5.2.3.4. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dana bagi hasil pajak dan bukan pajak. Dana bagi hasil yang diperoleh Kota Bogor
sepanjang tahun 1993 hingga 2000 relatif rendah, yaitu berkisar antara 2.229,70 juta rupiah hingga 13.547,20 juta rupiah. Sejak pelaksanaan desentralisasi fiskal,
dana bagi hasil yang diperoleh Kota Bogor meningkat pesat hingga sebesar 36.097,20 juta rupiah dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga
sebesar 141.210,73 juta rupiah pada tahun 2007. Tabel 5.13. Perkembangan Dana Bagi Hasil Kota Bogor
Tahun Dana Bagi Hasil Juta Rupiah
Pertumbuhan
1993 2.229,70
1994 2.845,94
27,64 1995
3.126,79 9,87
1996 5.772,58
84,62 1997
7.405,61 28,29
1998 10.613,87
43,32 1999
13.622,75 28,35
2000 13.547,20
-0,55 2001
36.097,20 166,45
2002 45.118,73
24,99 2003
84.484,22 87,25
2004 111.650,47
32,16 2005
126.193,63 13,03
2006 153.577,12
21,70 2007
141.210,73 -8,05
Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah.
Untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi dana bagi hasil yang diperoleh Kota Bogor, maka dilakukan perumusan model dugaan dana bagi hasil.
Model dana bagi hasil pajak dan atau bukan pajak diduga dipengaruhi oleh PDRB per kapita, jumlah kendaraan bermotor, inflasi dan dummy desentralisasi. Nilai R
2
model dugaan dana bagi hasil sebesar 0,921 yang berarti bahwa model tersebut
cukup baik menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Tabel 5.14 menunjukkan bahwa dana bagi hasil secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah kendaraan
bermotor dan dummy desentralisasi pada taraf nyata 5 persen. Tabel 5.14. Model Dugaan Dana Bagi Hasil Kota Bogor
Variabel Penjelas Parameter Dugaan
T-hitung Peluang α
Intersep -281,7277
-0,011 0,992 PDRB per kapita
1635,645 0,231 0,822
Jumlah Kendaraan Bermotor 0,232348
2,805 0,019 Inflasi
28,72504 0,145 0,887
Dummy desentralisasi 31063,64
3,862 0,003 R
2
=0,921 R
2
-adj=0,890 F-hitung=29,2240,000 DW=1,248
Nilai parameter dugaan jumlah kendaraan bermotor sebesar 0,232348. Nilai parameter dugaan tersebut memiliki arti bahwa dalam kondisi ceteris
paribus, peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebesar satu unit akan meningkatkan dana bagi hasil pajak dan bukan pajak sebesar 0,232348 juta
rupiah. Pernyataan ini diperkuat dengan pola hubungan antara jumlah kendaraan bermotor dengan dana bagi hasil pada Gambar 5.21. Pola hubungan antara jumlah
kendaraan bermotor terhadap dana bagi hasil yang diperoleh Kota Bogor cenderung positif.
VEH
SH R
200000 150000
100000 50000
80000 70000
60000 50000
40000 30000
20000 10000
Scatterplot of SHR vs VEH
Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah. Gambar 5.21. Pola Hubungan antara Jumlah Kendaraan Bermotor VEH dan
Dana Bagi Hasil SHR
Tidak hanya jumlah kendaraan bermotor, variabel dummy desentralisasi fiskal pun berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini
berarti bahwa pendapatan daerah Kota Bogor yang berasal dari dana bagi hasil
semakin meningkat sejak dilaksanakannya desentralisasi fiskal.
Berdasarkan hasil regresi dana bagi hasil, variabel PDRB per kapita tidak berpengaruh nyata terhadap dana bagi hasil pada taraf nyata 5 persen. Peningkatan
PDRB per kapita tidak mendorong peningkatan dana bagi hasil. Kondisi ini diduga terjadi karena tidak semua masyarakat Kota Bogor menjadi wajib pajak
yang dikenakan beban pungutan pajak dan bukan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan propinsi. Sebagai contoh, pungutan pajak kendaraan
bermotor hanya diberlakukan bagi masyarakat Kota Bogor yang memiliki kendaraan bermotor. Pola hubungan antara PDRB per kapita terhadap dana bagi
hasil tercermin pada gambar 5.22.
PDRBC
SH R
4.8 4.6
4.4 4.2
4.0 3.8
3.6 3.4
3.2 80000
70000 60000
50000 40000
30000 20000
10000
Scatterplot of SHR vs PDRBC
Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah. Gambar 5.22. Pola Hubungan antara PDRB per Kapita PDRBC dan Dana Bagi
Hasil SHR
Tidak hanya variabel PDRB per kapita, variabel inflasi daerah pun tidak berpengaruh nyata terhadap dana bagi hasil. Hal ini diduga terjadi karena pajak
merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh badan atau pribadi kepada daerah.
Oleh karena itu walau tingkat inflasi daerah mengalami peningkatan atau penurunan, para wajib pajak tetap harus membayar pajak daerah kepada
pemerintah daerah.
5.2.3.5. Dana Transfer