42 Dari pemilihan atribut data masukan ini didapatkan delapan data yang lebih terperinci yang
diperkirakan memiliki dampak yang nyata sebagai penyebab adanya kelangkaan pupuk yang terjadi di Kabupaten Banyumas sehingga dapat dijadikan sebagai parameter untuk sinyal-sinyal kelangkaan
pupuk yang akan terjadi.
5.1.3 Persiapan Akhir data
Setelah data yang akan digunakan sebagai masukan pada jaringan telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah menyusun data tersebut ke dalam sebuah matriks besar secara berurutan agar data
tersebut dapat diidentifikasikan. Data yang akan digunakan adalah data delapan atribut tersebut pada setiap kecamatan di Banyumas selama kurun waktu tiga tahun dimulai dari tahun 2006 hingga tahun
2008. Dari data tersebut didapatkan 81 paket data yang siap untuk dianalisis. Namun sebelum melakukan analisis lebih lanjut, 81 Paket data tersebut dinormalisasi terlebih dahulu untuk
memudahkan proses pembelajaran dan agar sesuai dengan fungsi aktivasi yang akan digunakan. Normalisasi dilakukan dengan range 0.1 hingga 0.9.
Data yang telah didapatkan tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu data untuk pelatihan dan data yang digunakan sebagai pengujian. Dalam penelitian ini 80 data digunakan sebagai data
pelatihan dan 20 digunakan sebagai data pengujian, atau dengan kata lain 66 paket data digunakan sebagai data pelatihan dan 15 data digunakan sebagai data pengujian. Berdasarkan literatur yang ada
hingga kini tidak ada aturan baku untuk menentukan ukuran jumlah baik data set pelatihan atau data uji.
Pada percobaan ini delapan atribut tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan, data input disajikan dalam Lampiran 2. Dari hasil literatur belum ditemukan
tingkat kelangkaan pupuk yang terjadi di Kabupaten Banyumas. Oleh karena itu, pada percobaan tingkat kelangkaan pupuk dibuat berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur dengan batasan
parameter penentuan tersebut hanya berdasarkan tiga tepat yaitu, ketepatan jumlah kebutuhan pupuk, ketepatan waktu, dan ketepatan harga pupuk seperti yang telah dijelaskan dalam ruang lingkup
sebelumnya. Parameter tersebut didapatkan dari hasil wawancara yang menyebutkan bahwa jumlah pupuk dapat digunakan sebagai patokan terjadinya krisis, selain itu dari studi literatur menyebutkan
bahwa pupuk baru bermakna ketika memenuhi setidaknya dua tepat. Tepat yang pertama adalah tepat waktu yang berarti ketika dibutuhkan pada saat mulai musim tanam seperti saat ini petani bisa
mendapatkannya, dan yang kedua adalah tepat harga Suswono 2008. Selanjutnya
penentuan intensitas krisis dilakukan dengan pembobotan yang didapatkan dari hasil analisis AHP yang telah dimodifikasi. Dari hasil analisis tersebut ditentukan tingkat kelangkaan
pupuk manjadi tiga level yaitu aman, normal dan rawan. Penentuan tingkat kerawanan tersebut didasarkan pada parameter yang tersedia pada Tabel 6. Perhitungan penentuan tingkat kerawanan
berdasarkan AHP dapat dilihat dalam Lampiran 4.
Tabel 6. Parameter Penentuan Tingkat Kerawanan Berdasarkan Prinsip tiga Tepat Waktu
berdasarkan Curah Hujan
mmbln Jumlah
bedasarkan persentase ketersediaan pupuk
Harga berdasarkan selisih
harga pupuk subsidi Rp
Aman 100
85 500
Biasa 100 - 200
80 – 85 500 - 1000
Rawan 200
80 1000
Bobot
0.165 0.379
0.456