32 Pada tahun 2010 Kabupaten Banyumas menjadi salah satu kabupaten percontohan pertanian dan juga
merupakan penyandang pangan nasional di wilayah provinsi Jawa Tengah serta mampu berswasembada beras. Namun pada tahun 2008 karena pembangunan infrastuktur dan industri
mengakibatkan luas panen padi sawah menurun 0.9 dari tahun sebelumnya BPS 2009.
4.2 Distribusi Pupuk di Banyumas
Kabupaten Banyumas telah menerapkan sistem distribusi tertutup untuk menyalurkan seluruh pupuk bersubsidi dari pemerintah kepada perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan
lahan miliknya sendiri atau milik orang lain untuk budidaya tanaman pangan atau hortikultura. Penerapan sistem distribusi tertutup ini diterapkan sejak tanggal 1 Januari 2009 sesuai dengan
Peraturan Menteri Perdagangan No 07M-DAGPER22009. Dalam hal ini penyaluran pupuk kepada petani ditentukan berdasarkan rencana definitif kebutuhan kelompok RDKK, yakni tiap kelompok
petani mencatat nama anggota, alamat dan luas lahan. Menurut Permentan no.50PermentanSR.130112009, RDKK sendiri merupakan perhitungan rencana kebutuhan pupuk
bersubsidi yang disusun oleh kelompok tani berdasarkan luasan areal usaha tani yang diusahakan petani, pekebun, peternak dan pembudidaya ikan dan atau udang anggota kelompok tani dengan
rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi. Petani sebagai pelaku utama melalui musyawarah menyusun RDKK yang merupakan rencana
kerja usaha tani dari kelompok tani untuk satu periode 1 satu tahun berisi rincian kegiatan dan kesepakatan bersama dalam pengelolaan usaha tani. Dari RDKK inilah kebutuhan pupuk untuk suatu
lokasi tertentu selama satu tahun dapat diperkirakan. Namun demikian jatah pupuk bersubsidi ini hanya diperuntukan bagi petani yang terdaftar saja pada kelompok tani tertentu atau sering disebut
petani legal. Selanjutnya RDKK dari setiap kelompok tani akan dikumpulkan di kecamatan untuk direkap
oleh Pemerintah Daerah dan hasilnya akan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk disatukan dengan RDKK yang berasal dari kabupaten di seluruh Jawa Tengah. Hasil dari RDKK ini akan
diserahkan pada Dinas Pertanian pusat untuk diolah dan ditindaklajuti dengan kebijaksanaan Menteri pertanian yang hasilnya merupakan kebutuhan pupuk nasional untuk tahun tertentu.
Kebutuhan pupuk nasional ini akan diserahkan kepada produsen pupuk yang bertanggung jawab di area lokasi kerjanya untuk memproduksi sejumlah kebutuhan yang telah ditentukan tersebut.
Dari tahap inilah distribusi pupuk nasional dimulai. Ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk mendiskripsikan lokasi dalam distribusi pupuk bersubsidi ini, istilah tersebut adalah :
1. Lini I adalah lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-masing produsen atau di
wilayah pelabuhan tujuan untuk pupuk impor. 2.
Lini II adalah lokasi gudang produsen di wilayah ibukota provinsi dan Unit Pengantongan Pupuk UPP atau diluar wilayah pelabuhan.
3. Lini II adalah lokasi gudang produsen dan atau distributor di wilayah kabupatenkota yang
ditunjuk atau ditetapkan produsen. 4.
Lini IV adalah lokasi gudang atau kios pengecer di wilayah kecamatan dan atau desa yang ditunjuk untuk ditetapkan oleh distributor.
Setelah pupuk bersubsidi yang diproduksi oleh produsen selesai, maka pupuk tersebut akan diletakan di Lini I dan siap untuk disalurkan pada Lini berikutnya. Produsen disini memiliki tanggung jawab
untuk melakukan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip enam tepat dari
33 Lini I hingga Lini IV, sedangkan distributor dan pengecer memiliki kewajiban untuk melakukan
pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan prinsip enam tepat dari Lini III hingga Lini IV. Pelaksanaan kewajiban tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian tugas sebagai berikut :
1. Produsen melaksanakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I, Lini II sampai
dengan lini III di wilayah tanggung jawabnya. 2.
Distributor melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya dari Lini III sampai Lini IV di wilayah tanggung jawabnya.
3. Pengecer melaksanakan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani dan atau kelompok tani di
Lini IV di wilayah tanggung jawabnya berdasarkan RDKK yang jumlahnya sesuai dengan peraturan gubernur dan bupati.
Selain kewajiban tersebut, produsen setiap bulan juga diwajibkan untuk menyampaikan rencana pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk periode tiga 3 bulan ke depan di setiap tanggung
jawab wilayahnya kepada pihak-pihak terkait. Dari penjelasan di atas dapat digambarkan skema alur pendistribusian pupuk secara nasional. Skema tersebut dapat dilihat pada Gambar 15.
Kabupaten Banyumas terletak di Provinsi Jawa Tengah, oleh karena itu kebutuhan pupuk bersubsidi yang diperlukan oleh Kabupaten Banyumas merupakan tanggung jawab PT. Pupuk
Sriwijaya Pusri. Oleh karena itu pemerintah dan distributor di Banyumas melakukan Surat Perjanjian Jual Beli SPJB untuk mengadakan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak agar
distribusi pupuk bersubsidi ini dapat berjalan dengan lancar. Selain dengan dilakukannya SPJB untuk mengawasi distribusi pupuk, pemerintah Banyumas
juga memiliki Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida KP3 yang dibentuk oleh bupati untuk mengawasi pelakasanaan peredaran pupuk dan pestisida agar tersalurkan kepada pihak yang
seharusnya, di sinilah fungsi pemerintah sebagai lembaga pengawas untuk menghindari kelangkaan pupuk berperan penting.
Gambar 15. Skema Alur Pendistribusian Pupuk bersubsidi Maksi-PPKS-BPTP 2009 Guna pengamanan penyaluran pupuk bersubsidi, pada kemasan pupuk bersubsidi wajib diberi label
tambahan yang berbunyi “ Pupuk Bersubsidi Pemerintah ” yang mudah dibaca dan tidak mudah
34 terhapus. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan membedakan antara pupuk yang
bersubsdi dan tidak bersubsidi. Namun demikian keberadaan komisi pengawasan distribusi pupuk, SPJB, dan sistem distribusi tertutup masih belum bisa menghilangkan penyalahgunaan pupuk
bersubsidi. Hal ini ditandai dengan hasil survey lapang yang menunjukkan bahwa harga pupuk di lapang selalu berada di atas HET walaupun margin peningkatan harganya tidak terlalu banyak. Hal ini
dimungkinkan juga karena adanya pengecer ilegal dan petani ilegal yang ikut menikmati pupuk bersubsidi dari pemerintah.
Dari hasil turun lapang di Kabupaten Banyumas didapatkan beberapa hasil bahwa salah satu peran penting untuk menanggulangi kelangkaan pupuk di daerah adalah melakukan pengawasan yang
ketat mulai di Lini III atau pada gudang distributor karena jumlah kebutuhan pupuk untuk suatu daerah dikirimkan kepada gudang distributor tersebut. Di Kabupaten Banyumas terdapat sepuluh
distributor resmi yang bertanggung jawab menyalurkan pupuk kepada kecamatan yang berada dalam tanggung jawabnya. Daftar distributor resmi yang terdapat di Kabupaten Banyumas disajikan pada
Tabel 4. Tabel 4. Daftar distributor dan wilayah tanggung jawabnya
Nama Distributor Kecamatan
1. CV Hasil Tani
Lumbir Wangon
2. CV Mitra Tani
Sokaraja Kebasen
Purwojati 3.
PT PPI Kalibagor
Jatilawang Rawalo
4. CV Karya Tani
Baturanden Kedungbanteng
Purwokerto Utara 5.
CV Jayanti Kembaran
Sumbang Purwokerto Timur
6. PT Pertani
Patikraja Cilongok
7. KUD Mekar Tani
Pekuncen Ajibarang
Gumelar 8.
CV Reski Utama Sumpiuh
Kemranjen Somagede
9. CV Sumber Hasil
Purwokerto Barat Purwokerto Selatan
Tambak 10.
KUD Aris Karanglewas
Banyumas
Sumber : Dinas Tanaman Pangan Kabupaten Banyumas 2010
35 Setelah pupuk sampai pada distributor pupuk tersebut akan diangkut oleh pengecer yang ada di
kecamatan untuk dijual pada petani atau kelompok tani yang membutuhkan pupuk tersebut. Petani yang sebelumnya telah diarahkan oleh Petugas Penyuluh Lapang PPL, masing-masing petani akan
mendapatkan kartu kendali untuk menandai seberapa banyak pupuk yang sudah diambil oleh petani tersebut. Jika jumlah batasan yang ditentukan telah mencapai quota maka petani tersebut tidak
diperkenankan lagi untuk membeli di pengecer tersebut. Siklus ini akan berulang untuk tahun yang berikutnya dengan dimulainya pembuatan RDKK oleh kelompok tani di akhir tahun.
Dalam kondisi nyatanya di Banyumas, alokasi pupuk yang telah direncanakan pada awal bulan untuk suatu wilayah bisa saja tidak tepat baik kekurangan stok maupun kelebihan stok karena tingkat
penyerapan pupuk yang berbeda, untuk itu pemerintah pusat biasanya menyediakan pupuk persediaan nasional setidaknya 7 dari jumlah total yang diproduksi pada tahun itu. Untuk tahun 2010 ini
cadangan pupuk nasional untuk pupuk urea adalah 400.000 ton pupuk siap distribusi. Penyerapan pupuk yang berbeda di setiap daerah ini disebabkan perbedaan agroclimate dan musim pada suatu
daerah tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk di wilayah yang mengalami kekurangan pasokan dapat dilakukan dengan merealokasi pupuk dari wilayah lainnya yang penyerapannya dari alokasi
yang telah ditetapkan. Adapun mekanisme untuk melakukan realokasi pupuk di suatu wilayah adalah : 1.
Realokasi antar kecamatan dalam wilayah kabupaten atau kota ditetapkan oleh bupati dengan mempertimbangkan usulan dari dinas teknis setempat.
2. Realokasi antar kota atau kabupaten dalam wilayah provinsi ditetapkan oleh gubernur atas usul
bupati dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari dinas teknis setempat. 3.
Realokasi antar provinsi ditetapkan oleh Direktur Jendral Tanaman Pangan atas usul dari Gubernur Ditjentan 2010.
4.3 Permasalahan Kelangkaan Pupuk