BAB IV ANALISIS POLA KOMUNIKASI KYAI DAN SANTRI
DALAM PENGAJARAN SENI BACA AL-QUR’AN
A. Kyai dan Santri
1. KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A
KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, yang biasa disapa dengan kyai Sobron, seorang putra Ceger, Jurang Mangu Timur Pondok Aren Tangerang,
tepatnya kelahiran Tangerang, 10 Januari 1964. Ayahnya bernama H. Muhammad Zayyan Alm dan Ibunya bernama Hj. Pilus Almh. Anak
terakhir dari lima bersaudara, beliau tumbuh dalam lingkungan agamis. Maklum, di kampungnya banyak berdiri pesantren dan tempat-tempat yang
berkecimpung dengan syiar Islam. Tak salah apabila rutinitas generasi mudanya kental beraroma religius.
Kyai Sobron mengenyam pendidikan Madrasah Ibtidaiyyah MI, Madrasah Tsanawiyyah MTs, Madrasah Aliyah MA, sampai perguruan
tinggi di PTIQ. Memperdalam Seni tarik suara ia tak pernah ketinggalan untuk terus belajar kepada KH. Husin Alm, H. Muhammad Ali dan H.
Muhammad Nasir serta Ust. Abdullah Alm. Kegiatan memperdalam al- Qur’an, terus ia lakukan hingga saat ini.
79
Kyai Sobron, semenjak kecil memang sudah kelihatan tanda-tanda memiliki bakat atau potensi dengan seni baca al-Qur’an. Dengan bakat dan
potensi yang beliau punya, maka orang tuanya mendidik dan mengembangkan bakat tersebut, sehingga dengan didikan dan asuhan ibunya beliau seperti
sekarang ini, dan tidak lupa dengan bantuan atau didikan dari beberapa ustadz lainnya.
Sebuah perjalanan panjang telah dilaluinya, semenjak usia kanak-kanak hingga remaja. Berbagai perlombaan dan kejuaraan MTQ pun sudah
diikutinya, dari mulai tingkat RT hingga Nasional, meskipun bukan pada cabang Tilawatil Qur’an. Pada tahun 1985 mencapai puncak impiannya di
dunia seni baca al-Qur’an. Beliau dapat memperoleh Juara I Lomba Cerdas Cermat Isi Kandungan al-Qur’an atau Musabaqah Fahmil Qur’an tingkat
Nasional.
80
Beliau adalah seorang pemuda yang hidup hanya didampingi oleh seorang Ibu yang sudah tua, karena ayahnya meninggal jauh hari, ketika beliau
masih kecil. Tetapi itu tak pernah menjadi penghalang bagi dirinya untuk menggeluti dunia al-Qur’an yang memang menjadi kegemarannya semenjak
kecil. Keberhasilannya di dunia MTQ, membuat namanya mencuat kepermukaan terutama di wilayah Pondok Aren dan Tangerang. Lalu beliau,
79
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag. Pengurus Pondok Pesantren Al- Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
80
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag. Pengurus Pondok Pesantren Al- Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
melanjutkan studinya S1 di PTIQ Perguruan Tinggi Ilmu Qur’an dan S2 di IIQ tentunya dengan kondisi yang serba pas-pasan. Tetapi dorongan dari
orangtuannya serta kemauan dan kegigihan akhirnya beliau berhasil menyelesaikan studinya dengan hasil yang cukup memuaskan.
81
Di saat kuliah, beliau dipercaya untuk mengajar di MTs Ishlauddiniyyah serta santripun mulai berdatangan untuk belajar mengaji ke
tempatnya, semua ia jalani dengan penuh keikhlasan dan ketabahan. Berawal dari kegigihan, ketabahan, kesemangatan, keikhlasan, dan kerja keraslah kyai
Sobron mampu meraih kesuksesan demi cita-cita yang luhur yaitu mendirikan pondok pesantren yang bercirikan keal-qur’anan, dan pondok pesantren
tersebut dinamakan dengan Al-Qur’aniyyah.
82
KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, sebagai pemimpin atau kyai pondok pesantren Al-Qur’aniyyah, sangat demokratis dalam mengambil suatu
keputusan, bersifat sosial, sayang dengan orang lain terutama anak-anak yatim, kaum dhuafa, dan khususnya santri yang belajar di pondok pesantren
tersebut. Kyai Sobron sangat pekerja keras, penolong kaum yang lemah, seperti anak-anak yang sudah putus sekolah beliau angkat sebagai anak
kemudian disekolahkan sampai berhasil. Karena beliau sangat memikirkan masalah pendidikan. Beliau hadir sebagai orang tua untuk anak-anak yang
dibimbingnya, beliau siap 24 jam untuk melayani mereka, hal sekecil apapun itu harus diungkapkan dengan beliau. Sehinggga santri, anak-anak yatim dan
kaum dhuafa sangat mengagumi kekharismaan dan ketawadhuan beliau.
81
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al- Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
82
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
Figur seorang kyai seperti KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A, adalah panutan bagi semua santri maupun masyarakat yang ada di sekeliling pondok
pesantren Al-Qur’aniyyah. Kyai Sobron sangat berwibawa, kharismatik dan sikap keramah tamahan serta kekeluargaannya yang menyebabkan beliau
disegani oleh banyak orang. Hubungan kyai Sobron dengan para santri sangat harmonis, baik dengan santri mukim maupun dengan santri luar, terbukti
dengan kasih sayang yang beliau berikan kepada santri mukim, yaitu setiap pagi sebelum para santri berangkat ke sekolah beliau sudah menunggu di
depan rumah untuk memberikan uang jajan dan pamitan. Sedangkan dengan santri luar, beliau selalu memberikan pengarahan dan motivasi dalam setiap
pelajaran dan beliau juga tidak pernah membedakan dengan santri mukim.
83
Jika santri mempunyai masalah, baik masalah terhadap teman ataupun masalah dengan keluarga. Santri yang mempunyai masalah biasanya langsung
menceritakan masalahnya kepada kyai Sobron, setelah proses pengajaran seni baca al-Qur’an selesai, dan tidak hanya pada kyai Sobron saja tapi pada setiap
ustadz yang mengajar. Ketika kyai Sobron mengetahui permasalahan yang dihadapi santri, maka beliau berusaha menasehati dan memberikan solusi
dengan penuh keikhlasan, sehingga masalah tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Beliau selalu melakukan pemantauan dalam perkembangan para
santri setiap hari, dan beliau tidak pernah absen dalam melakukan hal tersebut, karena beliau merasa semua santri yang belajar di pondok pesantren dianggap
83
Wawancara Pribadi dengan Ust. Muhammad Hilimi, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
seperti anak sendiri dan tidak pernah membedakan satu sama lain. Santripun demikian, mereka menganggap beliau seperti bapak kandung sendiri.
84
Terlebih dalam hal pendidikan, kyai Sobron selalu menegaskan kepada semua santri bahwa:
“Pendidikan adalah sumber mata air ilmu yang mutlak diperlukan untuk menjadikan manusia lebih beradab. Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia, karena untuk menjadi manusia yang mempunyai harkat dan martabat terutama disisi Allah, haruslah dengan ilmu.”
85
Di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah kyai Sobron lebih menekankan pembelajaran yang beliau anggap sesuai dengan ciri khas pondok pesantren
tersebut, yaitu keal-qur’anan. Dengan mengajarkan ilmu-ilmu al-Qur’an, tajwid, nagham, ilmu qira’at, tartil, dan tahfidz, serta dengan mengarahkan
bakat masing-masing santri kearah pengkaderan generasi muda menjadi seorang qori-qoriah, da’i-da’iyah, hafidz-hafidzah, yang memiliki dasar
keagamaan yang berkualitas.
86
Kyai Sobron lebih memfokuskan mengajar ilmu-ilmu al-Qur’an dengan pengajaran seni baca al-Qur’an kepada para
santri. Setiap malam jum’at ba’da Isya beliau mengajarkan qira’at secara klasikalbersama-sama di Aula, baik santri luar maupun santri mukim. Di
dalam pengajaran seni baca al-Qur’an ini, beliau tidak pernah membedakan satu sama lain santri yang mengikuti pengajaran tersebut, walaupun banyak
santri luar yang mengikuti tetapi beliau selalu menunjukkan sikap kekharismatikannya di depan para santri, sehingga semakin banyak santri luar
84
Wawancara Pribadi dengan Rahmatullah, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 21 Maret 2008.
85
Wawancara Pribadi dengan, KH. Drs. M. Sobron Zayyan, M.A Pimpinan Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
86
Wawancara Pribadi dengan Ust. Abdul Latif, S.Ag, Pengurus Pondok Pesantren Al- Qur’aniyyah
, Tangerang, 20 Maret 2008.
yang mengikuti pengajaran seni baca al-Qur’an yang diadakan di pondok pesantren Al-Qur’aniyyah.
87
Dalam proses pengajaran seni baca al-Qur’an, beliau selalu menyampaikan materi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, mulai dari
pelajaran ilmu tajwid, ilmu lagu-lagu dalam al-Qur’an ilmu nagham, tangga nada maqom, qira’at sab’ah, maupun maqro-maqro bacaan. Dalam
penyampaian materi beliau selalu melakukan komunikasi kepada santri baik dengan menggunakan pola atau bentuk komunikasi kelompok kecil, yaitu kyai
Sobron sebagai seorang komunikator menyampaikan pesan atau materi pelajaran seni baca al-Qur’an kepada santri sebagai komunikan atau yang
disebut anggota kelompok kecil. Beliau juga menggunakan pendekatan secara personal dengan komunikasi antarpribadi antara kyai dengan santri, ketika
santri mendemonstrasikan materi pelajaran, semua komunikasi yang digunakan oleh kyai Sobron bertujuan agar materi yang disampaikan mudah
diserap dan diterima oleh santri yang mengikuti pelajaran tersebut. Kyai Sobron, dalam menyampaikan materi dengan menjelaskan secara
berulang-ulang dengan penuh kesabaran dan apabila ada materi yang kurang dipahami oleh santri, maka beliau mempersilahkan santri untuk melakukan
tanya jawab. Dengan metode pengulangan dan tanya jawab membuat santri semakin memahami pelajaran tersebut dengan baik dan menimbulkan
kedekatan antara kyai dan santri, sehingga hubungan antara kyai dan santri semakin harmonis.
88
87
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 21 Maret 2008.
88
Wawancara Pribadi dengan Sifa Nafiga, Santri Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah, Tangerang, 21 Maret 2008.
Selain metode pengulangan dan tanya jawab, masih banyak lagi metode- metode yang lain yang beliau gunakan dalam pengajaran seni baca al-Qur’an.
Dalam pengajaran seni baca al-Qur’an beliau selalu menginstruksikan kepada santri untuk mempraktekkan materi yang telah diajarkan dan disampaikan
dengan maju dihadapan beliau. Metode tersebut bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan santri dalam memahami pelajaran seni baca al-
Qur’an. Instruksi yang digunakan oleh kyai Sobron disebut dengan komunikasi instruksional, yaitu komunikasi antara guru atau kyai dengan
murid atau santri dalam menginstruksikan materi pelajaran. Beliau mengajar seni baca al-Qur’an tidak hanya malam jum’at saja,
tetapi ada hari-hari lain, yaitu hari Sabtu dan Minggu ba’da Ashar. Pada hari Sabtu dan Minggu beliau hanya mengajar khusus santri mukim untuk kelas
paling tinggi tingkatannya, yaitu kelas 5 dan 6 atau yang disebut juga tingkat mahir. Pada kelas 5 dan 6 beliau mengajarkan pelajaran seni baca al-Qur’an di
dalam kelas. Selain kelas 5 dan 6 masih ada kelas atau tingkatan yang lainnya dan dalam tiap kelas atau tingkatan ada yang mengajarnya, yaitu ustadz-ustadz
atau pengajar yang profesional yang sudah berpengalaman dan mendapat kepercayaan dalam pengajaran seni baca al-Qur’an. Setiap pengajar memiliki
metode pengajaran yang berbeda-beda dan tidak sedikit yang sama, sedangkan materi yang disampaikan hampir sama semua.
89
2. Profil Ustadz Muhammad Halimi, S.Ag