terpencil, bahkan listrik pun baru masuk ke desa
tersebut beberapa tahun belakangan ini. Fokus utama dari orang didesa itu adalah bertani. Hal ini membuat ia terbiasa hidup dalam
kesederhanaan yang ada sejak ia kecil. Oleh karena itu, Walapun ia memiliki keterbatasan dalam kepemilikan uang, baginya kehidupan di
Vihara pun dikatakan sudah cukup mewah dengan AC yang tergantung di kamarnya, televisi, dan lemari es yang baru ia lihat saat
ia di Vihara. “karena penduduk banyak .. tapi untuk jalan akses.. untuk
akses kesana bahkan ya.. bisa dikatakan listrik aja baru baru beberapa bulan ini mas
uk..” R2.W2.b.0165-0169.h.4
“buka kulkas ada kulkas.. TV ada TV... dikampung kita mana ada.. mana bisa lihat apa.. kulkas itu gimana.. minum air
dingin aja panas minum air dingin kan enak..di kampung mana dapat.. itukan lebih kan lebih wah
gitu..” R2.W2.b.0251-0257.h.6
Universitas Sumatera Utara
Ia terbiasa hidup bebas sejak kecil. Hal ini dikarenakan karena lingkungannya yang sederhana dan kecil. Ia dapat bergaul
dengan siapa saja baik mereka yang sering ke Vihara maupun mereka yang suka berjudi. Anak-anak seusia dia di desanya pun cukup
terbatas. Kebiasaan akan kebebasan ini memberikan kesulitan tersendiri bagi dirinya saat ia memulai menjalani kehidupan ke-Bhikkhuan yang
dikelilingi oleh sila. Awalnya ia cukup memberontak dan tidak mematuhi apa yang diminta oleh gurunya. Hal ini membuatnya sering
dimarahi, dipukul dan dipermalukan gurunya didepan umum. Namun ia merasa apa yang dilakukan oleh gurunya adalah seperti apa yang
dilakukan oleh ayah kepada anaknya ketika memberikan pelajaran hidup. Ia merasa gurunya memarahinya tanpa disertai emosi negatif,
namun disertai dengan cinta kasih seorang ayah agar anaknya memahami kebenaran. Ia pun mulai dapat membiasakan diri menjalani
kehidupan ke-Bhikkhuan dan sila yang ada. Ia juga memahami manfaat menjalani sila setelah beberapa tahun menjalani kehidupan ke-
Bhikkhuan dan lebih terkontrol. “.. gimana ya.. kalau lama jadi Bhikkhu.. kalau awal awalnya
kan seperti ketika apa namanya.. monyet atau apa yang liar biasanya dipegang pasti memberontak.. awalnya juga kami..
saya pribadi la.. seperti itu.. ingin kesana main main udah gak bisa.. pengen kesana sini udah gak bisa.. a.. tapi kalau
udah kayak gini ya udah bisa.. justru uda enak... bisa nyantai di kuti gak kemana
mana..” R2.W5.b.0277-0288.h.6
“ya biasa.. namanya juga orang tua.. orang tua sama anaknya kan wajar.. dan mukulnya itu kan sebagai apa
namanya.. e... ya.. . supaya kita harus lebih baik lagi gitu..”
Universitas Sumatera Utara
R2.W5.b.0007-0011.h.1
4 Lokasi Geografis
Perubahan yang dirasakannya saat ia mengawali kehidupan ke- Bhikkhuannya tidaklah besar baginya. Hal ini dikarenakan ia telah
terbiasa tinggal di Vihara selama empat tahun sebelum ia menjalani kehidupan ke-Bhikkhuan. Baginya, vihara juga merupakan tempat yang
mewah karena keterbatasan yang ada di kampung halamannya. “Bhikkhu disini ya sudah VVIP. e...”
R2.W1.b.0744-0745.h.18
“buka kulkas ada kulkas.. TV ada TV... dikampung kita mana ada.. mana bisa lihat apa.. kulkas itu gimana.. minum air
dingin aja panas minum air dingin kan enak..di kampung mana dapat.. itukan lebih kan lebih wah
gitu..” R2.W2.b.0251-0257.h.6
Saat ia berpindah ke Thailand, kesulitan yang ia hadapi adalah masalah cuaca, makanan dan bahasa. Hal ini dikarenakan
terdapat tiga musim di Thailand dan rasa makanan yang ada di Thailand berbeda dengan makanan yang ada di Indonesia. Namun ia
mulai dapat membiasakan diri setelah ia lama berada di Thailand. “kendala bahasa udah pasti.. a.. .makanan... karena kita gak
terbiasa makan masakan seseorang akan terasa dilidah.. terus cuaca... a.. karena kita.. ee.. suhu udara kita di medan udah
terbiasa seperti ini kita pindah ketempat lain yang suhu.. suhu yang
berbeda...” R2.W1.b.0471-0481.h.12
Kendala bahasa diperolehnya karena ketidakmampuannya untuk
berbahasa Inggris maupun Thailand. Masalah bahasa ini semakin besar ia hadapi saat ia diminta berkuliah di Thailand. Namun karena
Universitas Sumatera Utara
kemampuannya untuk bergaul dengan orang-orang disekitar sejak kecil, membuatnya memiliki banyak teman Bhikkhu di Thailand. Teman-
teman itulah yang mengajarinya secara perlahan mengenai Bahasa Thailand maupun Bahasa Inggris. Ia pun mulai terbiasa dan
memahami pelajaran yang ada. “orang Thailand itu baik baik apa lagi kita dari luar negri
mereka malah senang.. untuk dijadikan teman.. malah mereka bangga punya teman orang luar negri.. itu mereka
mau
bantu...” R2.W2.b.0379-0382.h.8
Saat ia pulang ke Medan, kesulitan yang dihadapinya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai peraturan ke-Bhikkhuan.
Hal ini memberikan kesulitan tersendiri baginya saat ia ingin menjalankan sila yang ada. Kendala ini diatasinya dengan menjadi
individu yang tidak begitu ketat dalam pelaksanaan sila. Ia juga banyak mengajarkan umat mengenai sila-sila yang dianut oleh Bhante
Theravada. “jadi disini ketika kami ingin betul betul melakukan vinaya
umat sendiri gak tau.. a.. gitu.. ketika umat gak tau vinaya.. bagaimana kami bisa menjalankan vinaya.. sedangkan kami
harus berinteraksi dengan umat.. disatu sisi umat sudah mengerti.. disisi lain umat belum mengerti.. ketika kami
berinteraksi dengan umat yang belum mengerti dilihat oleh umat yang sudah mengerti maka kami akan di
cela...” R2.W1.b.0512-0523.h.12-13
5 Produktifitas Pekerjaan, Pendidikan dan Tujuan hidup
Sebelum menjalani kehidupan ke-Bhikkhuan, B2 merupakan sosok individu yang tidak memiliki arah hidup. Kemanapun ia diajak
Universitas Sumatera Utara
oleh teman-temannya, ia akan tetap ikut baik ia diajak ke Vihara maupun berjudi.
“orang kemana saya kesana.. istilahnya dalam lingkungan itu apa lagi waktu berumah tangga ... orang istilahnya ayok
main judi ayok.. a.. ayok ke vihara ayok.. ayok nonton hiburan ayok.. ayok jalan jalan ayok.. berarti kan gak ada
tujuan hidup sepertinya.. kemana angin berhembus kesitu
kita...” R2.W2.b.1196-1124.h.24-25
Sejak ia mulai menjalani kehidupan ke-Bhikkhuan dan setelah ia belajar banyak mengenai Ajaran Buddha. Ia pun mulai memiliki
tujuan hidup. Tujuan hidup baginya adalah untuk mencapai kebahagiaan sejati pencapaian kesucian. Kebahagiaan sejati ini
diyakininya dapat diperoleh dengan cara menjalankan sila, banyak melakukan kebaikan dan terus berusaha untuk berlatih meditasi.
“sekarang ini baru setelah belajar Agama Buddha ini secara bener baru saya tau tujuan hidup ini untuk
apa..” R2.W2.b.1191-1193.h.24
“kalau sudah tau meditasi lakukan meditasi.. berulang ulang.. gagal duduk lagi gagal lagi duduk lagi.. gak ada berhasil
itu... yang dikatakan berhasil itu gak ada... yang dikatakan berhasil itu kalau dia duduk. kalau gak duduk berarti gagal..
cuman itu doank.. jalankan sila.. lakukan semaksimal mungkin... cuman itu
doank..” R2.W1.b.1103-1112.h.26
Ia pun mulai rajin menjalankan sila yang ada juga senantiasa berusaha untuk bermeditasi setiap hari. Ia juga sering mengajak umat-
umat yang ada untuk menyelenggarakan kegiatan bakti sosial setiap bulannya. Hal lain yang telah dilakukannya adalah mengajak umat
untuk berdana demi membangun Vihara di kampung halamannya.
Universitas Sumatera Utara
“kebanyakkan saya hanya menggerakkan di bidang sosial doang.. bikin ayok... bikin baksos.. mungkin Bhikkhu yang
paling banyak bikin baksos disini saya.. ya paling enggak untuk menimbun apa lah.. parami.. Dana
Parami.” R2.W2.b.0914-0920.h.19
3. Responden 3 a. Jadwal Wawancara