Hasil Verifikasi Implikasi Manajerial

50 1. Selisih harga pupuk subsidi dan non-subsidi X1 2. Jumlah ketersediaan pupuk urea daerah X4 3. Dosis pupuk yang digunakan petani X7 4. Perkiraan jumlah pupuk yang hilang X2 5. Alokasi urea untuk Per-Kecamatan di Banyumas X5 6. Anggaran dana pemerintah untuk subsdi pupuk X3 7. Harga gabah kering giling X6 8. Data curah hujan kecamatan di Banyumas X8 Nilai ini ternyata tidak jauh berbeda dengan dua urutan pertama faktor kritis yang dinilai oleh pakar. Hasil tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan protokol kelangkaan pupuk urea bersubsidi. Data bobot hasil ujicoba sistem dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.6 Hasil Verifikasi

Pada Sub bab 5.5 telah dilihat hasil dan tampilan dari prototipe program deteksi dini yang telah dikembangkan. Penilaian pada Sub bab sebelumnya hanya dilakukan pada Kecamatan Baturaden. Untuk mengetahui keakuratan dan hasil ujicoba yang telah dilakukan pada bagian ini akan ditampilkan hasil keluaran jaringan dalam mendeteksi tingkat kelangkaan di Banyumas pada tahun 2008. Tabel 10. Hasil Ujicoba dan Verifikasi Pendeteksian Kelangkaan Pupuk di 27 Kecamatan Kecamatan NiIai JST Nilai Aktual Keterangan Lumbir 2.400056864 2 Normal Wangon 1.999976439 2 Normal Jatilawang 2.100033318 2 Normal Rawalo 0.510034695 2 Ragu-Ragu Kebasen 1.799963621 2 Normal Kemranjen 3.300012057 3 Rawan Sumpiuh 3.000009908 3 Rawan Tambak 1.999989073 2 Normal Somagede 2.201341108 2 Normal Kalibagor 1.999959898 2 Normal Banyumas 1.699958183 2 Normal Patikraja 2.190057754 2 Normal Purwojati 1.999986881 2 Normal Ajibarang 2.220004175 2 Normal Gumelar 2.999946249 3 Rawan Pekuncen 2.999954012 3 Rawan Cilongok 1.999966695 2 Normal Karanglewas 1.699991319 2 Normal Sokaraja 1.669957643 2 Normal Kembaran 1.888979588 2 Normal Sumbang 2.200012961 2 Normal Baturaden 3.330121421 3 Rawan Kedung Banteng 2.200040641 2 Normal Purwokerto Sel. 2.000087337 2 Normal Purwokerto Brt. 2.300104119 2 Normal Purwokerto Tim. 1.000136741 1 Aman Purwokerto Utr. 0.999980172 1 Aman 51 Hasil tersebut adalah hasil deteksi yang dilakukan pada seluruh kecamatan di Kabupaten Banyumas berdasarkan data pada tahun 2008. Nilai keluaran JST dan Nilai aktual kondisi kelangkaan pupuk tidak jauh berbeda. Hasil tersebut tentunya mendefinisikan bahwa jaringan telah dapat dgunakan untuk melakukan deteksi kelangkaan pupuk di Kabupaten Banyumas.

5.7 Implikasi Manajerial

Pupuk sebagai salah satu komoditas penting dan memiliki peran strategis bagi pertanian Indonesia tentunya pasti mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Salah satu bentuk perhatian itu adalah dengan dibuatnya Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida KP3 baik di tingkat nasional, provinsi, hingga ke tingkat kabupaten sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian. Pembentukan Komisi ini dilakukan atas dasar alasan untuk melindungi petani dan menjaga agar proses pengadaan dan penyaluran pupuk dapat berlangsung dengan baik. Namun demikian, kendala demi kendala tidak dapat dihindari mulai dari adanya ekspor pupuk gelap, hingga HET yang melonjak naik karena di suatu tempat kekurangan pasokan pupuk. Selama ini pemerintah khususnya komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida mungkin lebih banyak bertindak setelah suatu kasus kelangkaan terjadi. Sedangkan apabila penanganan kelangkaan pupuk dilakukan setelah kelangkaan terjadi, tentunya sudah ada yang menjadi korban terutama petani yang menanggung beban harga pupuk yang berada di luar peratuan HET. Oleh sebab itu, dengan adanya sistem desain JST Deteksi Dini ini diharapkan dapat mendukung pemberlakuan kebijakan yang lebih baik dalam penentuan tindakan sebelum masa kelangkaan pupuk terjadi. Selain itu penggunaan sistem deteksi dini ini diharapkan dapat menentukan level krisis kelangkaan pupuk secara lebih akurat, efisien dan efektif sehingga kebijakan pemerintah tentang tindakan penanganan kelangkaan pupuk dapat segera terwujud. Bagi petani tentunya dengan adanya penerapan sistem ini, mereka lebih terbantu dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan produktivitas mereka tanpa harus khawatir tentang kebutuhan pupuk untuk musim tanam selanjutnya. Dengan adanya penerapan desain EWS ini jumlah petani yang harus menanggung beban karena harga pupuk yang berada jauh di atas HET dapat dikurangi. Implikasi lainnya adalah terhadap pabrik pupuk, distributor dan pengecer tentunya mereka harus segera memperbaiki diri untuk meningkatkan kualitas proses pengadaan dan penyaluran pupuk secara nyata dalam memenuhi kriteria dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Konsekuensinya apabila produsen, distributor dan pengecer gagal dalam menjalankan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani tentunya akan ada sanksi khusus dari pemerintah. Oleh sebab itu, dengan adanya sistem desain EWS untuk memprediksi level kelangkaan pupuk yang akan terjadi di suatu daerah dapat memberikan alternatif penanganan baik dari pihak pemerintah, produsen, distributor maupun pengecer untuk segera melakukan koordinasi yang lebih intens. Dengan adanya prototipe ini selain berdampak terhadap aktor yang berperan dalam distribusi pupuk juga akan berpengaruh terhadap sumberdaya manusia yang mungkin akan menggunakan prototipe ini. Karena untuk bisa merekayasa dan meningkatkan kinerja jaringan diperlukan adanya pelatihan tambahan yang harus dilakukan penambahan data yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Sehingga dimungkinkan perlu adanya training khusus untuk menggunakan sistem ini dan juga untuk maintenance sistem ini. Selain itu juga diperlukan adanya sistem jaringan database dari instansi yang terkait yang memungkinkan user untuk bisa mengakses data terbaru yang bisa digunakan sebagai data pelatihan maupun data pengujian untuk meningkatkan kinerja sistem deteksi ini. Prototipe sistem deteksi berperan sebagai pencegah dan penduga apakah dalam suatu musimbulan tersebut kedepannya akan terjadi krisis atau tidak. Sehingga untuk meningkatkan 52 manajeman krisis kelangkaan pupuk perlu dilakukan pendeteksian yang berkala berdasarkan data pertanian setiap bulan yang dilakukan di pertengahan bulan. Data yang digunakan tentunya adalah data rata-rata setengah bulan terakhir dengan tujuan untuk mendeteksi kondisi untuk bulan itu dan memperkirakan kondisi bulan kedepannya dengan prototipe ini. Karena diharapkan dengan data pada pertengahan bulan dapat mewakili kondisi bulan tersebut dan juga kondisi bulan yang akan datang. Apabila hasil pendeteksian menunjukkan tingkat kerawanan, maka langkah pertama yang dilakukan adalah menelaah hasil deteksi sistem dan mengidentifikasi faktor apakah yang menyebabkan kelangkaan dan apa yang perlu ditangani oleh pihak terkait. 53

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini merupakan langkah awal untuk menyusun protokol sistem deteksi dini yang dikembangkan untuk mencegah krisis penyediaan pupuk khususnya bagi petani padi. Dalam tahapan ini protokol masih dalam tahap prototipe atau masih pada taraf ujicoba. Jaringan syaraf yang dikembangkan pada prototipe ini menunjukkan tingkat akurasi pendeteksian hingga 84.4 dan tingkat MSE sebesar 0.4 dengan pengujiaan terhadap data baru yang diujikan sesuai dengan target data aktual. Nilai tersebut menunjukkan dari 15 data pengujian yang dilakukan, 11 pola data dapat teridentifikasi dengan baik dan 4 data masih belum teridentifikasi secara baik. Hal ini menunjukkan tingkat kesalahan yang diperoleh pada jaringan syaraf tiruan ini tergolong kecil. Dari penelitian ini juga didapatkan urutan parameter krisis penyebab kelangkaan pupuk terutama jenis urea. Hasil ini diperoleh dari analisis pengidentifikasian faktor kritis penyebab kelangkaan pupuk menggunakan teknik AHP. Urutan parameter krisis dari yang terbesar hingga terkecil adalah sebagai berikut : 1. Selisih harga pupuk subsidi dan non-subsidi X1 2. Jumlah ketersediaan pupuk urea daerah X4 3. Alokasi urea untuk Per-Kecamatan di Banyumas X5 4. Anggaran dana pemerintah untuk subsdi pupuk X3 5. Harga gabah kering giling X6 6. Dosis pupuk yang digunakan petani X7 7. Perkiraan jumlah pupuk yang hilang X2 8. Data curah hujan kecamatan di Banyumas X8 Urutan ini agak sedikit berbeda jika dibandingkan urutan prioritas berdasarkan analisis bobot jaringan syaraf. Urutan pertama hingga ketiga berdasarkan bobot jaringan syaraf adalah X1, X4 dan X7. Perbedaan yang terjadi tidak cukup mencolok karena urutan pertama dan keduanya sama. Perbedaan ini dimungkinkan karena data yang digunakan sebagai data pelatihan masih kurang, sehingga pola yang pasti masih belum terbentuk sesuai dengan penilaian pakar. JST pada Early Warning Sistem yang dikembangkan pada dasarnya siap untuk diterapkan sebagai manajeman krisis kelangkaan pupuk bersubsidi, karena jaringan telah mampu mendeteksi pola-pola yang sesuai dengan kondisi nyata. Namun pengujian lanjut memang masih dibutuhkan untuk menilai kinerja dari sistem ini. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pemerintah dapat menggunakan metode jaringan syaraf propagasi balik dalam melakukan deteksi kelangkaan pupuk. Hasil deteksi ini dapat membantu pihak pemerintah dalam melakukan penanganan prakrisis berdasarkan hasil deteksi jaringan berdasarkan lokasi kecamatan.

6.2 Saran

Hambatan utama dalam melakukan pengujian jaringan pada penelitian ini adalah sulitnya dalam memperoleh data, maka perlu adanya kerjasama dengan pemerintah dalam hal penyediaan data yang baik. Sistem Deteksi Dini dengan jaringan syaraf tiruan ini akan lebih akurat lagi bila data yang