Retribusi Daerah Potensi Keuangan Daerah

5.1.3.2. Retribusi Daerah

Retribusi daerah merupakan komponen kedua yang memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah Kota Bogor. Pendapatan retribusi daerah Kota Bogor pada masa sebelum desentralisasi fiskal berfluktuasi, berkisar antara 5.998,02 juta rupiah hingga 12.100,14 juta rupiah. Retribusi daerah Kota Bogor pada masa desentralisasi fiskal mengalami peningkatan yang cukup pesat. Retribusi daerah pada tahun 2000 sebesar 7.638,15 juta rupiah dan meningkat hingga sebesar 12.668,42 juta rupiah dengan pertumbuhan sebesar 54,21 persen pada tahun 2001. Tabel 5.9. Perkembangan Retribusi Daerah Kota Bogor Tahun Retribusi Daerah Juta Rupiah Pertumbuhan 1993 5.998,02 1994 7.611,80 26,91 1995 9.647,13 26,74 1996 11.277,00 16,89 1997 12.100,14 7,30 1998 7.859,63 -35,05 1999 7.675,35 -2,34 2000 7.276,74 -5,19 2001 11.221,26 54,21 2002 12.823,88 14,28 2003 18.736,97 46,11 2004 22.557,86 20,39 2005 23.951,25 6,18 2006 27.284,33 13,92 2007 28.319,58 3,79 Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah. Untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi retribusi daerah, maka dirumuskan model dugaan retribusi daerah. Model dugaan retribusi daerah dipengaruhi oleh PDRB per kapita, inflasi, jumlah wisatawan, retribusi tahun lalu dan dummy desentralisasi. Nilai R 2 dan R 2 –adj sebesar 0,959 dan 0,936 Tabel 5.10. Nilai ini menunjukkan bahwa model dugaan retribusi daerah tersebut sangat baik menginterpretasikan kondisi yang sebenarnya. Retribusi daerah secara signifikan dipengaruhi oleh inflasi daerah, jumlah wisatawan dan penerimaan retribusi tahun lalu pada taraf nyata sebesar 5 persen. Tabel 5.10. Model Dugaan Retribusi Daerah Kota Bogor Variabel Parameter Dugaan T-hitung P-value Intersep -1869,160 -0,586 0,572 PDRB per kapita -673,2295 -0,846 0,419 Inflasi -248,6573 -8,875 0,000 Jumlah wisatawan 0,003382 3,689 0,005 Retribusi tahun lalu 1,116110 12,471 0,000 Dummy desentralisasi fiskal 1643,328 2,047 0,071 R 2 =0,959 R 2 -adj=0,936 F-hitung=41,6910,000 DW=2,743 h=-1,535 Variabel jumlah wisatawan dan retribusi daerah tahun lalu berpengaruh positif terhadap retribusi daerah dengan nilai dugaan parameter sebesar 0,003382 dan 1,116110. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah wisatawan sebanyak satu orang ceteris paribus, maka pendapatan retribusi daerah Kota Bogor akan meningkat sebesar 0,003382 juta rupiah. Pernyataan ini diperkuat dengan pola hubungan antara jumlah wisatawan dengan retribusi daerah yang cenderung positif Gambar 5.16. REC NT AX 2200000 2000000 1800000 1600000 1400000 1200000 1000000 22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 Scatterplot of NTAX vs REC Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah. Gambar 5.17. Pola Hubungan antara Jumlah Wisatawan REC dan Retribusi Daerah NTAX Begitu pula variabel retribusi daerah tahun lalu yang berpengaruh positif terhadap retribusi daerah. Peningkatan retribusi daerah tahun lalu tahun ke t-1 akan mendorong peningkatan retribusi yang diperoleh Kota Bogor saat ini tahun ke-t ceteris paribus. Variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap retribusi daerah dengan nilai parameter dugaan sebesar -248,6573. Hal ini berarti bahwa jika inflasi meningkat sebesar satu persen, maka jumlah penerimaan retribusi daerah akan menurun sebesar 248,6573 juta rupiah. Pernyataan ini diperkuat dengan pola hubungan antara inflasi dan retribusi daerah yang cenderung negatif gambar 5.18. INF NT AX 60 50 40 30 20 10 22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 Scatterplot of NTAX vs INF Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah. Gambar 5.18. Pola Hubungan antara Inflasi INF dan Retribusi Daerah NTAX Kondisi ini berbanding terbalik dengan hipotesis semula. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh inflasi yang akan mengurangi kecenderungan masyarakat untuk memanfaatkan jasa pemerintah daerah. Sebagaimana diketahui bahwa retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Kenaikan inflasi ini menyebabkan masyarakat Kota Bogor mengurangi konsumsi atas jasa yang disediakan dan diberikan oleh pemerintah, seperti jasa atas tempat rekreasi dan olah raga, sehingga mengurangi pendapatan daerah yang bersumber dari retribusi daerah. Variabel PDRB per kapita tidak berpengaruh nyata terhadap retribusi daerah pada taraf nyata 5 persen. Hal ini diduga terjadi karena peningkatan PDRB per kapita tidak serta-merta mendorong masyarakat untuk meningkatkan konsumsinya atas jasa publik dan pemberian ijin yang disediakan oleh pemerintah Kota Bogor. Pernyataan ini didukung oleh pola hubungan antara PDRB per kapita dengan retribusi daerah dimana pola tersebar acak dan tidak berpola Gambar 5.19. Selain itu, pelaksanaan desentralisasi fiskal tidak serta-merta meningkatkan retribusi daerah. Peningkatan retribusi daerah pada masa desentralisasi fiskal lebih didorong oleh faktor-faktor lain seperti jumlah wisatawan dan lain sebagainya. PDRBC NT AX 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 22000 20000 18000 16000 14000 12000 10000 8000 6000 Scatterplot of NTAX vs PDRBC Sumber : BPS Kota Bogor, 1993-2007 diolah. Gambar 5.19. Pola Hubungan antara PDRB per Kapita PDRBC dan Retribusi Daerah NTAX

5.2.3.3. Laba Perusahaan Daerah