Komunikasi Kyai dan Santri

termasuk yang sangat penting dalam mengukur keberhasilan proses belajar mengajar. Santri terbagi dalam dua katagori. Pertama, santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal santri senior di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memegang tanggungjawab mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari. Kedua, santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren. Mereka bolak-balik nglajo dari rumahnya sendiri. Para santri kalong pergi ke pesantren ketika ada tugas belajar dan aktivitas pesantren lainnya. 41 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa santri adalah murid yang belajar di pesantren untuk lebih memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam di sebuah pondok pesantren.

2. Komunikasi Kyai dan Santri

Kyai dan santri merupakan elemen yang paling penting dalam proses belajar mengajar atau pengajaran dalam suatu lembaga pendidikan yaitu pondok pesantren. Hubungan antara kyai sebagai pemimpin dan pengajar atau guru di pesantren dengan santri sebagai peserta didik sangat erat sekali. Di mana seorang kyai yang bertindak sebagai komunikator dapat merubah sikap dan tingkah laku para santrinya, agar penyampaian pesan berhasil dengan baik dan berjalan secara efektif. Seorang kyai harus menciptakan keadaan yang 41 Haedari, Masa Depan Pesantren, Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global , h. 35. baik pula, artinya seorang kyai harus menjadi suri tauladan dan kepercayaan sehingga santri mulai menghargai seorang kyai dan hubungan yang serasi tetap terpelihara dengan baik. Tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh kyai terhadap santrinya adalah untuk menciptakan adanya hubungan timbal balik antara santri dan kyai, di mana para santri mengganggap kyainya seolah-olah seperti bapaknya sendiri, sedangkan kyai memperlakukan santri seperti anaknya sendiri juga. Sikap dan hubungan timbal balik ini menimbulkan suasana keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus. 42 Mastuhu menemukan dua pola komunikasi yang unik antara kyai dan santri. Sebagaimana gaya kepemimpinan sang kyai, dua pola komunikasi ini juga terdapat di semua pesantren yang dijadikan objek penelitiannya. Dua pola komunikasi tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, pola komunikasi otoriter-paternalistik. Yaitu pola komunikasi antara pimpinan dan bawahan atau, meminjam istilah James C. Scott, patron-client relationship, dan tentunya sang kyailah yang menjadi pimpinannya. Sebagai bawahan, sudah barang tentu peran partisipatif santri dan masyarakat tradisional pada umumnya, sangat kecil, untuk mengatakan tidak ada, dan hal ini tidak bisa dipisahkan dari kadar kekharismatikan sang kyai. Kedua, pola komunikasi laissez faire. Yaitu pola komunikasi kyai dan santri yang tidak didasarkan pada tatanan organisasi yang jelas. Semuanya didasarkan pada konsep ikhlas, barakah, dan ibadah sehingga pembagian 42 Ibid., h. 31-32. kerja antar unit tidak dipisahkan secara tajam. Seiring dengan itu, selama memperoleh restu sang kyai sebuah pekerjaan bisa dilaksanakan. 43

C. Pengajaran Seni Baca Al-Qur’an

1. Pengertian Pengajaran

Kata “pengajaran” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan. 44 Pengajaran juga diambil dari istilah instruksional yang berarti: “memberikan pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih dari berbagai bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau spesialisasi tertentu” atau dapat berarti pula “mendidik dalam subjek atau bidang pengetahuan tertentu.” Di sini juga dicantumkan makna lain yang berkaitan dengan komando atau perintah. 45 KH. Dewantara juga menjelaskan pengajaran adalah bagian dari pendidikan dan pengajaran onder wijs, itu tidak lain dan tidak bukan ialah salah satu bagian dari pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan. Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan 43 Ibid, h. 61-62. HM. Amin Haedari, dkk, mengutip pendapat Mastuhu mengenai pola komunikasi di pondok pesantren. 44 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995, Cet. Ke-7, h. 7. 45 Pawit M. Yusuf, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, Jakarta: Jakarta Press, 2002, Cet. Ke-1, h. 6.