5.2.1. Perkembangan Komponen Pendapatan Daerah Kota Bogor
Struktur APBD Kota Bogor terdiri atas dua bagian, yaitu : pendapatan daerah dan pengeluaran daerah. Berbagai sumber pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang tercantum dalam pendapatan daerah, antara lain : sisa lebih APBD tahun lalu, Pendapatan Asli Daerah PAD, dana perimbangan dan
pendapatan lainnya yang sah. PAD merupakan pendapatan yang diperoleh daerah berdasarkan sumber-sumber yang terdapat di wilayahnya. Komponen PAD terdiri
dari pajak daerah, retribusi daerah, laba usaha daerah dan lain-lain PAD yang sah. Dana perimbangan merupakan pendapatan daerah yang berasal dari
APBN, terdiri dari dana bagi hasil dan dana transfer. Dana bagi hasil tersebut terdiri dari dana bagi hasil pajak dan bukan pajak sedangkan dana transfer yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
Sumber : BPS Kota Bogor 1993-2007, diolah Gambar 5.12. Perkembangan Komponen Pendapatan Daerah Kota Bogor
Tahun 1993-2007
Gambar 5.12 menunjukkan perkembangan PAD, dana bagi hasil dan dana transfer yang diperoleh Kota Bogor selama tahun 1993 hingga 2007. Ketiga
0.00 50000.00
100000.00 150000.00
200000.00 250000.00
300000.00 350000.00
400000.00
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 Jut
a R
upi ah
PAD SHR
TRSF
komponen tersebut rata-rata mengalami peningkatan setiap tahunnya, terutama sejak diberlakukannya desentralisasi fiskal. Hal ini menunjukkan bahwa
pelaksanaan desentralisasi fiskal telah mendorong pendapatan daerah yang berasal dari PAD, dana bagi hasil dan dana transfer dengan proporsi yang berbeda pada
setiap komponennya. Salah satu sumber pendapatan untuk penyelenggaraan pemerintahan
daerah adalah Pendapatan Asli Daerah PAD. Jumlah Pendapatan Asli Daerah PAD sepanjang tahun 1993 hingga 2000 mengalami fluktuasi Gambar 5.12.
Pada tahun 1993, PAD Kota Bogor sebesar 11.166,51 juta rupiah dan terus meningkat hingga sebesar 24.089,07 juta rupiah pada tahun 1997. Sejak tahun
1998 hingga 2000, jumlah PAD yang diperoleh Kota Bogor mengalami penurunan. Pendapatan PAD yang diperoleh pada tahun 1998 hanya sebesar
19.971,60 juta rupiah dan terus menurun hingga sebesar 16.059,46 juta rupiah pada tahun 2000.
Pendapatan asli daerah yang diperoleh Kota Bogor tahun 2001 sebesar 26.787,46 juta rupiah. Nilai PAD ini mengalami peningkatan cukup pesat jika
dibandingkan tahun 2000. Sejak pemberlakuan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki keleluasaan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Pelaksanaan
desentralisasi fiskal dimanfaatkan oleh pemerintah Kota Bogor untuk menetapkan sejumlah peraturan daerah guna meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Pada
awal desentralisasi fiskal, PAD Kota Bogor sebesar 26.787,46 juta rupiah dan terus meningkat hingga 79.818,13 juta rupiah pada tahun 2007.
Komponen PAD, baik sebelum atau selama penetapan desentralisasi fiskal, tidak mengalami banyak perubahan. Komponen pendapatan dari PAD
terdiri dari empat, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, dan lain-lain PAD yang sah hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan,
penjualan kendaraan bermotor, penjualan milik daerah lainnya dan jasa giro. Sepanjang tahun 1993 hingga 2007, pendapatan asli daerah PAD yang
bersumber dari pajak daerah setiap tahunnya mengalami peningkatan, sedangkan retribusi daerah, bagian laba usaha daerah dan bagian lain-lain PAD yang sah
mengalami fluktuasi Gambar 5.13.
Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah.
Gambar 5.13. Perkembangan Komponen Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor Tahun 1993-2007
PAD Kota Bogor sebagian besar bersumber dari pajak dan retribusi daerah. Pelaksanaan desentralisasi fiskal, mendorong pemerintah daerah
memanfaatkan kewenangan yang dimilikinya untuk menggali potensi daerah dalam bentuk pajak dan retribusi daerah. Pemerintah daerah memiliki keleluasaan
dalam menentukan jenis dan besarnya pungutan pajak dan retribusi daerah serta mengelola perusahaan daerah. Kewenangan dalam menentukan jenis dan besarnya
0.00 10000.00
20000.00 30000.00
40000.00
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 Jut
a R
upi ah
Pajak Retribusi
Laba BUMD Lain-lain PAD yang sah
pungutan pajak dan retribusi daerah ini diharapkan tidak menimbulkan biaya ekonomi tinggi yang berdampak pada perekonomian daerah.
Sejak penetapan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah Kota Bogor melaksanakan pemungutan terhadap 6 enam jenis pajak, yang terdiri dari pajak
penerangan jalan, pajak restoran, pajak hotel, pajak parkir, pajak reklame dan pajak hiburan. Di sisi lain, pungutan retribusi daerah dilakukan terhadap 30 tiga
puluh jenis retribusi. Berbagai peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah pada era desentralisasi fiskal,
maka tidak heran jika pendapatan daerah yang berasal dari pajak dan retribusi memiliki kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD.
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat pula bahwa kontribusi ketiga terhadap PAD adalah lain-lain PAD yang sah. Di sisi lain, kontribusi bagian laba
usaha daerah memberikan kontribusi paling rendah terhadap PAD. Hal ini menunjukkan bahwa kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah pada
masa desentralisasi fiskal telah mendorong peningkatan PAD yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah akan tetapi pemerintah Kota Bogor masih belum
berhasil meningkatkan pendapatannya yang bersumber dari laba usaha daerah. Fenomena ini terjadi disebabkan oleh skala usaha dari perusahaan daerah
yang relatif masih kecil, pengelolaan perusahaan daerah yang dinilai kurang efektif dan efisien dan prioritas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan
publik kepada masyarakat sehingga kontribusinya terhadap PAD relatif rendah. Sebagai contoh, Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kota Bogor masih
belum mampu memberikan pelayanannya kepada seluruh masyarakat Kota Bogor.
Pelayanan PDAM saat ini hanya dapat dimanfaatkan oleh 47 persen penduduk Kota Bogor.
Komponen kedua dari total pendapatan daerah menurut APBD adalah dana perimbangan. Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah
yang berasal dari APBN untuk pelaksanaan pemerintahan daerah yang terdiri dari dana bagi hasil dan dana transfer. Dana bagi hasil merupakan penerimaan daerah
dari penerimaan pajak dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang berdasarkan potensi daerah penghasil sedangkan dana
transfer merupakan dana yang ditransfer oleh pemerintah pusat yang bertujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah. Potensi daerah yang rendah serta
kebutuhan daerah yang besar merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya dana transfer yang diperoleh suatu daerah.
Perkembangan dana bagi hasil dan dana transfer yang diperoleh Kota Bogor pada masa sebelum desentralisasi fiskal mengalami peningkatan setiap
tahunnya, kecuali tahun 2000. Pendapatan dana bagi hasil tahun 1993 sebesar 2.229,70 juta rupiah dan terus meningkat hingga sebesar 13.622,75 juta rupiah
pada tahun 1999. Dana transfer yang diperoleh Kota Bogor pada tahun 1993 sebesar 10.452,39 juta rupiah dan terus meningkat hingga 56.842,77 juta rupiah
pada tahun 1999. Dana bagi hasil dan dana transfer yang diperoleh Kota Bogor tahun 2000 mengalami penurunan, yaitu sebesar 13.547,20 juta rupiah dan
51.092,90 juta rupiah. Tidak hanya PAD, pendapatan daerah yang bersumber dari dana bagi hasil
dan dana transfer pun mengalami peningkatan pada masa desentralisasi fiskal.
Dana transfer yang diperoleh Kota Bogor merupakan komponen pendapatan daerah yang mengalami peningkatan sangat pesat. Pada tahun 2001, dana transfer
yang diperoleh Kota Bogor sebesar 161.025,02 juta rupiah sedangkan dana transfer yang diperoleh pada tahun 2000 hanya sebesar 51.092,90 juta rupiah.
Peningkatan dana transfer ini berkaitan dengan diselenggarakannya desentralisasi fiskal.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal menyebabkan beban pengeluaran pemerintah daerah semakin meningkat. Fenomena ini terjadi karena adanya
pelimpahan pegawai dari Departemen dan kantor wilayah yang beralih status menjadi pegawai Pemerintah Kota Bogor akibat adanya kebijakan pemerintah
pusat dan pemberlakuan desentralisasi fiskal serta adanya kebijakan kenaikan gaji pegawai negeri sipil PNS melalui Keppres Nomor 64 Tahun 2001 tentang gaji
pokok PNS. Pelimpahan pegawai ini menyebabkan pengeluaran pemerintah daerah meningkat pesat, oleh karena itu pemerintah pusat meningkatkan alokasi
dana perimbangan dana alokasi umum kepada pemerintah daerah. Peningkatan dana transfer ini lah yang menyebabkan total pendapatan daerah pada masa
desentralisasi fiskal meningkat tajam.
5.2.2. Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah Kota Bogor