8 pemakaian atau pengadaan sumber daya yang dibutuhkan agar dapat dioperasikan se-efisien mungkin
Satria 1994. Dari segi proses, deteksi dini dilakukan atas dasar dua teknik utama, yaitu : a didasarkan
atas catatan dengan waktu yang selanjutnya diekstrapolasiakan ke masa yang akan datang dengan menggunkan statistik atau model matematik; dan b berdasarkan analisa kuantitatif yang sangat
tergantung pada keahlian, pengalaman dan kepandaian penilai. Metode deteksi dini secara kuantitatif dapat dibagi dalam dua metode, yaitu metode deret waktu time series dan metode sebab-akibat
causal. Metode ini dapat diaplikasikan bila memenuhi beberapa kondisi, seperti : a tersedianya informasi masa lalu historical data; b informasi yang didapatkan bisa dikuantitatifkan; dan c
asumsi kondisi masa lalu sama dengan kondisi masa mendatang. Menurut Eriyatno 1998, keberhasilan penerapan sistem deteksi pada organisasi tergantung
dari dua hal penting yaitu kemampuan sintesis pengenalan keadaan dan integritas dari para analis yang mengelola unit deteksi dini.
2.3 Identifikasi Faktor Krisis
Pada dasarnya krisis merupakan peubah tidak bebas dependent variables yang tergantung pada pertumbuhan parameter dari suatu gugus peubah atau faktor terutama yang bersifat bebas. Nilai
dari kelompok peubah untuk kejadian krisis merupakan cerminan parameter lain yang tidak terukur secara langsung. Model pengambilan keputusan kriteria jamak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi faktor dominanpenting yang dapat memperkirakan kelangkaan atau kelancaran distribusi dan pasokan pupuk bersubsidi bagi petani padi. Model pengambilan yang dimaksud adalah
model perbandingan eksponensial. Faktor-faktor penentu tersebut selanjutnya dapat dianalisis tingkat kritikalitas dan keterkaitannya dengan aspek lainnya dengan AHP Marimin 2004.
2.3.1 Metode Perbandingan Eksponensial
Metode Perbandingan Eksponensial MPE merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan majemuk. Metode ini dikembangkan
dengan cara mengubah penilaian kulitatif yang berasal dari subjektifitas mengambil keputusan menjadi nilai kuantitatif Manning 1984.
Manning 1984 melanjutkan bahwa tahapan atau urutan dalam menggunakan Perbandingan Eksponensial adalah :
1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih.
2. Menentukan kriteria atau pertimbangan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi.
3. Menentukan tinggkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria.
4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria.
5. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif.
6. Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total alternatif
masing-masing. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah
sebagai berikut:
9 Nilai
K
, , , … , , , , … ,
Penentuan urutan prioritas keputusan dilakukan dengan cara mengurutkan nilai skor dari alternatif yang terbesar sampai alternatif yang terkecil.
2.3.2 Metode Analytical Hierarchy Process
Proses Hierarki Analitik Analytical Hierarchy process – AHP dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970an untuk mengorganisir informasi
dan pendapat ahli judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai Saaty 1980. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan akan diselesaikan dalam suatu kerangka berpikir yang
terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses
pengambilan keputusannya. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur,
strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel
tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan
untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat
hierarki, yang dimulai dengan goal atau sasaran, lalu kriteria level pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif Gambar 3. Terdapat berbagai bentuk hierarki keputusan yang disesuaikan dengan subtansi
dan persoalan yang akan diselesaikan dengan AHP. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria
majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan pairwise comparisons. Saaty 1980 menentukan cara yang konsisten
untuk mengubah perbandingan berpasangan pairwise, menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria dan alternatif.
10 Gambar 3. Struktur Dasar Hirarki AHP Saaty 1980
2.4 Jaringan Syaraf Tiruan