Strategi Manajemen Risiko Usahatani Ex-post Ex-post Risk

330 informal masih banyak ditemukan di daerah sentra produksi cabai merah di Kabupaten Brebes.

7.4.3. Strategi Manajemen Risiko Usahatani Ex-post Ex-post Risk

Management Strategy Strategi manajemen risiko usahatani ex-post atau bersifat adaptif setelah terjadi goncangan berupa kegagalan panen atau penurunan produktivitas, maka tindakan yang dipilih oleh petani sangat bergantung pada peranan usahatani bersangkutan dalam kaitannya dengan sumber pendapatan keluarga. Pada Tabel 59 diperlihatkan bahwa petani cabai merah besar dan cabai merah keriting yang menyatakan bahwa sumber penghidupan keluarga sebagian besar bergantung pada usahatani cabai merah masing-masing dengan pangsa 42.50 dan 35.42 . Artinya usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting menduduki posisi penting dalam struktur pendapatan rumah tangga petani. Strategi manajemen risiko ex-post petani cabai merah besar dan cabai merah keriting yang ditujukan untuk menutupi kekurangan dalam menghidupi keluarga secara berturut-turut adalah : 1 Menggunakan pendapatan usahatani lainnya 43.00 untuk petani cabai merah besar dan 50.00 untuk petani cabai merah keriting; 2 Mengambil dari tabungan 20.00 untuk petani cabai merah besar dan 14.58 untuk petani cabai merah keriting, terutama petani lahan luas; 3 Menjual sebagian aset yang dimilikinya sebesar 17.00 untuk petani cabai merah besar dan 14.58 untuk petani cabai merah keriting; 4 Mencari pekerjaan tambahan sebesar 16 untuk petani cabai merah besar dan 13.54 untuk petani cabai merah kecil, terutama untuk petani lahan sempit; 331 serta 5 Meminjam uang dari saudara sebesar 4.00 untuk petani cabai merah besar dan 7.29 untuk petani cabai merah keriting, kerabat atau tetangga. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemandirian petani cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup baik. Secara empiris aksessibilitas petani cabai merah keriting lebih mampu mengakses terhadap sumber kredit formal perbankan, sedangkan petani cabai merah besar masih cukup banyak tergantung pada sumber- sumber kredit informal, terutama pedagang saprodi dan pedagang pengumpul hasil. Usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting merupakan sumber pendapatan penting rumah tangga. Jika terjadi kerugian petani akan tetap menanam cabai merah pada musim selanjutnya, dengan urutan strategi sebagai berikut. Urutan pertama, luas pertanaman pada MT berikutnya dikurangi sebesar 32.50 untuk petani cabai merah besar dan 32.29 untuk petani cabai merah keriting, terutama untuk petani yang bersifat menghindari risiko risk averter. Urutan ke dua, menambah modal dengan mengambil tabungan yang dimiliki sebesar 15.50 untuk petani cabai merah besar dan 26.04 untuk petani cabai merah keriting. Hal ini dilakukan terutama bagi petani lahan luas dan berani mengambil risiko usahatani. Kemampuan permodalan menentukan tingkat intensifitas dan keberlanjutan usahatani cabai merah besar. Urutan ketiga, menambah modal dengan meminjam uang secara kredit dari kelembagaan keuangan sebesar 16.00 untuk cabai merah besar dan 22.92 untuk cabai merah keriting. Hal ini juga menunjukkan bahwa akses petani terhadap sumber-sumber kredit relatif terbatas. Urutan ke empat, meminjam saprodi dari kios atau toko saprodi dengan sistem yarnen sebesar 20.50 untuk petani cabai merah besar dan 7.29 332 untuk petani cabai merah keriting, terutama bagi petani yang sudah terbiasa berlangganan. Secara empiris ketergantungan modal terhadap kios atau toko saprodi lebih besar untuk petani cabai merah besar dibandingkan cabai merah keriting. Urutan kelima, mengusahakan tanaman yang berisiko lebih kecil sebesar 15.50 untuk petani cabai merah besar dan 11.46 untuk petani cabai merah keriting. Strategi ini terutama dilakukan oleh petani yang kekurangan modal dan berperilaku menghindari risiko produksi. Demikian juga halnya, jika terjadi kegagalan panen pada usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting, maka pilihan-pilihan strategi yang akan diambil petani sebagai berikut. Urutan pertama, tetap menanam sebesar 59.50 untuk petani cabai merah besar dan 68.75 untuk petani cabai merah keriting, terutama bagi petani yang bersifat berani mengambil risiko risk taker. Urutan kedua, hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang dipandang aman sebesar 26.50 untuk petani cabai merah besar dan 21.88 untuk petani cabai merah keriting. Perilaku ini terutama dijumpai pada petani lahan kecil yang bersikap penghindar risiko risk averter. Urutan ketiga, hanya akan menanam pada waktu yang diperkirakan harga tinggi sebesar 11.50 untuk petani cabai merah besar dan 7.29 untuk petani cabai merah keriting. Fenomena ini terutama ditemukan pada petani lahan kecil yang umumnya bersifat penghindar risiko produksi. Terakhir, tidak menanam cabai merah lagi karena takut kegagalan terulang lagi sebesar 2.50 untuk petani cabai merah besar dan 2.08 untuk petani cabai merah keriting. Hal ini terutama ditemukan pada petani yang kekurangan modal dan bersifat penghindar risiko. 333 Tabel 59. Strategi Manajemen Risiko Ex post pada Usahatani Cabai Merah Besar dan Cabai Merah Keritin, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009 Cabai Merah Besar Cabai Merah Keriting No Uraian Frek N=200 Frek N=96 1 Status usahatani cabai dalam menghidupi keluarganya a. Sepenuhnya bergantung pada usahatani cabai merah b. Sebagian besar bergantung pada usahatani cabai merah c. Sebagian kecil bergantung pada usahatani cabai merah d. Sama sekali tidak bergantung pada usahatani cabai merah 7 85 105 3 3.50 42.50 52.50 1.50 3 34 58 1 3.13 35.42 60.42 1.04 2 Jika usahatani cabai mengalami kegagalan, usaha untuk menutupi kegagalan dalam menghidupi keluarga a. Pendapatan dari usahatani lainnya b. Mengambil dari tabungan c. Meminjam dari petani laintetangga kerabat d. Mencari pekerjaan tambahan e. Menjual sebagian aset yang dimilki 86 40 8 32 34 43.00 20.00 4.00 16.00 17.00 48 14 7 13 14 50.00 14.58 7.29 13.54 14.58 3 Jika mengalami kerugian, tindakan apa atau sumber modal mana yang dipilih untuk pertanaman berikutnya a. Luas pertanaman pada MT berikutnya disesuaikan dengan modal yang tersdia b. Menambah modal dengan mengambil dari tabungan c. Menambah modal dengan meminjam uang d. Meminjam sarana produksi dari tokokios saprotan e. Mengusahakan tanaman yang berisiko kecil 65 31 32 41 31 32.50 15.50 16.00 20.50 15.5 31 25 22 7 11 32.29 26.04 22.92 7.29 11.46 4 Tindakan yang dilakukan jika pertanaman cabai dianggap gagal a. Tidak menanam cabai lagi karena takut kegagalan tersebut terulang b. Hanya akan menanam pada waktu atau musim tanam yang aman c. Hanya akan menanam pada waktu atau musim yang diperkirakan harga baik d. Tetap akan menanam cabai lagi dan mencari penyebab kegagalan 5 53 23 119 2.50 26.50 11.50 59.50 2 21 7 66 2.08 21.88 7.29 68.75 334 7.5. Strategi Manajemen Risiko Melalui Kemitraan Usaha antara Petani dengan Perusahaan Industri Pengolahan Salah satu strategi dalam manajemen risiko dalam usahatani adalah melalui kemitraan usaha. Debertin 1986 menyebutkan dengan istilah kontrak contract. Chopra dan Soddi 2004 menyebutnya pentingnya manajemen risiko dengan integrasi vertikal vertical integration, kontrak produksi production contract, dan kontrak pemasaran marketing contract. Hasil kajian di lapang menunjukkan paling tidak terdapat 2 dua pola kelembagaan pemasaran pada komoditas cabai merah di Jawa Tengah, yaitu: 1 Pola dagang umum PDU yang bersifat transaksional baik dengan ikatan modal, ikatan langganan, maupun secara bebas; dan 2 Pola kemitraan usaha antara petani dengan pelaku usaha lain perusahaan pengolahan hasil. Salah satu kemitraan usaha formal yang ditemukan di lapang adalah kemitraan antara perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra dengan kelompok tanigabungan kelompok tanipaguyupan kelompok tani cabai merah sebagai petani mitra. Perusahaan ini memiliki salah satu divisi usaha yaitu divisi pengolahan hasil pertanian agro processing dengan produk seperti sambal, saos, dan kecap. Untuk memenuhi bahan baku produksi ditangani oleh bagian pengadaan procurement. Dalam pemenuhan bahan baku perusahaan ini menjalin kemitraan usaha dengan para petanikelompok tani maupun pemasok supplier individu. Pengadaan barang perusahaan industri pengolahan dilakukan dengan 4 empat cara, yaitu: 1 melalui kegiatan impor terutama dari China, 2 kontrak dengan pemasok supplier, 3 kontrak dengan penanam atau petani lahan luas grower, dan 4 kontrak dengan petanikelompok taniGapoktan. Komposisi 335 pengadaan pada saat ini 2008-2009 masih didominasi oleh supplier 70, petanikelompok tanigrower 20 dan impor 10. Berdasarkan wawancara dengan petugas lapang dari perusahaan industri pengolahan, diperoleh informasi bahwa perusahaan ini memiliki target pengadaan ke depan dari petanikelompok tanigrower dapat ditingkatkan hingga mencapai 40 persen. Dengan demikian kemungkinan dilakukan kontrakkemitraan usaha dengan petani masih sangat terbuka luas. Mekanisme kemitraan usaha yang ditempuh selama ini adalah langsung ke pelaku usaha pertanian farmergrowersuplier. Pola kemitraan usaha yang dijalankan selama ini bermacam-macam bentuknya, di antaranya: 1 Perusahaan industri pengolahan melakukan kontrak langsung dengan kelompok tanigapoktanpaguyupan kelompok tani PKT, 2 Perusahaan industri pengolahan menandatangani kontrak dengan grower yang kebanyakan adalah petani lahan luas yang juga merangkap sebagai pedagangsupplier dan selanjutnya grower bermitra dengan petani disekitarnya, dan 3 Perusahaan industri pengolahan melakukan kontrak dengan kelompok tanigapoktan dan ada investor yang kontrak dengan perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra, misalnya dalam penyediaan sarana produksi. Kemitraan usaha antara perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra dengan petani atau kelompok tani sebagai petani atau kelompok mitra hanya ditemukan pada komoditas cabai merah besar dan tidak dijumpai untuk komoditas cabai merah keriting. Hal ini disebabkan kebutuhan terbesar adalah untuk industri saus yang sebagian besar bahan bakunya 90 adalah 336 cabai merah besar dan 10 adalah cabai merah keriting. Pola ini ditemukan baik di daerah sentra produksi cabai merah besar dataran rendah maupun didaerah sentra produksi dataran tinggi. Aturan main yang berlaku pada kelembagaan kemitraan usaha antara perusahaan mitra yang bergerak dalam industri pengolahan cabai merah dengan gapoktankelompok tani dituangkan dalam kontrak kerjasama. Kewajiban gapoktankelompok tani : 1 Menyediakan lahan minimal 5 hektar untuk budidaya cabai merah besar, secara empiris kemampuan kelompok tani menyediakan lahan bervariasi dari 5-15 hektar; 2 Menanam varietas cabai yang telah ditentukan perusahaan mitra, yaitu Varietas Biola, Hot Beauty, atau Hot Chili, dalam pelaksanaannya sebagian besar petani memilih Varietas Biola, karena dipandang lebih unggul; 3 Melakukan budidaya sesuai anjuran dan bimbingan teknis manajemen dari Perusahaan Mitra melalui petugas lapang; 4 Menyerahkan hasil panen kepada perusahaan mitra, di mana dalam luasan 1 hektar diperkirakan jumlah tanaman cabai merah sekitar 15 000 batang dengan produktivitas sekitar 1.5 kgbatang dan ditetapkan produktivitas 0.8 kgbatang yang memenuhi syarat, untuk cabai merah besar yang tidak sesuai dengan persyaratan kualitas dapat dijual di pasar bebas; 5 Dalam pemasaran hasil, petanikelompok taniGapoktan tidak diperkenankan menjual produk di luar perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra, sebelum memenuhi kewajiban sesuai kuota yang disepakati ke pihak perusahaan mitra; dan 6 standar kualitas cabai merah besar harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan. 337 Dalam menjalin kemitraan usaha dituangkan dalam surat perjanjian, misalnya perjanjian antara perusahaan industri pengolahan dengan paguyupan kelompok tani di Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dituangkan dalam surat perjanjian No: PPST1215-042007. Adapun isi dari surat perjanjian tersebut adalah bahwa keduabelah pihak sepakat untuk menjalin kemitraan usaha pengadaan jual beli cabai merah Varietas Biola. Berbeda halnya dengan kemitraan usaha dengan kelompok tani di Desa Kuta Bawah, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga kesepakatan kontrak dilakukan langsung antara perusahaan industri pengolahan dengan kelompok tani. Keuntungan melakukan kemitraan secara langsung ini adalah manfaat atau keuntungan dari kemitraan usaha tidak harus dibagi lagi dengan pelaku usaha lainnya, sehingga petani lebih dapat merasakan manfaat dari kemitraan usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapang perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra dengan kelompok tani mitra diperoleh informasi beberapa kriteria sebagai berikut : 1 Warna cabai merah besar haruslah merah mulus, 2 Panjang buah cabai merah besar : 9.5-14.50 cm, 3 Maksimal cacat fisik seperti busuk atau pecah maksimal 1.5 persen, 4 Maksimal cacat warna buah maksimal 1.5 persen, 5 tingkat kepedasan: terdeteksi di atas 400 x pengenceran, 6 Penampilan: segar, tanpa tangkai dan batang, 7 Rasa: pedas cabai dan tidak pahit, 8 Pengepakan: dengan plastik kapasitas 50 kgkantong, 9 Jumlah cabai merah besar yang dikirim produksi 0.80 kgtanaman dengan jadwal pengiriman berlaku selama musim tanam empat 338 bulan masa tunggu panen dan tiga bulan masa panen dengan waktu pengiriman 3 hari sekali setelah panen. Kewajiban perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan mitra adalah: 1 Menyediakan sarana produksi terutama benih cabai merah dengan varietas yang telah disepakati bersama, sedangkan sarana produksi lain tergantung kesepakatan ke dua belah pihak, penyediaan saprodi dapat dilakukan oleh pihak ketiga; 2 Melakukan bimbingan teknis budidaya dan penanganan pasca panen pengkelasangrading dan kemasanpackaging; 3 Perusahaan mitra melakukan penampunganpembelian cabai merah besar, bisa secara langsung maupun melalui pemasok supllier dengan harga yang sudah ditetapkan dan pembayaran dilakukan paling lama tiga minggu setelah barang diterima di pabrik; dan 4 Melakukan pembayaran sesuai kontrak berdasarkan harga dan sistem pembayaran yang telah disepakati. Kelembagaan kelompok tanigapoktan baik di Desa Sidomoro, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali serta di Desa Demak Ijo, Kecamatan Karangnongko dan Desa Gatak, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten pernah menjalin kemitraan usaha komoditas cabai merah besar dengan PT. Heinz ABC, pada tahun 2006, 2007 dan 2008. Pada tahun 2008, kemitraan usaha pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah di Kabupaten Klaten kurang berhasil dan tidak dilanjutkan, kemudian menyusul pada Tahun 2009 kemitraan usaha yang sama dataran rendah di Boyolali juga mengalami kegagalan dan tidak dilanjutkan lagi. Sementara itu, kemitraan usaha antara perusahaan industri pengolahan 339 dengan kelompok taniPaguyupan Kelompok Tani baik di daerah sentra produksi dataran tinggi di Boyolali maupun di Purbalingga cukup berhasil dengan baik. Beberapa penyebab kurang berhasilnya kemitraan usaha pada daerah sentra produksi lahan sawah dataran rendah adalah : pertama, sebagian besar petani yang bermitra 60-70 kurang berhasil, yang terutama disebabkan kurang bagusnya kualitas benih cabai merah besar yang di sediakan perusahaan pembibitan. Kedua, terdapat banyak petani 50 yang mengalami kerugian secara ekonomi karena adanya serangan OPT. Ketiga, penyediaan benih yang agak terlambat sehingga waktu tanam mengalami pergeseran dan tidak tepat musim. Keempat, standar kualitas hasil yang ditetapkan sangat tinggi dan banyak kriteria yang harus dipenuhi. Terakhir, harga kontrak yang ditetapkan jauh di bawah harga aktual yang terjadi di pasar tahun 2007 harga kontrak Rp. 4 000.Kg dengan tangkai atau Rp.4 150 tanpa tangkai vs harga pasar Rp. 6 000Kg dan tahun 2008 harga kontrak Rp. 5 500 Kg tanpa tangkai dan 6 000Kg dengan tangkai. Beberapa permasalahan pokok yang dihadapi dalam membangun kemitraan usaha antara perusahaan industri pengolahan dengan PKTKelompok Tani adalah : pertama, target produksi seringkali tidak tercapai, karena masih rendahnya produktivitas dan risiko produksi yang dihadapi petani mitra. Kedua, standar kualitas yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi, karena teknologi budidaya yang belum mengikuti anjuran dan penanganan pasca panen yang belum prima. Ketiga, kurangnya permodalan petani, sementara itu usahatani cabai merah besar adalah padat modal dan sekaligus padat tenaga kerja. Ke empat, 340 harga kontrak yang dipandang rendah dan selalu di bawah harga pasar, seringkali menyebabkan petani menjual sebagian hasil produksinya ke pasar bebas. Kelima, standar kualitas yang ditetapkan terlalu tinggi, sehingga seringkali petani mendapatkan rafaksi potongan harga yang cukup tinggi. Terakhir, masalah kurangnya komitmen petani yaitu fenomena ingkar janji, terutama jika terjadi harga di pasar lebih tinggi dari harga kontrak. Beberapa masukan dan saran dari kelompok tanigapoktan, antara lain adalah : pertama, meningkatkan kualitas benih cabai merah yang disediakan oleh perusahaan pembibitan yang menjadi mitra perusahaan industri pengolahan dan dengan pilihan jenis varietas yang lebih beragam dan jaminan dari perusahaan rekanan. Kedua, meningkatkan produktivitas dan kontinyuitas pasokan melaui perbaikan teknologi budidaya yang lebih maju. Ketiga, menjaga kualitas cabai merah besar yang dihasilkan melalui jaminan kualitas benih, teknik budidaya sesuai anjuran, serta panen dan penanganan pasca panen secara prima. Keempat, memperbaiki kesepakatan harga kontrak dengan mempertimbangkan perkembangan biaya produksi harga input dan harga cabai merah besar di pasar, diperkirakan Rp. 5 500Kg dengan tangkai dan Rp. 6 000,-Kg tanpa tangkai 2008. Kelima, membangun kelembagaan kemitraan usaha yang dapat saling membutuhkan, memperkuat dan saling menguntungkan. Berdasarkan tinjauan teoritis dan empiris di lapang, terdapat 10 aspek yang penting dipertimbangkan dalam membangun kelembagaan kemitraan usaha cabai merah yang berdayasaing, yaitu : 1 Membangun kemitraan usaha haruslah dilakukan melalui proses sosial yang matang; 2 Pentingnya membangun 341 komitmen bersama untuk menciptakan saling kepercayaan; 3 Perencanaan dan pengaturan produksi di daerah-daerah sentra produksi; 4 Pentingnya pemahaman terhadap jaringan agribisnis secara keseluruhan; 5 Adanya jaminan pasar dan kepastian harga yang didasarkan kesepakatan bersama; 6 Konsolidasi kelembagaan di tingkat petani baik dari aspek keanggotaan, teknis budidaya, manajemen usahatani, dan permodalan; 7 Menuntut adanya konsistensi atau jaminan kualitas produk pada seluruh tahapan proses produksi dan distribusi dari hulu hingga hilir; 8 Pentingnya kandungan kewirausahaan pada seluruh pelaku usaha, 9 Adanya sistem koordinasi vertikal yang menjamin keterpaduan antar pelaku dan keterpaduan proses, dan 10 Pengembangan sistem informasi yang handal sebagai input utama dalam sistem pengambilan keputusan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

1. Tingkat produktivitas yang dicapai petani cabai merah besar dan cabai merah keriting di lokasi peneltian sudah cukup tinggi, yaitu di atas rata-rata produktivitas Provinsi Jawa Tengah, namun masih di bawah paket rekomendasi. Faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan menjadi faktor pembatas peningkatan produktivitas cabai merah besar adalah pupuk N, PPCZPT, dan kapur. Sementara itu, faktor produksi yang berpengaruh secara positif dan menjadi faktor pembatas peningkatan produktivitas cabai merah keriting adalah benih, pupuk N, dan pupuk P 2 O 5 . 2. Tingkat pencapaian efisiensi teknis TE usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting tergolong tinggi, sedangkan pencapaian efisiensi alokatif AE dan efisiensi ekonomi EE pada level moderat. Masih ada ruang peningkatan efisiensi produksi baik melalui peningkatan efisiensi teknis maupun efisiensi alokatif. 3. Faktor produksi yang bersifat meningkatkan inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar terutama adalah : pupuk K 2 O, pupuk N, pestisidafungisida dan benih. Faktor-faktor produksi yang dapat menimbulkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah keriting adalah : PPCZPT, pestisdafungisida, serta TKDK dan TKLK. Sementara itu, faktor produksi yang bersifat menurunkan inefisiensi teknis pada usahatani cabai merah besar adalah kapur,