6 Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya , PT. Pupuk Kujang, Jawa Barat, PT. Petrokimia Gresik Jawa Timur, dan PT.Pupuk Kalimantan Timur Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Sehingga untuk daerah Banyumas sendiri ketersediaan pupuk menjadi tanggung
jawab PT. Pupuk Sriwijaya karena Banyumas terletak di Propinsi Jawa Tengah.
Gambar 1. Rayonisasi Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi Pusri 2009 2.
Penjualan Pupuk mulai di Lini III kabupaten Pemberlakuan penjualan pupuk mulai dari lini III kabupaten, selain dimaksudkan
untuk mendekatkan dengan konsumen juga untuk membatasi gerak distributor yang dulunya sangat leluasa. Dengan adanya pengaturan tersebut, baik unit niaga PT. Pusri maupun
distributor yang ditunjuk oleh produsen diharuskan menjual pupuk Urea kepada pengecer atau konsumen resmi yang telah ditunjuk.
3. Penetapan persyaratan distribusi dan penyaluran secara ketat
Persyaratan distribusi yang dimaksud adalah pengaturan alokasi dan rayonisasi distribusi. Menurut pengaturan alokasi, produsen pupuk Urea berada di bawah koordinasi PT.
Pusri yang berkewajiban mengalokasikan produksinya untuk kebutuhan sektor pertanian. Selanjutnya alokasi sektor pertanian ditentukan secara proposional sesuai rencana produksi
masing-masing produsen Darwis et al. 2004. Sehingga produsen pupuk benar-benar harus memproduksi sesuai kapasitas produksinya untuk pemenuhan kebutuhan daerah yang
ditunjuk.
2.2 Manajemen Krisis dan Sistem Deteksi Dini
Krisis merupakan suatu keadaan yang tidak stabil dimana perubahan mendasar bisa terjadi. Dalam penanganan krisis atau manajeman kontrol sangat dibutuhkan suatu alat tools untuk
melakukan pendugaan keadaan lebih awal, yaitu deteksi dini Fink 1986.
7 Fink 1986 menjelaskan bahwa berdasarkan anatominya terdapat empat tahap dari siklus
krisis : 1 Tahap Krisis Prodomal; 2 Tahap Krisis Acute; 3 Tahap Krisis Chronic; 4 Tahap Krisis Resolution
.
Gambar 2.Siklus Krisis Fink 1986 Pada
tahap prodomal
telah terlihat adanya gejala yang mengarah pada keadaan krisis, namun masih sulit untuk diidentifikasi. Pengenalan kondisi krisis pada tahap ini sangat penting guna
mencegah terjadinya krisis pada tahap awal dan membuat tindakan untuk menuju titik balik ke keadaan normal. Di tingkat perusahaan, tahap ini merupakan tahapan peringatan bagi manajemen
untuk mengambil tindakan. Kondisi yang terjadi umumnya sangat dinamis sehingga bila pengenalan keadaan krisis ini tidak ditemukan pada tahapan ini maka kondisi akan terus berlanjut menuju ke
tahapan acute. Pada
tahap acute
, fakta akan terjadinya suatu krisis sudah ditemukan, sehingga akan sangat sulit sekali untuk menemukan keadaan sebagai titik balik menjadi keadaan normal kembali, dan
umumnya sudah cukup banyak kerugian atau permasalahan yang terjadi. Dengan demikian, dibutuhkan perencanaan dalam penanganan tahap acute dan seluruh tindakan harus terkontrol dengan
baik sehingga intensitas dan lamanya tahap ini dapat dikendalikan. Tahap selanjutnya adalah tahap chronic, disebut juga tahap penyembuhan atau pembersihan.
Pada tahap ini para pembuat keputusan perlu menerapkan manajeman krisis dengan menganalisis kebenaran dan kesalahan dari langkah atau tindakan yang dijalankan sebelumnya untuk bahan
evaluasi dalam mengambil keputusan terbaik selanjutnya. Tahap terakhir dari suatu siklus krisis adalah tahap resolution, yaitu tahap pemulihan.
Penanganan yang dilakukan pada tahapan ini harus yang berhubungan dengan penangaan yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya. Ada dua faktor yang menentukan keberhasilan pananganan
tahap resolution ini, pertama mengidentifikasi tahap prodomal dan kedua mengontrol penanganan tahap selanjutnya. Mengingat bahwa tahapan-tahapan di atas merupakan suatu siklus krisis, maka
akhir dari tahap resolution ini dianggap sebagai suatu tahap awal dari prodomal. Fink 1986 menyatakan sulit untuk menentukan kapan dimulai dan berakhirnya suatu krisis, mengingat krisis
merupakan komplikasi efek reaksi dari suatu kondisi ke kondisi lainnya. Deteksi dini merupakan kegiatan pendugaan untuk suatu keadaan di masa mendatang, dengan
mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dilakukan Eriyatno 1989. Deteksi dini dapat dipisahkan dalam dua jangka waktu prakiraan,
yaitu prakiraan jangka panjang dan prakiraan jangka pendek. Prakiraan jangka panjang kegunaannya lebih ditentukan pada penyusunan strategi, sedangkan untuk penanganan secara rinci didapatkan dari
prakiraan jangka pendek yang umumnya digunakan sebagai pedoman bagi penyusunan perencanaan pelaksanaan. Secara praktis, sistem deteksi dini sangat diperlukan dalam bidang penjadwalan
Krisis
Acute
Chronic Resolution
Prodomal
8 pemakaian atau pengadaan sumber daya yang dibutuhkan agar dapat dioperasikan se-efisien mungkin
Satria 1994. Dari segi proses, deteksi dini dilakukan atas dasar dua teknik utama, yaitu : a didasarkan
atas catatan dengan waktu yang selanjutnya diekstrapolasiakan ke masa yang akan datang dengan menggunkan statistik atau model matematik; dan b berdasarkan analisa kuantitatif yang sangat
tergantung pada keahlian, pengalaman dan kepandaian penilai. Metode deteksi dini secara kuantitatif dapat dibagi dalam dua metode, yaitu metode deret waktu time series dan metode sebab-akibat
causal. Metode ini dapat diaplikasikan bila memenuhi beberapa kondisi, seperti : a tersedianya informasi masa lalu historical data; b informasi yang didapatkan bisa dikuantitatifkan; dan c
asumsi kondisi masa lalu sama dengan kondisi masa mendatang. Menurut Eriyatno 1998, keberhasilan penerapan sistem deteksi pada organisasi tergantung
dari dua hal penting yaitu kemampuan sintesis pengenalan keadaan dan integritas dari para analis yang mengelola unit deteksi dini.
2.3 Identifikasi Faktor Krisis