Saran KESIMPULAN DAN SARAN

53

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penelitian ini merupakan langkah awal untuk menyusun protokol sistem deteksi dini yang dikembangkan untuk mencegah krisis penyediaan pupuk khususnya bagi petani padi. Dalam tahapan ini protokol masih dalam tahap prototipe atau masih pada taraf ujicoba. Jaringan syaraf yang dikembangkan pada prototipe ini menunjukkan tingkat akurasi pendeteksian hingga 84.4 dan tingkat MSE sebesar 0.4 dengan pengujiaan terhadap data baru yang diujikan sesuai dengan target data aktual. Nilai tersebut menunjukkan dari 15 data pengujian yang dilakukan, 11 pola data dapat teridentifikasi dengan baik dan 4 data masih belum teridentifikasi secara baik. Hal ini menunjukkan tingkat kesalahan yang diperoleh pada jaringan syaraf tiruan ini tergolong kecil. Dari penelitian ini juga didapatkan urutan parameter krisis penyebab kelangkaan pupuk terutama jenis urea. Hasil ini diperoleh dari analisis pengidentifikasian faktor kritis penyebab kelangkaan pupuk menggunakan teknik AHP. Urutan parameter krisis dari yang terbesar hingga terkecil adalah sebagai berikut : 1. Selisih harga pupuk subsidi dan non-subsidi X1 2. Jumlah ketersediaan pupuk urea daerah X4 3. Alokasi urea untuk Per-Kecamatan di Banyumas X5 4. Anggaran dana pemerintah untuk subsdi pupuk X3 5. Harga gabah kering giling X6 6. Dosis pupuk yang digunakan petani X7 7. Perkiraan jumlah pupuk yang hilang X2 8. Data curah hujan kecamatan di Banyumas X8 Urutan ini agak sedikit berbeda jika dibandingkan urutan prioritas berdasarkan analisis bobot jaringan syaraf. Urutan pertama hingga ketiga berdasarkan bobot jaringan syaraf adalah X1, X4 dan X7. Perbedaan yang terjadi tidak cukup mencolok karena urutan pertama dan keduanya sama. Perbedaan ini dimungkinkan karena data yang digunakan sebagai data pelatihan masih kurang, sehingga pola yang pasti masih belum terbentuk sesuai dengan penilaian pakar. JST pada Early Warning Sistem yang dikembangkan pada dasarnya siap untuk diterapkan sebagai manajeman krisis kelangkaan pupuk bersubsidi, karena jaringan telah mampu mendeteksi pola-pola yang sesuai dengan kondisi nyata. Namun pengujian lanjut memang masih dibutuhkan untuk menilai kinerja dari sistem ini. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pemerintah dapat menggunakan metode jaringan syaraf propagasi balik dalam melakukan deteksi kelangkaan pupuk. Hasil deteksi ini dapat membantu pihak pemerintah dalam melakukan penanganan prakrisis berdasarkan hasil deteksi jaringan berdasarkan lokasi kecamatan.

6.2 Saran

Hambatan utama dalam melakukan pengujian jaringan pada penelitian ini adalah sulitnya dalam memperoleh data, maka perlu adanya kerjasama dengan pemerintah dalam hal penyediaan data yang baik. Sistem Deteksi Dini dengan jaringan syaraf tiruan ini akan lebih akurat lagi bila data yang 54 digunakan adalah data series yang cukup banyak. Beberapa saran yang dapat menyempurnakan penelitian ini adalah : 1. Adanya pelatihan tambahan untuk menilai ulang dan mengukur kinerja jaringan. Selain itu juga perlu adanya metode penelitian yang lebih adaptif seperti metode Hybrid. 2. Jika dimungkinkan perlu adanya pengembangan Sistem Deteksi Dini untuk manajemen krisis pupuk ini dalam cakupan yang lebih luas, yaitu cakupan nasional bukan hanya untuk kabupaten. Karena ketersediaan data untuk cakupan nasional lebih mudah didapatkan daripada data di tingkat kabupaten. 3. Perlu adanya studi atau pendalaman dan penambahan metode terhadap cara identifikasi tingkat kelangkaan pupuk yang terjadi di Banyumas sehingga penentuan level krisis benar-benar tepat dan tidak meleset. 4. Perlu adanya penambahan sistem basis data dan input yang lebih terintegrasi pada prototipe sistem deteksi dini ini untuk memudahkan user dalam menggunakan prototipe ini. 55 DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2000. Tabel Input-Output Indonesia Jilid I. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Barton, Dominic, Newell R., G. Wilson. 2002. Dangerous Markets: Managing in Financial Crisis. Willey Finance Series. ISBN 0-471-22686-6. USA. Chiselm R, dan Marilu M. 1978. Principles of Economics. dalam Taufik Ardi. Analisis Pencabutan subsidi pupuk terhadap sektor pertanan di Indonesia Analisis input output sisi penawaran [Skripsi].Institut Pertanian Bogor, Bogor. Eriyatno. 1989. Analisa Sistem Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Eriyatno. 1998. Manajemen Pada Situasi Kritis – Aplikasi Pada Kelembagaan Sistem Distribusi. Perencanaan Pembangunan 12 : 3-8. Darwis V, dan A. Rozany. 2004. Kebijakan Distribusi, Tingkat Harga dan Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani. Forum Penelitian Agro Ekonomi 221: 63-73. Departemen Pertanian. 1995. Vademekum Bimas. Sekretarian Badan Pengendalian Bimas. Jakarta. Dewi S R, dan Raning J. K. 2009. Evaluasi Faktor-Faktor Penyebab Kelangkaan Pupuk Persubsidi [Skripsi]. Universitas Kristen Petra, Surabaya. Dhaneswara G, Dan Veronica S. M. 2004. Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Klasifikasi Data. Integral 9 3 : 117 -131. Dinas Pertanian. 2009. Statistik Pertanian Indonesia 2007-2008. Ditjentan. Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Subsdi Pupuk Tahun 2010. Pupuk. Ditjentan. Jakarta. Drajat B, dan Wayan R S. 2005. Kebijakan Subsidi Pupuk Pada Subsektor Perkebunan: Dampak dan Pengelolaan. http:www.ipard.comart_perkebunjul08-05_wrs+bd.asp. [1 Nov 2010]. Effendy N, Subagja, Amir F. 2008. Prediksi Penyakit Jantung Koroner PJK Berdasarkan Faktor Risiko Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. SNATI 11:E19-E24. Fausett L. 1994. Fundamentals of Neural Networ, Architecture, Algoritm And Application. Printice- Hall. Inc. London. Fink S. 1986. Crisis Management: Planning For Inevitable. American Management Association, New York. Hendri A. 2010. Penerapan Backpropagation Neural Network Untuk Peramalan Penjualan Produk Susu [Skripsi]. Bogor : Faultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hermawan A. 2006. Jaringan Syaraf Tiruan : Teori dan Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta. Salya H D. 2006. Rekayasa Model Sistem Deteksi Dini Perniagaan Minyak Goreng Kelapa Sawit [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Horner C F, dan L M Liebster. 1980. Dictionary of Business Terms. dalam Taufik Ardi. Analisis Pencabutan subsidi pupuk terhadap sektor pertanan di Indonesia Analisis input output sisi penawaran [Skripsi].Institut Pertanian Bogor, Bogor. 56 Hu X. 2003. DB-H Reduction: A Data Preprocessing Algorithm for Data Mining Applications. Applied Math Letters, vol. 16, pp. 889-895. Indrawanto C, Eriyatno, Anas M, Machfud, Sukardi, Noer S. 2008. Forecasting of Vetiver Prices: An Application of Artificial Neural Network Method. Indonesian Journal of Agricuture 11: 58-63. Manning W A. 1984. Decision Making: How a Microcomputer Aids the Process. Journal Quality of Technology. Maksi-PPKS-BPTP. 2009. Evaluasi dan Perbaikan Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi Nasional untuk Petani Kelapa Sawit. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grassindo. Mathworks Online. 2010. Function - Neural Network Toolbox. http:www.mathworks.com helptoolboxnnet. [31 Okt 2010]. Pertiwi R D. 2005. Analisis Kelangkaan Pupuk Urea dalam Pengadaan dan Penyaluran Pupuk di Jawa Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pusparianti A R. 2008. Peramalan Kurs Rupiah terhadap Dolar dengan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik. Skripsi. Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Puspita B H. 2002. Analisis Pengambilan Keputusan Strategi Bauran Pemasaran Pupuk Urea Pada PT Pupuk Kujang Persero Cikampek, Jawa Barat [Skripsi], Institut Pertanian Bogor, Bogor. Renaldy, Bernard. 2007. Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Pengenalan Jenis Kopi. Jurnal Informatika. 31:49-42. Rich E, and Kevin K. 1991. Artificial Intelligence. McGraw Hill Book. Singapura. Saaty T L. 1980. The Analytical Hierarchi Process : Planning Priority Setting, Resources Alocation. Mc Graw Hill Inc. Book Company. New York. Satria S. 1994. Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian di Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Siang J J. 2009. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemprogramannya Menggunakan MATLAB. Andi Offset. Yogyakarta. Seminar K B, Marimin, Nuri A, Yayuk F, Yenny H, Mohammad S. 2009. Studi Sistem Deteksi Dini Untuk Manajemen Krisis Pangan Dengan Simulasi Model Dinamis Dan Komputasi Cerdas. Penelitian Strategis Unggulan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skapura D M. 1996. Building Neural Network. dalam Indrawanto. Forecasting of Vetiver Prices: an Application of Artificial Neural Network Method. Indonesian Journal of Agriculture 11. 2008: 58-63 Suswono, 2008. Solusi Kelangkaan Pupuk bersubsidi. http:c-tinemu.blogspot.com200812solusi- kelangkaan-pupuk-bersubsidi.html. [20 Okt 2010]. Wong B K. Vincent S. and Jolie L. 2000. A Bibliography of Neural Network Business Applications. Research : 1994–1998, Comput. Oper. Res. 27 1045–1076. 57 Yu L, Chen H, Wang K. 2009. An Integrated Data Preparation Scheme for Neural Network Data Analysis. International Jurnal of Evolving least squares support vector machines for stock market trend mining IEEE Transactions on Evolutionary Computation v.13 n.1, p.87-102. Yusdja Y, dan Ketut K. 2005. Kajian Sistem Distribusi Pupuk dan Usulan Penyempurnaannya : Kasus di Tiga Provinsi di Jawa. Analisis Kebijakan Pertanian. 33:201-216. 58 LAMPIRAN 59 Lampiran 1. Arsitektur JST Propagasi Balik Untuk Deteksi Kelangkaan Pupuk Keterangan : X1 = Selisih Harga Pupuk subsidi dan non-subsidi RpKg X2 = Perkiraan jumlah pupuk yang hilang Ton X3 = Anggaran Dana Pemerintah untuk Subsdi Pupuk TrilliunTahun X4 = Jumlah ketersediaan pupuk urea daerah Ton X5 = Alokasi Urea untuk Per-Kecamatan di Banyumas Ton X6 = Harga Gabah Kering Giling RpKg X7 = Dosis pupuk yang digunakan petani Kgha X8 = Data curah Hujan kecamatan di Banyumas mmBulan Y = Ountput Jaringan Intensitas [1, 2, 3] 1 = Nilai Awal bias 60 Lampiran 2. Data Input Jaringan Syaraf Tiruan Kecamatan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 Target Keluaran Krisis 2006 Lumbir 950 15.04 4.18 602 752 2250 300 61 2 Wangon 1150 20.1 4.18 804 1005 2250 250 31 2 Jatilawang 1150 18.24 4.18 730 912 2250 300 204 2 Rawalo 1050 18.64 4.18 746 932 2250 300 152 2 Kebasen 950 11.32 4.18 453 566 2250 250 166 1 Kemranjen 1050 16.82 4.18 673 841 2250 250 236 2 Sumpiuh 1050 15.8 4.18 632 790 2250 200 226 3 Tambak 1050 17.5 4.18 700 875 2250 250 192 2 Somagede 450 5 4.18 200 250 2250 300 175 2 Kalibagor 850 11.92 4.18 477 596 2250 300 159 1 Banyumas 750 8.94 4.18 358 447 2250 250 162 1 Patikraja 950 16.24 4.18 731 812 2250 300 87 2 Purwojati 950 16.38 4.18 737 819 2250 300 177 1 Ajibarang 1000 16.4 4.18 738 820 2250 300 173 1 Gumelar 950 17.6 4.18 748 880 2250 250 241 2 Pekuncen 1050 21.44 4.18 911 1072 2250 250 239 2 Cilongok 1050 23.14 4.18 983 1157 2250 250 191 2 Karanglewas 950 9.52 4.18 405 476 2250 250 189 2 Sokaraja 950 12.66 4.18 538 633 2250 300 163 2 Kembaran 950 9.08 4.18 386 454 2250 250 158 2 Sumbang 1150 25.82 4.18 1097 1291 2250 250 132 2 Baturaden 1050 17.88 4.18 760 894 2250 300 276 3 Kedung Banteng 1050 18.56 4.18 789 928 2250 200 92 2 Purwokerto Sel. 450 3.12 4.18 133 156 2250 250 141 2 Purwokerto Brt. 450 2.24 4.18 95 112 2250 250 135 2 Purwokerto Tim. 450 1.78 4.18 76 89 2250 250 143 2 Purwokerto Utr. 450 2.62 4.18 111 131 2250 300 139 1 2007 Lumbir 950 15.54 6.79 622 777 2357 350 48 2 Wangon 1150 20.76 6.79 830 1038 2357 300 19 2 Jatilawang 1150 18.84 6.79 754 942 2357 350 185 2 Rawalo 1050 19.26 6.79 770 963 2357 350 142 2 Kebasen 950 11.7 6.79 468 585 2357 300 145 2 Kemranjen 1050 17.38 6.79 695 869 2357 300 221 2 Sumpiuh 1050 16.34 6.79 654 817 2357 250 212 2 61 Tambak 1050 18.08 6.79 723 904 2357 300 168 1 Somagede 450 5.16 6.79 206 258 2357 350 156 3 Kalibagor 850 12.32 6.79 493 616 2357 350 135 2 Banyumas 750 9.24 6.79 416 462 2357 300 142 2 Patikraja 950 16.78 6.79 755 839 2357 350 73 2 Purwojati 950 25.38 6.79 761 846 2357 350 153 1 Ajibarang 1000 25.44 6.79 763 848 2357 350 154 1 Gumelar 950 27.27 6.79 773 909 2357 300 229 2 Pekuncen 1050 33.24 6.79 942 1108 2357 300 221 2 Cilongok 1050 35.85 6.79 1016 1195 2357 300 166 2 Karanglewas 950 14.76 6.79 418 492 2357 300 171 2 Sokaraja 950 19.65 6.79 557 655 2357 350 142 2 Kembaran 950 14.07 6.79 399 469 2357 300 143 2 Sumbang 1150 40.02 6.79 1134 1334 2357 300 116 3 Baturaden 1050 27.69 6.79 785 923 2357 350 266 2 Kedung Banteng 1050 28.77 6.79 815 959 2357 250 84 2 Purwokerto Sel. 450 4.83 6.79 137 161 2357 300 121 2 Purwokerto Brt. 450 3.48 6.79 99 116 2357 300 121 1 Purwokerto Tim. 450 2.76 6.79 78 92 2357 300 121 2 Purwokerto Utr. 450 4.05 6.79 115 135 2357 350 121 1 2008 Lumbir 950 24.33 14.1 649 811 2410 350 69 2 Wangon 1150 32.52 14.1 867 1084 2410 300 38 2 Jatilawang 1150 29.52 14.1 787 984 2410 350 214 2 Rawalo 1050 30.15 14.1 804 1005 2410 350 159 2 Kebasen 950 18.33 14.1 489 611 2410 300 164 2 Kemranjen 1050 27.21 14.1 726 907 2410 300 249 3 Sumpiuh 1050 25.59 14.1 682 853 2410 350 241 3 Tambak 1050 28.32 14.1 708 944 2410 300 168 2 Somagede 450 8.07 14.1 202 269 2410 350 169 2 Kalibagor 850 19.29 14.1 482 643 2410 350 165 2 Banyumas 750 14.49 14.1 362 483 2410 300 159 2 Patikraja 950 26.28 14.1 657 876 2410 350 77 2 Purwojati 950 26.52 14.1 663 884 2410 350 179 2 Ajibarang 1000 26.55 14.1 664 885 2410 350 164 2 Gumelar 950 28.47 14.1 712 949 2410 300 242 3 Pekuncen 1050 34.71 14.1 868 1157 2410 300 249 3 Cilongok 1050 37.44 14.1 936 1248 2410 300 188 2 Karanglewas 950 15.42 14.1 386 514 2410 300 174 2 Sokaraja 950 20.52 14.1 513 684 2410 350 158 2 Kembaran 950 14.7 14.1 368 490 2410 300 146 2 Sumbang 1150 41.79 14.1 1045 1393 2410 300 143 2 Baturaden 1050 28.92 14.1 723 964 2410 350 284 3 62 Kedung Banteng 1050 30.03 14.1 751 1001 2410 350 111 2 Purwokerto Sel. 450 72.3 14.1 126 168 2410 300 142 2 Purwokerto Brt. 450 72.3 14.1 91 121 2410 300 134 2 Purwokerto Tim. 450 72.3 14.1 72 96 2410 300 146 1 Purwokerto Utr. 450 72.3 14.1 106 141 2410 350 141 1 63 Lampiran 3. Hasil Normalisasi Data Input Jaringan Syaraf Tiruan Kecamatan X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 Target Keluaran Krisis 2006 Lumbir 0.671 0.250 0.100 0.499 0.507 0.100 0.633 0.227 2 Wangon 0.900 0.308 0.100 0.651 0.662 0.100 0.367 0.136 2 Jatilawang 0.900 0.287 0.100 0.595 0.605 0.100 0.633 0.658 2 Rawalo 0.786 0.291 0.100 0.607 0.617 0.100 0.633 0.502 2 Kebasen 0.671 0.208 0.100 0.387 0.393 0.100 0.367 0.544 1 Kemranjen 0.786 0.271 0.100 0.553 0.561 0.100 0.367 0.755 2 Sumpiuh 0.786 0.259 0.100 0.522 0.530 0.100 0.100 0.725 3 Tambak 0.786 0.278 0.100 0.573 0.582 0.100 0.367 0.622 2 Somagede 0.100 0.137 0.100 0.196 0.199 0.100 0.633 0.571 2 Kalibagor 0.557 0.215 0.100 0.405 0.411 0.100 0.633 0.523 1 Banyumas 0.443 0.181 0.100 0.315 0.320 0.100 0.367 0.532 1 Patikraja 0.671 0.264 0.100 0.596 0.544 0.100 0.633 0.305 2 Purwojati 0.671 0.266 0.100 0.601 0.548 0.100 0.633 0.577 1 Ajibarang 0.729 0.266 0.100 0.602 0.548 0.100 0.633 0.565 1 Gumelar 0.671 0.279 0.100 0.609 0.585 0.100 0.367 0.770 2 Pekuncen 0.786 0.323 0.100 0.732 0.703 0.100 0.367 0.764 2 Cilongok 0.786 0.342 0.100 0.787 0.755 0.100 0.367 0.619 2 Karanglewas 0.671 0.188 0.100 0.351 0.337 0.100 0.367 0.613 2 Sokaraja 0.671 0.223 0.100 0.451 0.434 0.100 0.633 0.535 2 Kembaran 0.671 0.183 0.100 0.336 0.324 0.100 0.367 0.520 2 Sumbang 0.900 0.373 0.100 0.872 0.837 0.100 0.367 0.441 2 Baturaden 0.786 0.283 0.100 0.618 0.594 0.100 0.633 0.876 3 Kedung Banteng 0.786 0.290 0.100 0.640 0.615 0.100 0.100 0.320 2 Purwokerto Sel. 0.100 0.115 0.100 0.146 0.141 0.100 0.367 0.468 2 Purwokerto Brt. 0.100 0.105 0.100 0.117 0.114 0.100 0.367 0.450 2 Purwokerto Tim. 0.100 0.100 0.100 0.103 0.100 0.100 0.367 0.474 2 Purwokerto Utr. 0.100 0.110 0.100 0.130 0.126 0.100 0.633 0.462 1 2007 Lumbir 0.671 0.256 0.310 0.514 0.522 0.635 0.900 0.188 2 Wangon 0.900 0.315 0.310 0.671 0.682 0.635 0.633 0.100 2 Jatilawang 0.900 0.294 0.310 0.613 0.623 0.635 0.900 0.601 2 Rawalo 0.786 0.298 0.310 0.626 0.636 0.635 0.900 0.471 2 Kebasen 0.671 0.213 0.310 0.398 0.404 0.635 0.633 0.480 2 Kemranjen 0.786 0.277 0.310 0.569 0.579 0.635 0.633 0.710 2 Sumpiuh 0.786 0.265 0.310 0.538 0.547 0.635 0.367 0.683 2 64 Tambak 0.786 0.285 0.310 0.591 0.600 0.635 0.633 0.550 1 Somagede 0.100 0.138 0.310 0.201 0.204 0.635 0.900 0.514 3 Kalibagor 0.557 0.220 0.310 0.417 0.423 0.635 0.900 0.450 2 Banyumas 0.443 0.185 0.310 0.359 0.329 0.635 0.633 0.471 2 Patikraja 0.671 0.270 0.310 0.615 0.560 0.635 0.900 0.263 2 Purwojati 0.671 0.368 0.310 0.619 0.564 0.635 0.900 0.505 1 Ajibarang 0.729 0.368 0.310 0.621 0.566 0.635 0.900 0.508 1 Gumelar 0.671 0.389 0.310 0.628 0.603 0.635 0.633 0.734 2 Pekuncen 0.786 0.457 0.310 0.755 0.725 0.635 0.633 0.710 2 Cilongok 0.786 0.487 0.310 0.811 0.779 0.635 0.633 0.544 2 Karanglewas 0.671 0.247 0.310 0.361 0.347 0.635 0.633 0.559 2 Sokaraja 0.671 0.303 0.310 0.465 0.447 0.635 0.900 0.471 2 Kembaran 0.671 0.239 0.310 0.346 0.333 0.635 0.633 0.474 2 Sumbang 0.900 0.534 0.310 0.900 0.864 0.635 0.633 0.393 3 Baturaden 0.786 0.394 0.310 0.637 0.612 0.635 0.900 0.846 2 Kedung Banteng 0.786 0.406 0.310 0.660 0.634 0.635 0.367 0.296 2 Purwokerto Sel. 0.100 0.135 0.310 0.149 0.144 0.635 0.633 0.408 2 Purwokerto Brt. 0.100 0.119 0.310 0.120 0.117 0.635 0.633 0.408 1 Purwokerto Tim. 0.100 0.111 0.310 0.105 0.102 0.635 0.633 0.408 2 Purwokerto Utr. 0.100 0.126 0.310 0.132 0.128 0.635 0.900 0.408 1 2008 Lumbir 0.671 0.356 0.900 0.535 0.543 0.900 0.900 0.251 2 Wangon 0.900 0.449 0.900 0.699 0.710 0.900 0.633 0.157 2 Jatilawang 0.900 0.415 0.900 0.639 0.649 0.900 0.900 0.688 2 Rawalo 0.786 0.422 0.900 0.651 0.662 0.900 0.900 0.521 2 Kebasen 0.671 0.288 0.900 0.414 0.420 0.900 0.633 0.539 2 Kemranjen 0.786 0.388 0.900 0.592 0.602 0.900 0.633 0.793 3 Sumpiuh 0.786 0.370 0.900 0.560 0.569 0.900 0.900 0.771 3 Tambak 0.786 0.401 0.900 0.579 0.625 0.900 0.633 0.549 2 Somagede 0.100 0.171 0.900 0.198 0.210 0.900 0.900 0.552 2 Kalibagor 0.557 0.299 0.900 0.409 0.440 0.900 0.900 0.542 2 Banyumas 0.443 0.244 0.900 0.319 0.342 0.900 0.633 0.523 2 Patikraja 0.671 0.378 0.900 0.541 0.583 0.900 0.900 0.276 2 Purwojati 0.671 0.381 0.900 0.545 0.588 0.900 0.900 0.584 2 Ajibarang 0.729 0.381 0.900 0.546 0.588 0.900 0.900 0.537 2 Gumelar 0.671 0.403 0.900 0.582 0.628 0.900 0.633 0.772 3 Pekuncen 0.786 0.474 0.900 0.699 0.755 0.900 0.633 0.793 3 Cilongok 0.786 0.505 0.900 0.751 0.811 0.900 0.633 0.609 2 Karanglewas 0.671 0.255 0.900 0.336 0.361 0.900 0.633 0.568 2 Sokaraja 0.671 0.313 0.900 0.432 0.465 0.900 0.900 0.518 2 Kembaran 0.671 0.247 0.900 0.323 0.346 0.900 0.633 0.484 2 Sumbang 0.900 0.554 0.900 0.833 0.900 0.900 0.633 0.473 2 Baturaden 0.786 0.408 0.900 0.590 0.637 0.900 0.900 0.900 3 65 Kedung Banteng 0.786 0.420 0.900 0.611 0.660 0.900 0.900 0.376 2 Purwokerto Sel. 0.100 0.900 0.900 0.141 0.148 0.900 0.633 0.470 2 Purwokerto Brt. 0.100 0.900 0.900 0.114 0.120 0.900 0.633 0.446 2 Purwokerto Tim. 0.100 0.900 0.900 0.100 0.104 0.900 0.633 0.482 1 Purwokerto Utr. 0.100 0.900 0.900 0.125 0.132 0.900 0.900 0.467 1 Catatan : Data yang berwarna merah adalah data yng digunakan sebagai pengujian, dan sisa data digunakan sebagai data pelatihan. 66 Lampiran 4. Penentuan Tingkat Kelangkaan Pupuk Parameter penilaian yang digunakan Waktu berdasarkan Curah Hujan mmbln Jumlah bedasarkan persentase ketersediaan pupuk Harga berdasarkan selisih harga pupuk subsidi Rp Aman 100 85 500 Biasa 100 - 200 80 - 85 500 – 1000 Rawan 200 80 1000 Bobot 0.165 0.379 0.456 Hasil Penilaian Berdasarkan bobot Parameter. Harga Waktu Jumlah Harga Nilai Berdasar Parameter Hasil 1 61 80 950 1 2 2 2 2 31 80 1150 1 2 3 2 3 204 80 1150 3 2 3 2 4 152 80 1050 3 2 3 2 5 166 80 950 2 2 2 1 6 236 80 1050 3 2 3 2 7 226 80 1050 3 2 3 3 8 192 80 1050 2 2 3 2 9 175 80 450 2 2 1 2 10 159 80 850 2 2 2 1 11 162 80 750 2 2 2 1 12 87 90 950 1 1 2 2 13 177 90 950 2 1 2 1 14 173 90 1000 2 1 2 1 15 241 85 950 3 2 2 2 16 239 85 1050 3 2 3 2 17 191 85 1050 3 2 3 2 18 189 85 950 2 2 2 2 19 163 85 950 2 2 2 2 20 158 85 950 2 2 2 2 21 132 85 1150 2 2 3 2 22 276 85 1050 3 2 3 3 23 92 85 1050 1 2 3 2 24 141 85 450 2 2 1 2 25 135 85 450 2 2 1 2 26 143 85 450 2 2 1 2 27 139 85 450 2 2 1 1 28 48 80 950 1 2 2 2 67 29 19 80 1150 1 2 3 2 30 185 80 1150 2 2 3 2 31 142 80 1050 2 2 3 2 32 145 80 950 2 2 2 2 33 221 80 1050 3 2 3 2 34 212 80 1050 3 2 3 2 35 168 80 1050 2 2 3 1 36 156 80 450 2 2 1 3 37 135 80 850 2 2 2 2 38 142 90 750 2 1 2 2 39 73 90 950 1 1 2 2 40 153 90 950 2 1 2 1 41 154 90 1000 2 1 2 1 42 229 85 950 3 2 2 2 43 221 85 1050 3 2 3 2 44 166 85 1050 2 2 3 2 45 171 85 950 2 2 2 2 46 142 85 950 2 2 2 2 47 143 85 950 2 2 2 2 48 116 85 1150 2 2 3 3 49 266 85 1050 3 2 3 2 50 84 85 1050 1 2 3 2 51 121 85 450 2 2 1 2 52 121 85 450 2 2 1 1 53 121 85 450 2 2 1 2 54 121 85 450 2 2 1 1 55 69 80 950 1 2 2 2 56 38 80 1150 1 2 3 2 57 214 80 1150 3 2 3 2 58 159 80 1050 2 2 3 2 59 164 80 950 2 2 2 2 60 249 80 1050 3 2 3 3 61 241 80 1050 3 2 3 3 62 168 75 1050 2 3 3 2 63 169 75 450 2 3 1 2 64 165 75 850 2 3 2 2 65 159 75 750 2 3 2 2 66 77 75 950 1 3 2 2 67 179 75 950 2 3 2 2 68 164 75 1000 2 3 2 2 69 242 75 950 3 3 2 3 68 70 249 75 1050 3 3 3 3 71 188 75 1050 2 3 3 2 72 174 75 950 2 3 2 2 73 158 75 950 2 3 2 2 74 146 75 950 2 3 2 2 75 143 75 1150 2 3 3 2 76 284 75 1050 3 3 3 3 77 111 75 1050 2 3 3 2 78 142 75 450 2 3 1 2 79 134 75 450 2 3 1 2 80 146 75 450 2 3 1 1 81 141 75 450 2 3 1 1 BOBOT 0.165 0.379 0.456 Keterangan : Kondisi aman ditandai dengan nilai 1 Kondisi normal ditandai dengan nilai 2 Kondisi Rawan ditandai dengan nilai 3 69 Lampiran 5. Perbandingan dan Perhitungan Nilai MSE dan MAPE dari Data Pengujian Tabel Perbandingan Nilai Keluaran Jaringan dengan data aktual Aktual 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 Nilai Rata-rata Error Persentase Akurasi Jarigan Output 2.07 2.43 3.44 2.85 2.14 1.90 1.72 1.78 1.18 2.30 2.39 0.16 1.38 1.66 0.86 MSE 0.00495 0.32641 2.08794 0.02369 0.01870 0.01045 0.08014 0.05010 0.67181 0.08840 0.15528 3.39735 0.14545 0.11568 0.02039 0.478 MAPE 3.51808 19.0442 72.2485 5.13076 6.83704 5.11113 14.1543 11.1917 40.9820 14.8657 19.7024 92.1594 38.1373 17.0059 14.2808 24.958 75.04 Grafik Perbandingan Nilai Keluaran Jaringan dengan data aktual 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2,07 2,43 3,44 2,85 2,14 1,90 1,72 1,78 1,18 2,30 2,39 0,16 1,38 1,66 0,86 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Perbandingan data Aktual dan Data Pengujian Data aktual Data Pengujian Tabel Perbandin Aktual 2 Output 2 MSE MAPE Grafik Perbandi 2 2 1 ngan Nilai Keluara 2 3 2 2 2 3 0 1 1 0 33.333 50 ingan Nilai Keluara 3 2 2 3 2 3 an Jaringan yang Te 2 3 2 3 3 2 1 0 0 0 0 0 an Jaringan yang T 3 3 4 5 Perba elah dibulatkan den 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 Telah dibulatkan de 2 2 2 2 6 andingan d ngan data Aktual 2 2 2 1 0 1 0 50 engan data Aktual 2 2 2 2 7 8 data Aktua Data aktual 2 2 2 2 0 0 0 0 2 1 9 10 al dan Data Data Pengujian 2 1 0 1 4 0 100 0 2 2 2 2 11 a Pengujia 2 1 2 1 0 0 0 0 2 1 1 12 13 n Nilai Rata-rata Error Perse Aku Jari 0.467 15.5556 84.44 2 2 14 1 70 entase urasi ingan 44 1 1 15 71 Lampiran 6. Data bobot hasil ujicoba sistem Neuron X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 1 -1.63371 -4.39455 0.55343 2.39017 -0.36376 1.19542 1.68893 1.29140 2 1.69503 -1.57959 2.96594 -1.96381 2.01225 2.85190 -1.78421 0.62539 3 1.48403 3.12500 1.35309 -0.47790 2.67268 1.95792 -2.77337 1.18432 4 0.63205 -0.05248 3.25585 -3.03602 -1.30081 0.56111 -3.06713 -1.52326 5 -1.20044 3.00071 -3.29926 1.18140 -2.15656 -0.51063 -2.93572 -0.84503 6 -0.90261 2.43373 3.25919 2.60725 2.97530 -1.30709 0.48401 2.52776 7 -0.43309 -2.85859 -2.61220 2.17954 -0.36174 1.53965 2.20373 2.55827 8 -0.71614 2.16596 -3.17955 2.35307 0.14417 -3.47595 1.87218 -0.39577 9 -2.31784 1.38944 0.91333 -0.70245 -2.56713 -3.16217 -2.81721 -1.59565 10 0.03700 2.98308 -0.95002 -1.03198 -2.64287 1.89674 -3.47225 -0.55572 11 -3.26047 0.55514 -1.16775 -3.16159 2.74633 -0.96655 1.24620 -1.37040 12 0.56456 1.03404 2.47824 2.60547 4.04802 0.69405 -0.14039 -1.81847 13 -2.94527 -2.62706 -1.26065 -2.59119 -0.63849 -1.30955 0.05750 -2.44825 14 2.38118 -1.92849 0.68199 -3.33029 2.13938 1.37005 -1.32181 -2.20166 15 2.65717 -3.25145 -0.25398 -1.54708 3.37966 -0.94624 -1.20252 0.01280 16 -0.65621 -0.09312 -1.44603 3.48290 3.25961 1.07899 2.26777 -2.87894 17 2.79960 -1.11132 1.92702 1.02685 2.02792 2.92524 -0.40775 2.48161 18 3.55900 -1.39776 0.70265 -0.67365 1.49331 -2.61430 2.21568 -2.31142 19 3.12261 -0.05150 -2.72507 2.26733 -1.98659 -0.37363 -1.85016 -2.01609 20 -2.31174 -2.11435 -1.53602 1.14424 -1.79409 -2.70681 -2.76266 1.50346 21 -3.29255 2.99461 -2.35453 0.73924 -0.42244 1.29132 -2.08250 1.30593 22 -1.66024 3.15992 0.47259 -0.43634 -3.36664 3.01755 0.57706 -0.75775 23 -1.00627 0.61921 -1.94961 3.14827 -1.54101 -2.65156 1.30116 -2.61745 24 -1.36520 -2.68880 0.06193 1.85233 2.78886 0.21835 2.40083 -2.91302 25 1.54101 2.63818 1.51648 -3.29247 -1.27864 0.44913 -2.94012 -0.90593 26 -1.99837 1.25409 3.16145 -2.67399 0.46572 1.26017 -2.48675 2.04751 27 -0.50767 -4.41584 2.78072 -0.18405 1.20905 -2.05953 -0.55703 -0.37405 28 -1.74841 3.18014 -2.54627 0.61899 2.62850 0.83786 -1.13352 -2.64286 29 -1.24906 -1.36808 3.16646 -1.51302 -0.80472 -2.18731 -3.00393 2.16138 30 2.88748 2.23251 3.26714 -0.45750 1.40073 0.89684 2.20999 1.18099 31 -4.44283 -0.30041 1.00407 -0.95578 -2.71801 1.83419 -0.88979 -0.46767 32 -2.19555 0.61748 3.21105 -2.41761 -2.99410 -0.15613 1.29002 0.47276 33 -1.11963 -0.14345 -1.45888 4.34428 1.24847 -2.93319 0.99263 0.41669 34 2.46912 0.32901 2.92697 -1.10494 1.35083 -0.64172 -3.94221 0.91900 35 -2.22018 -2.42952 -3.71427 2.34428 -1.56923 0.53911 0.93496 1.00490 36 3.62884 0.65459 -0.19135 -3.61263 0.50110 -1.40798 -1.16349 -2.31360 37 3.07863 -2.33507 -2.49684 -0.48676 -1.22723 2.02678 -1.76415 2.02986 38 -0.87978 -0.66339 -1.51196 -3.61247 2.10169 -3.07059 -0.33441 -2.51900 72 39 4.13505 0.12785 -2.83837 -1.87929 -1.40544 -2.17046 0.98059 -0.83871 40 -2.64728 -0.17364 0.70588 3.06851 1.37454 3.05114 2.09690 -1.77268 41 2.38362 3.11733 1.31813 3.43460 1.26728 1.19270 0.63117 -1.90439 42 0.40590 2.48108 -0.88404 -1.94043 2.42677 1.22278 -2.70245 -3.11137 43 0.65372 2.91792 -2.75741 0.18038 -1.87557 1.92486 1.92272 2.74818 44 -0.18589 1.85914 -3.51510 -1.64912 0.68572 -3.51782 -1.86004 0.06795 45 -1.83877 -1.97326 -2.89781 2.58079 -2.73347 -0.59601 2.05419 -0.28115 46 -2.47147 -3.11267 -2.88927 -2.82679 0.18464 1.38236 1.15304 0.05421 47 0.85469 -1.99280 -3.46801 2.24855 2.68028 -2.66737 0.49086 -1.24391 48 2.17406 0.57345 3.34079 -2.26224 -3.14663 0.98808 -0.63197 -1.03377 49 1.06447 0.80000 1.62943 1.49639 -1.32327 -1.83789 -3.20137 3.55754 50 -0.13132 -1.12618 1.98596 -2.16703 1.53700 2.70973 3.95829 -0.15268 51 2.81502 0.88493 -2.88005 -1.93875 2.22375 2.14570 0.96420 1.69625 52 0.65926 3.18925 -3.27341 -2.45778 -0.11670 -0.55868 -2.47155 1.36041 53 -1.68339 -1.41189 -1.39746 2.97342 3.16915 -0.56418 -2.48915 1.83823 54 1.41249 -1.64472 2.98722 -0.93005 -0.56789 3.49205 -1.91293 -1.87944 55 -1.17204 -2.29113 2.79713 0.77272 -1.48854 -3.09208 2.20696 -1.34577 56 1.74273 0.15058 3.45867 -3.41011 -0.29901 -1.07770 -2.45340 1.31798 57 3.54283 2.27241 -1.11852 -1.96700 -2.47986 -0.13183 -0.19979 -2.32915 58 -1.55749 -1.39863 -1.45987 2.70506 -2.36186 0.86727 2.90751 2.38492 59 2.94642 1.84571 -1.89882 -0.12621 -1.38322 -2.66113 -1.89869 -2.00495 60 1.29987 -0.48171 1.59506 -3.40109 1.68844 -2.48359 -0.38548 3.02375 73 Lampiran 7. Gambar karung Pupuk Bersubsdi Gambar Karung Pupuk Urea di LINI I Pusri 2009 Gambar Karung Pupuk Urea bersubsidi yang ditandai Pusri 2009 74 Lampiran 8. Dokumentasi Sistem

A. Instalasi Sistem

Sebelum menerangkan proses instalasi sistem terlebih dahulu dijelaskan kebutuhan perangkat lunak dan perangkat keras yang diperlukan oleh EWS Pupuk. Spesifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perangkat Keras

a. CPU : Intel ® Dual Core T2130 1.86GHz 1 MB Cache b. Memory 1 GB Memory c. Mouse d. Modem

2. Perangkat Lunak

a. Sistem operasi Microsoft® Windows XP SP 2 b. Matlab R2008b atau R2009a Langkah selanjutnya adalah melakukan instalasi Matlab R2008b dengan menggunakan CD program Matlab R2008b. Setelah CD dimasukan dalam CD-ROM maka autorun akan berjalan dan akan muncul tampilan sebagai berikut : Gambar tampilan awal proses instalasi Matlab Pilih next dan selesaikan instalasi Matlab dengan memasukan activation key yang telah tersedia baik secara online atau activation key yang terdapat pada CD instalasi hingga akan muncul tampilan sebagai berikut : Gambar proses aktivasi Matlab R2008b 75 Setelah proses aktivasi selesai maka akan muncul tampilan sebagai tanda bahwa Matlab telah siap untuk digunakan. Tampilan tersebut adalah sebagai berikut : Gambar proses instalasi Matlab yang telah selesai Setelah proses instalasi Matlab selesai langkah selanjut nya adalah melakukan pengoperasian program EWS Pupuk yang telah dikembangkan.

B. Prosedur Pengoperasian Program

Prosedur pengoperasian program menjelaskan lebih rinci tentang penggunaan program dalam melakukan pendeteksian intensitas kelangkaan. Langkah-langkah penggunaan program dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Buka perangkat lunak Matlab R2008b yang telah di install kedalam komputer, setelah Matlab dibuka maka akan muncul tampilan sebagai berikut : Buka file program EWS Pupuk dengan menekan tombol browse pada gambar yang dilingkari lingkaran merah untuk menjalankan program EWS pupuk. 2. Setelah proses pencarian direktori program selesai dilakukan maka akan muncul list file program yang siap digunakan. Untuk menjalankan Program ketik Front pada command line. 76 3. Setelah program dipanggil maka akan munculan tampilan sebagai berikut : Gambar tersebut merupakan gambar tampilan awal program EWS Pupuk. Tampilan awal ini akan menghantarkan pengguna masuk ke menu utama dengan cara menekan tombol Mulai Anasila. 4. Setelah memasuki menu utama tugas dari pengguna adalam memilih kecamatan yang akan diidentifikasi dan memasukan data dari 8 atribut yang diminta untuk melakukan deteksi kelangkaan pupuk. 77 Setelah inputan data yang diperlukan telah terinput sempurna sesuai dengan satuan yang diminta, untuk menganalisa keadaan cukup dengan menekan tombol analisa yang tersedia, maka tingkat kerawanan akan ditampilkan. Untuk memulai analisa baru tekan tombol refresh untuk meghilangkan data inputan sebelumnya. 5. Berikut adalah beberapa contoh hasil penggunaan program EWS Pupuk berdasarkan tingkat kerawanan di beberapa kecamatan di Banumas. Gambar deteksi di Kecamatan Baturaden yang menunjukan Intensitas kelangkaan yang rawan Gambar deteksi di Kecamatan Kebasen yang menunjukan Intensitas kelangkaan yang Aman Gambar deteksi di Kecamatan Lumbir yang menunjukan Intensitas kelangkaan yang Normal 78 Gambar deteksi di Kecamatan Wangon yang menunjukan hasil diluar pola pelatihan diberikan nilai Ragu-ragu 79 Lampiran 9. Pseudocode Jaringan Syaraf Tiruan. load Data_JST.mat ; input = Data_JST; net = newffminmaxinput:, 1:8, [60 30 1], { tansig , tansig , purelin }, trainlm , learngdm , mse ; net.trainParam.show = 5; net.trainParam.epochs = 1000; net.trainParam.goal = 0.0000005; net.trainParam.lr = 0.005; net.trainParam.mc = 0.005; net = initnet; p = input:, 1:8; t = input:, 9; [net, tr] = trainnet, p, t; save net net ; SISTEM DETEKSI DINI UNTUK MANAJEMEN KRISIS PENYEDIAAN PUPUK BERSUBSIDI BAGI PETANI PADI Studi Kasus di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah SKRIPSI Oleh: YOGA REGANTORO AGRARISTA F34062398 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Sistem Deteksi Dini Untuk Manajemen Krisis Penyediaan Pupuk Bersubsidi Bagi Petani Padi Studi Kasus di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Early Warning System for Supply Crisis Management of Subsidized Fertilizers Distribution For Rice Farmers Case Study in Banyumas, Central Java Yoga Regantoro Agrarista Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, PO BOX 220, Bogor, Jawa Barat ABSTRACT Fertilizer supply crisis in Indonesia occur almost every year. This crisis can be prevented by early detection before the crisis situation occurred. Preventive action would be much better than remedial action. In this research, an Artificial Neural Network ANN based decision support for supply crisis of subsidized fertilizer distribution was developed. The Early Warning detection was developed with backpropagation BP learning’s methods. The constructing of the data’s input for ANN based on the fundamental parameters of supply crisis of subsidized fertilizer by using Exponential Comparation Method ECM and expert’s judgments with Analytical Hierarchy Process AHP, consisting of the critical factor causing supply crisis of subsidized fertilizer, so this system be able to assess of intensity of the crisis with more fast, effective and efficient.Based on the “trial and error” test of ANN’s training process, the best network performance for BP learning’s method was obtained. The best network performance for BP was showed by the Mean Square Error MSE score of 0.00000000531 5.31.10 -9 at the 38th epoch, when the system used sigmoid bipolar for hidden layer and linear’s activation function for output neuron, Levenberg-Marquadt’s algorithm training, the momentum score was 0.05, the learning rate score was 0.05, and the minimum error was 0.0000005 with the network architecture of [9 60 30 1], that is, 9 neurons in an input layer, 60 neurons in a first hidden layer, 30 neurons in a second hidden layer and 1 neuron in an output layer. The BP was trained with 66 actual data and tested with 15 actual data, with 87 accuracy rate. From the test shows that the network has been able to recognize patterns of crisis. To get the improved accuracy of detection it is recommended for additional training with the latest data. Keywords : Backpropagation, artificial neural network, supply crisis management, subsidized fertilizer distribution Yoga Regantoro Agrarista. F34062398. Sistem Deteksi Dini untuk Manajemen Krisis Penyediaan Pupuk Bersubsidi Bagi Petani Padi Studi Kasus di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Di bawah bimbingan Marimin : 2010 RINGKASAN Kasus kelangkaan pupuk terutama jenis urea merupakan fenomena yang terjadi hampir berulang-ulang setiap tahun. Fenomena ini ditandai oleh melonjaknya harga pupuk di tingkat petani jauh di atas Harga Eceran Tertinggi HET yang ditetapkan pemerintah. Padahal produksi pupuk dari lima pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negara BUMN selalu berada di atas kebutuhan domestik. Kondisi di lapang menunjukan bahwa penanganan kelangkaan pupuk biasanya dilakukan setelah krisis kelangkaan terjadi. Hal ini berpengaruh terhadap nasib petani yang berhubungan langsung dengan komoditi pupuk tersebut, sehingga dalam kasus ini bisa dikatakan bahwa petanilah yang menanggung beban kelangkaan pupuk yang terjadi. Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk memecahkan banyak masalah, terutama masalah yang kompleks dan sulit dimodelkan. Salah satu masalah yang dapat dipecahkan menggunakan jaringan syaraf tiruan adalah klasifikasi data. Tujuan penelitian ini adalah melakukan kalasifikasi intensitas krisis kelangkaan pupuk di Kabupaten Banyumas. Ruang lingkup dari penelitian ini adalah menyusun model kualitatif sistem deteksi dini berbasis jaringan syaraf propagasi balik untuk mengidentifikasi kelangkaan pupuk urea. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data pertanian dari Dinas Tanaman Pangan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Data yang digunakan untuk melakukan deteksi dini merupakan data-data dari faktor kritis penyebab kelangkaan pupuk yang telah ditentukan oleh pakar dari hasil wawancara seperti harga pupuk urea, curah hujan, besarnya subsidi, dosis pemakaian pupuk, jumlah pupuk yang hilang dan sebagainya. Indikator yang digunakan untuk mengukur dan mendeteksi kelangkaan ini hanya ditekankan pada parameter tepat jumlah, tepat waktu dan tepat harga. Selain hal tersebut, data yang digunakan untuk melakukan deteksi dini dibatasi hanya pada data tahun 2006 hingga tahun 2008. Data yang diperoleh nantinya akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu data yang digunakan sebagai data pelatihan dan juga data yang digunakan sebagai data percobaan atau simulasi. Pembagian data ini dilakukan dengan Rasio 80:20. Artinya 80 untuk data yang digunakan sebagai data pelatihan dan 20 untuk data yang digunakan sebagai data penelitian atau simulasi. Tahapan penelitian terdiri dari lima tahapan, yaitu identifikasi masalah, pengumpulan data dan informasi lapang, identifikasi faktor krisis, modeling dan pelatihan jaringan syaraf, dan pengujian dan validasi jaringan. Model jaringan syaraf yang digunakan adalah JST tipe backpropagation neural network dengan dua hidden layer dan satu output. Backpropagation merupakan model jaringan syaraf tiruan dengan layar jamak, backpropagation melatih jaringan untuk mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang benar terhadap pola masukan yang serupa dengan pola yang dipakai selama pelatihan. Berdasarkan hasil trial and error uji proses pelatihan JST, kinerja jaringan terbaik untuk metode pembelajaran Backpropagation telah diperoleh. Kinerja jaringan terbaik untuk BP ditunjukkan dengan nilai MSE 0,00000000531 5.31.10 -9 pada iterasi ke-38. Arsitektur yang digunakan ketika sistem dilatih adalah fungsi aktivasi sigmoid bipolar untuk lapisan tersembunyi dan fungsi aktivasi linear untuk neuron output, algoritma pelatihan Levenbergs-Marquadt, skor momentum adalah 0,05, skor tingkat belajar adalah 0,05, dan toleransi kesalahan minimum 0,0000005 dengan arsitektur jaringan [9 60 30 1], yaitu 9 neuron pada lapisan input, 60 neuron dalam lapisan tersembunyi pertama, 30 neuron dalam lapisan tersembunyi kedua dan 1 neuron pada lapisan output. Penerapan sistem ini dilakukan dengan menggunakan data aktual yang diperoleh dari instansi terkait seperti BPS dan kantor Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas. BP dilatih dengan 66 data aktual dan diuji dengan 15 data aktual, hasilnya BP menunjukan tingkat akurasi 84. Salah satu hasil penilaian prototipe sistem peringatan dini berdasarkan prediksi BP menunjukkan bahwa intensitas krisis di Baturaden berada dalam tingkat bahaya. Tingkat krisis ini sesuai dengan data aktual yang tersedia, yang menyatakan Baturaden dalam kondisi rentan. Dengan adanya sistem desain JST Deteksi Dini ini diharapkan dapat mendukung pemberlakuan kebijakan yang lebih baik dalam penentuan tindakan sebelum masa kelangkaan pupuk terjadi. Selain itu penggunaan sistem deteksi dini ini diharapkan dapat menentukan level krisis kelangkaan pupuk secara lebih akurat, efisien dan efektif sehingga kebijakan pemerintah tentang tindakan penanganan kelangkaan pupuk dapat segera terwujud. Selain itu, petani juga lebih terbantu dalam menjalankan tugasnya untuk meningkatkan produktivitas mereka tanpa harus khawatir tentang kebutuhan pupuk untuk musim tanam selanjunya, sehingga beban petani yang harus mereka tanggung karena harga pupuk yang berada jauh di atas HET dapat dikurangi. Bagi distributor dan pengecer tentunya mereka harus segera memperbaiki diri untuk meningkatkan kualitas proses pengadaan dan penyaluran pupuk secara nyata dalam memenuhi kriteria dan kewajiban yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai saran perlu adanya pelatihan tambahan untuk menilai ulang dan mengukur kinerja jaringan dengan data-data yang lebih baik dan lebih baru agar bisa mengenali pola-pola yang terjadi pada masa ini, karena data yang digunakan pada penelitian ini tergolong data yang kurang up-date yaitu data tahun 2006-2008. Pelatihan tambahan dengan data yang lebih banyak atau data baru untuk meningkatkan akurasi penilaianya dan untuk mendapatkan sistem peringatan yang lebih baik, pintar, dan lebih efisien. Jika dimungkinkan perlu adanya pengembangan Sistem Deteksi Dini untuk manajemen krisis pupuk ini dalam cakupan yang lebih luas, yaitu cakupan nasional bukan hanya untuk kabupaten. Karena kelangkaan pupuk tidak hanya terjadi pada tingkat kabupaten tetapi juga terjadi pada tingkat provinsi dan juga merupakan permasalah nasional yang hampir terjadi setiap tahunnya. 1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kasus kelangkaan pupuk terutama jenis urea merupakan fenomena yang terjadi hampir berulang-ulang setiap tahun. Fenomena ini ditandai oleh melonjaknya harga pupuk di tingkat petani jauh di atas Harga Eceran Tertinggi HET yang ditetapkan pemerintah. Padahal produksi pupuk dari lima pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negara BUMN selalu berada di atas kebutuhan domestik. Sehingga tanpa mengurangi pasokan untuk pasar bersubsidi domestik, masih ada kelebihan pasokan pupuk sekitar 1.3 juta ton baik pada tahun 2009 untuk memenuhi pasar pupuk non subsidi domestik yang diperkirakan relatif kecil maupun untuk pasar ekspor. Namun fakta di lapangan sering terjadi kelangkaan dan lonjakan harga yang dibayar petani di atas HET Yusdja et al. 2005. Pupuk sendiri merupakan salah satu faktor produksi yang bernilai penting dalam budidaya pertanian. Berbagai kebijakan dalam pendistribusian pupuk telah dilakukan untuk menangani kelangkaan. Kebijakan tersebut mempengaruhi kinerja ekonomi pupuk yang meliputi produksi, ketersediaan, tingkat harga dan tingkat penggunaan oleh petani. Darwis et al. 2004. Sedangkan menurut Deptan 2009, padi merupakan tanaman pangan pokok yang ada di Indonesia dan tanaman pangan mendapatkan 61 kebutuhan pupuk urea yang diproduksi oleh pemerintah setiap tahunnya. Hal inilah yang membuat pupuk urea sangat bernilai strategis bagi petani padi. Secara umum persoalan kelangkaan yang merefleksikan ketidaktepatan dosis, jenis, mutu, waktu dan tempat dan harga yang dibayar petani atas HET, lebih banyak disebabkan pada sistem distribusi yang berjalan tidak efektif dan efisien Yusdja et al. 2005. Permasalahan kelangkaan pupuk bersubsidi pada dasarnya disebabkan oleh kekurang tepatan pupuk dalam hal jumlah dan waktu dengan berbagai penyebab, diantaranya adalah persoalan kurangnya alokasi, kurang tepatnya perencanaan, adanya perembesan dan belum lancarnya infrastruktur distribusi. Kajian sebelumnya merekomendasikan berbagai hal dalam peningkatan kinerja distribusi pupuk bersubsidi diantaranya adalah perlunya dikembangkan sistem peringatan dini Early Warning System dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi Maksi-PPKS-BPTP 2009. Menurut Eriyatno 1989 Peringatan dini sendiri merupakan kegiatan pendugaan untuk suatu keadaan di masa mendatang, dengan mengadakan taksiran terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi sebelum suatu rencana yang lebih pasti dilakukan. Penyediaan pupuk nasional dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan. Keterkaitan faktor yang berhubungan dengan penyediaan pupuk bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Kompleksitas tersebut disebabkan oleh faktor yang berpengaruh dan bersifat multi aspek dan multi dimensi. Perubahan nilai, tingkat keterkaitan antar faktor tersebut berubah menurut waktu dan sulit untuk diprediksi. Walaupun demikian, pemahaman hubungan dan sifat kedinamisan faktor penentu krisis pasokan pupuk akan sangat bermanfaat dalam merumuskan model sistem yang mampu memberikan peringatan, menyediakan protokol manajemen krisis dan penanggulangan dampak jika terjadi kelangkaan pasokan pupuk bersubsidi untuk petani padi. Informasi yang lebih dini akan terjadinya krisis pasokan pupuk akan sangat bermanfaat dalam rangka merumuskan program aksi atau langkah operasional untuk menghindari dan menanggulangi terjadinya krisis atau mengurangi dampak yang lebih besar akibat terjadinya krisis pasokan pupuk. Krisis yang berlarut-larut yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan chaos yang merupakan puncak dari sebuah krisis yang akan sangat sulit untuk ditangani dan dikembalikan kekondisi semula Fink 1986. 2 Selama ini pemerintah lebih bersifat pragmatis terhadap kasus kelangkaan pupuk yang terjadi di Indonesia. Pemerintah lebih cenderung melakukan tindakan penanganan setelah kasus kelangkaan terjadi bukan sebelum krisis terjadi. Hal ini diharapkan dapat diperbaiki secara perlahan- lahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis faktor kritis penyebab kelangkaan secara mendalam untuk melakukan deteksi dini terhadap kondisi kelangkaan pupuk yang terjadi di pasar agar pemerintah atau pihak terkait dapat mengambil kebijakan lebih awal. Hal ini berjutuan agar petani tidak terlalu terbebani dengan kasus kelangkaan pupuk tersebut. Salah satu langkah penerapan tindakan preventif ini adalah pembuatan prototipe Sistem Deteksi Dini menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Yu, Chen dan Wang 2009. Penggunaan jaringan syaraf tiruan ini dilakukan karena jaringan syaraf tiruan memiliki kelebihan dalam mengolah variabel input yang jumlahnya banyak baik linear maupun nonlinear tanpa mengetahui persamaan matematisnya.

1.2 Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan prototipe model deteksi dini untuk manajemen krisis penyediaan pupuk khusunya bagi petani padi. Sedangkan tujuan antara dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kelangkaan yang paling berpengaruh terhadap kondisi kelangkaan pupuk yang terjadi. 2. Mengidentifikasi kinerja jaringan syaraf tiruan yang telah dibuat sebagai prototipe sistem deteksi dini.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah menyusun model kualitatif sistem deteksi dini berbasis jaringan syaraf propagasi balik untuk mengidentifikasi kelangkaan pupuk urea. Penggunaan jaringan syaraf propagasi balik sebagai sistem deteksi dini disebabkan jaringan syaraf propagasi balik mampu menyelesaikan permasalahan yang sulit dimodelkan dan didefinisikan jika menggunakan metode deteksi dini lainnya seperti regresi linier dengan time series. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari data pertanian dari Dinas Tanaman Pangan, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Data yang digunakan untuk malakukan deteksi dini merupakan data-data dari faktor kritis penyebab kelangkaan pupuk yang telah ditentukan oleh pakar dari hasil wawancara. Hasil deteksi ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak pemerintah dalam melakukan antisipasi kelangkaan pupuk di kecamatan Banyumas dengan melakukan tindakan sebelum kelangkaan itu benar-benar terjadi. Selain ruang lingkup geografis, indikator yang digunakan untuk mengukur dan mendeteksi kelangkaan ini hanya ditekankan pada 3 tepat yaitu : Tepat Jumlah, Tepat Waktu dan Tepat Harga. Selain hal tersebut data yang digunakan untuk melakukan deteksi dini dibatasi hanya pada data tahun 2006 hingga tahun 2008 karena adanya keterbatasan data. Prototipe sistem deteksi dini ini juga memiliki keterbatasan, yaitu belum memperhatikan permasalahan mendetail yang terjadi pada ketepatan peramalan pupuk yang terjadi dalam penyusunan RDKK Pupuk oleh petani ataupun pemerintah. Hanya sebatas faktor kelangkaan hasil studi turun lapang seperti harga pupuk urea, curah hujan, besarnya subsidi, dosis pemakaian pupuk, jumlah pupuk yang hilang dan sebagainya.