Nilai Land Rent Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kecamatan

produktif untuk pertanian. Lahan kritis ini terluas di Desa Sukaharja karena banyak lahan yang mengalami erosi parit akibat didominasi kemiringan lereng 30 , terletak pada ketinggian 400-600 meter diatas permukaan laut, kedalaman tanah dangkal sebesar 30-60 cm, vegetasi kurang dari 25-50 dan banyak lahan yang ditumbuhi oleh rumput ataupun semak. Lahan tidak kritis, terluas di Desa Sukadamai karena kedalaman tanahnya 100 cm, batuan permukaan 5 , vegetasi lebat, tanah digunakan untuk pertanian. Lahan potensial kritis terluas di Desa Sukawangi karena banyak lahan yang dibuka menjadi lahan terbuka, topografi datar sampai berbukit, mulai terjadi erosi alur akibat pembukaan lahan pertanian di beberapa tempat, presentase vegetasi masih relatif tinggi, batuan permukaan 10 , dan kedalaman efektif tanah lebih dari 100 cm. Lahan agak kritis terluas terjadi di Desa Sukamulya karena lahan di desa ini kemiringannya 18 , vegetasi 50-75 , kedalam tanah 60-100 cm, adanya erosi alur pada beberapa tempat. Lahan sangat kritis terluas dijumpai di Desa Sukawangi karena lahan di desa tersebut sebagian besar berkemiringan lereng 30 , dan terletak pada ketinggian 600 meter diatas permukaan laut, vegetasi kurang dari 25 , batuan permukaan 30 , sehingga di lapang terjadi erosi parit. Hasil pengamatan karakteristik lahan kritis disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Luas lahan kritis pada penggunaan lahan pertanian yang berubah menjadi non pertanian di Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Lampiran 10 dan11.

5.4. Nilai Land Rent Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kecamatan

Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Nilai land rent pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 menunjukkan bahwa secara umum urutan keragaman nilai land rent tinggi sampai terendah yaitu pada usaha perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur, usaha perdagangan kelontong di Kecamatan Sukaraja, usaha kos-kosan di Kecamatan Sukaraja, usaha tani padi usaha di Kecamatan Sukamakmur, dan usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja. Boxplot atau diagram kotak bergaris tersebut menggambarkan kelompok data numerik dari sebaran data land rent di dua kecamatan sekaligus. Gambar 14. Boxplot nilai land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Hasil analisis nilai land rent Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan bahwa rata-rata nilai land rent lahan untuk perdagangan kelontong lebih besar dari pada usaha kos-kosan, dan usaha tani singkong. Pola tersebut berlaku baik di Kecamatan Sukaraja maupun di Kecamatan Sukamakmur. Rata-rata nilai land rent di Kecamatan Sukaraja untuk perdagangan terbesar Rp 401.654 m²tahun dan ditinjau dari lokasinya, perdagangan tersebut cenderung berdekatan dengan pemukiman penduduk. Penduduk umumnya membeli kebutuhan pokok di warung-warung terdekat, untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Berikutnya rata- rata nilai land rent kos-kosan sebesar Rp 183.387 m²tahun. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata usaha tani singkong yaitu sebesar Rp 2.845 m²tahun. Besarnya rasio usaha tani singkong dengan perdagangan usaha kelontong di Kecamatan Sukaraja 1 : 141. Penawaran harga kos-kosan cukup tinggi karena besarnya permintaan jasa kos-kosan di lokasi ini. Tingginya permintaan jasa kos-kosan tersebut diduga terkait dengan letak Kecamatan Sukaraja yang berada pada posisi strategis, yaitu dekat dengan pusat perkembangan kawasan perdagangan di Kecamatan Bogor Utara yaitu kawasan perdagangan Jambu Dua. Disisi lain singkong memiliki harga jual yang rendah, sehingga menghasilkan nilai land rent yang rendah. Besarnya rasio perdagangan antara usaha tani singkong dan usaha kos-kosan sebesar 1 : 64. Secara relatif Pa di S uk am ak m ur Sin gk on g Su ka ra ja Ko s-K os an Su ka ra ja Kl on to ng Su ka ra ja Kl on to ng S uk am ak m ur 9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 La nd R en t R p m ² ta hu n keragaman nilai land rent perdagangan kelontong lebih tinggi dibandingkan dengan jenis usaha lainnya. Harga jual produk pertanian pangan yang relatif lebih rendah dan tidak adanya kebijakan pemerintah untuk melindungi petani pada saat panen raya memperbesar rasio perbandingan surplus usaha non pertanian dan usaha tani. Nilai land rent usaha perdagangan di Kecamatan Sukamakmur lebih besar dari nilai land rent usaha tani padi. Rata-rata nilai land rent untuk perdagangan tersebut sebesar Rp 6.776.389 m²tahun. Sedangkan rata-rata nilai land rent usaha tani padi sebesar Rp 3.643 m²tahun. Besarnya rasio usaha tani padi dengan perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur yaitu 1 : 1860. Tabel 11. Nilai land rent kegiatan usaha pertanian dan non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Satistica Land Rent Rpm²Tahun Kecamatan Sukaraja Kecamatan Sukamakmur Perdagangan Klontong Kos-kosan Usaha Tani Singkong Perdagangan Klontong Usaha Tani Padi Rata-rata 401.654 183.387 2.845 6.776.389 3.643 Nilai Tengah 336.917 179.333 3.065 5.666.667 3.708 Minimum 83.333 123.333 2.192 5.144.444 3.002 Maksimum 758.333 251.600 3.350 9.316.667 4.247 Rata-rata nilai land rent perdagangan kelontong di Kecamatan Sukaraja cenderung lebih rendah dibandingkan dengan land rent usaha di Kecamatan Sukamakmur. Dalam hal ini nilai land rent perdagangan di Kecamatan Sukaraja sebesar Rp 401.654 m²tahun sedangkan di Kecamatan Sukamakmur sebesar Rp 6.776.389 m²tahun. Rendahnya nilai land rent perdagangan kelontong di Kecamatan Sukaraja diduga karena persaingan usaha kelontong yang cukup tinggi, sehingga omset, perputaran usaha, dan keuntungan yang diperoleh relatif kecil, sedangkan di Kecamatan Sukamakmur usaha perdagangan kelontong menghasilkan nilai land rent lebih besar, diduga terkait dengan relatif kurang intensifnya persaingan usaha yang ditunjukkan oleh lebih sedikitnya jumlah usaha kelontong perdesa. Hasil pengamatan lapang di Kecamatan Sukaraja terdapat 2.874 toko klontong yang melayani penduduk sebanyak 156.161 jiwa. Besarnya perbandingan antara jumlah toko klontong dengan jumlah penduduk sebesar 1:54. Rata-rata nilai land rent usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja lebih rendah dibandingkan dengan land rent usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur. Rata-rata nilai land rent usaha tani singkong di Kecamatan Sukaraja sebesar Rp 2.845 m²tahun dan rata-rata nilai land rent usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur sebesar Rp 3.643 m²tahun. Besarnya rasio usaha tani padi dengan singkong kurang lebih 5:4. Rasio perbandingan nilai land rent terendah adalah antara usaha tani singkong di Kecamatn Sukaraja dengan usaha tani padi di Kecamatan Sukamakmur menunjukkan bahwa usaha perdagangan usaha tani singkong atau padi memiliki keuntungan relatif sama. Secara umum dari uraian singkat analisis land rent dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha perdagangan kelontong memiliki nilai land rent lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis usaha tani tanaman pangan. Sebidang tanah yang diusahakan untuk perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur dan di Kecamatan Sukaraja memiliki keuntungan lebih besar dibandingkan dengan usaha singkong dan padi, walaupun secara umum di Kecamatan Sukamakmur memiliki akses jalan yang terbatas. Penduduk membeli kebutuhan pokoknya di warung- warung kelontong yang terdekat untuk menekan ongkos transportasi, disamping rendahnya intensitas persaingan usaha yang relatif rendah. Adanya keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sebidang tanah untuk perdagangan kelontong dan kos-kosan menjadi faktor berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan yang mengikuti pola nilai land rent di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur yang disajikan pada Lampiran 12. Gambar kegiatan usaha non pertanian dan usaha tani disajikan pada Gambar 15 dan 16. Usaha klontong di Kecamatan Sukaraja lebih kecil, penataan barang dagangannya kurang rapi, dan lokasi perdagangan berada dalam rumah, sedangkan usaha klontong di Kecamatan Sukamakmur lebih besar, penataan barang rapih, dan lokasi dagang terpisah dari rumah. Usaha kos-kosan di Kecamatan Sukaraja memiliki perbedaaan nilai land rent terlihat pada Gambar 1 menunjukkan bahwa kondisi kosan yang rapih, miliki halaman yang lebih luas, menjadikan usahan kos-kosan ini memiliki nilai land rent lebih tinggi sebesar Rp 231.333 m²tahun daripada Gambar 2 yang menunjukkan kosan yang kumuh, halaman yang sempit sehingga nilai land rent yang diperoleh sebesar Rp 179.333 m²tahun. a Usaha Klontong di Kecamatan Sukaraja b Usaha Klontong Kecamatan di Sukamakmur 1 2 c Usaha Kos-kosan di Kecamatan Sukaraja Gambar 15. Foto kegiatan non pertanian di lokasi penelitian a Usaha Tani Singkong di Kecamatan Sukaraja b Usaha Tani Padi di Kecamatan Sukamakmur Gambar 16. Foto kegiatan usaha tani di lokasi penelitian Selanjutnya diuraikan hasil uji t perbandingan nilai rataan land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Ringkasan hasil analisis disajikan pada Tabel 12. Perbandingan nilai land rent antara perdagangan Kecamatan Sukamakmur dan perdagangan Kecamatan Sukaraja menghasilkan nilai t-hitung sebesar 7,55. Adapun nilai t tabel 2,77. Nilai t tabel lebih kecil dari pada t hitung pada tingkat kepercayaan 95 m aka secara nyata rata-rata nilai land rent pada usaha perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur dan Kecamatan Sukaraja berbeda nyata dengan tingkat kesalahan kurang lebih 5. Dalam hal ini perdagangan kelontong di Kecamatan Sukamakmur lebih menguntungkan dengan nilai rata-rata land rent Rp 6.776.389 m²tahun dari pada nilai land rent Kecamatan Sukaraja Rp 401.654 m²tahun. Tabel 12. Hasil analisis uji t perbedaan rata-rata nilai land rent pada penggunaan lahan pertanian dan non pertanian Perbandingan Land Rent Uji t Mean 1 Mean2 t-value P Perdagangan klontong Sukamakmur dengan perdagangan klontong Sukaraja 6.776.389 401.654 7,55 0,0000 Perdagangan klontong Sukamakmur dengan kos- kosan Sukaraja 6.776.389 183.387 7,89 0,0000 Perdagangan klontong Sukamakmur dengan usah tani singkong Sukaraja 6.776.389 2.845 8,11 0,0000 Perdagangan klontong Sukamakmur dengan usaha tani padi Sukamakmur 6.776.389 3.643 8,11 0,0000 Kos-kosan Sukaraja dengan usaha tani singkong Sukaraja 183.387 2.845 7,00 0,0001 Kos-kosan Sukaraja dengan usaha tani Padi Sukamakmur 183.387 3.643 6,97 0,0001 Usaha tani singkong Sukaraja dengan usaha tani padi Sukamakmur 2.845 3.643 -2,17 0,0609 Secara umum tabel menunjukkan bahwa hampir seluruh perbandingan nilai land rent teruji secara statistik berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95 . Hanya perbandingan antara land rent usaha tani singkong dan land rent usaha tani padi yang menghasilkan perbedaan dengan tingkat kepercayaan kurang dari 95 . Dalam hal ini perbandingan kedua nilai land rent tersebut nyata secara statistik pada tingkat kepercyaan sebesar 93,91 atau tingkat kesalahan sebesar 6,09 . Rendahnya nilai land rent pertanian mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan dari aktivitas land rent rendah menjadi aktivitas land rent yang lebih tinggi. Perubahan penggunaan lahan pertanian, salah satunya diakibatkan oleh nilai land rent rendah yang menyebabkan banyak orang tertarik pada penggunaan lahan non pertanian karena dianggap lebih menguntungkan sehingga meningkatnya perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur. Perubahan penggunaan lahan ini merupakan akibat dari perkembangan nilai land rent di suatu lokasi menuju keseimbangan yang lebih produktif. Hasil data pengolahan analsis uji t niali land rent usaha pertanian dan usaha non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur secara lengkap disajikan pada Lampiran 13. 5.5. Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Luas Lahan Kritis di Kecamatan Sukaraja dan di Kecamatan Sukamakmur Koefisisen korelasi antara pertumbuhan penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 bahwa koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur sebesar -0,20, artinya bahwa hubungan antara variabel jumlah penduduk dengan luas lahan pertanian sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 . Koefisien korelasi kedua variabel tersebut bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas lahan pertanian semakin rendah. Besarnya jumlah penduduk disuatu kawasan membutuhkan lahan lebih luas untuk kawasan permukiman sehingga mengurangi area pertanian. Lahan yang tersedia relatif tetap dari sisi penawaran, mengakibatkan banyak yang memanfaatkan lahan pertanian untuk aktivitas pembangunan, sehingga luas lahan pertanian Kecamatan Sukaraja semakin berkurang. Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,82 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,92, artinya hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat pada tingkat kepercayaan 95 dan koefisien korelasi positif berarti hubungan dua variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas perubahan penggunaan lahan pertanian semakin tinggi. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya pemanfaatan lahan untuk kebutuhan hidup yaitu melakukan perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian salah satunya seperti perubahan lahan tegalan menjadi pemukiman. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian ini masih berlajut hingga sekarang. Salah satunya karena keuntungan yang diperoleh penduduk dari pemanfaatan lahan untuk aktivitas non pertanian lebih menguntungkan dengan nilai land rent yang lebih tinggi. Tabel 13. Koefisien korelasi antara pertumbuhan penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk Luas Lahan Pertanian Luas Perubahan Lahan Luas Lahan Kritis Kecamatan Sukaraja Jumlah Penduduk 1.00 0.04 -0.20 0.82 0.85 Laju Pertumbuhan Penduduk 0.04 1.00 -0.05 0.06 0.01 Luas Lahan Pertanian -0.20 -0.05 1.00 0.08 -0.12 Luas Perubahan Lahan 0.82 0.06 0.08 1.00 0.90 Luas Lahan Kritis 0.85 0.01 -0.12 0.90 1.00 Kecamatan Sukamakmur Jumlah Penduduk 1.00 -0.09 -0.20 0.92 0.91 Laju Pertumbuhan Penduduk -0.09 1.00 0.24 -0.18 -0.13 Luas Lahan Pertanian -0.20 0.24 1.00 -0.09 -0.07 Luas Perubahan Lahan 0.92 -0.18 -0.09 1.00 0.98 Luas Lahan Kritis 0.91 -0.13 -0.07 0.98 1.00 Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,85 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,91, artinya hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat pada tingkat kepercayaan 95 dan koefisien korelasi positif maka hubungan dua variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk maka luas lahan kritis semakin luas. Semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi aktivitas- aktivitas yang dilakukan. Dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan itu memerlukan dukungan dari lahan yang berimplikasi pada perubahan lahan, sementara lahan yang digunakan untuk aktivitas yang sama misalnya untuk pemukiman tidak tersedia lagi yang mengakibatkan penduduk mengambil lahan yang tidak dialokasikan untuk aktivitas pemukiman dan tidak sesuai dengan daya dukung lahan mengakibatkan lahan tidak produktif dan lahan yang semula tidak kritis ataupun sudah kritis menjadi semakin kritis. Koefisien korelasi antara luas lahan pertanian dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja -0,12 dan di Kecamatan Sukamakmur -0,07. Nilai korelasi tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara variabel luas lahan pertanian dengan luas lahan kritis memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 . Koefisien korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil luas lahan pertanian maka lahan kritis semakin luas. Luas lahan pertanian yang semakin berkurang mengakibatkan banyaknya pembangunan di lahan pertanian yang digunakan untuk aktivitas non pertanian. Pembukaan lahan pertanian menyebabkan berkurangnya lahan pertanian sehingga menyebabkan penurunan produktivitas lahan, karena telah mengalami kerusakan lahan yang mengakibatkan luas lahan kritis semakin tinggi. Koefisien korelasi antara luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian dengan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,90 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar 0,98, artinya bahwa hubungan antara dua variabel tersebut sangat kuat pada tingkat kepercayaan 95 dan koefisien korelasi positif maka hubungan dua variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi luas perubahan lahan maka luas lahan kritis semakin tinggi. Banyaknya aktivitas- aktivitas yang dilakukan terutama dalam perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian yang berimplikasi pada kualitas pemanfaatan pengelolaan lahan. Sementara dalam pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan menyebabkan kemunduran kesuburan lahan akibat pembukaan lahan maupun dalam pemanfaatan lahan yang dapat meningkatkan luas lahan kritis secara lebih lengkap disajikan pada Lampiran 16 dan 17. Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk di Kecamatan Sukaraja sebesar 0,04 dan Kecamatan Sukamakmur sebesar -0,09, artinya bahwa hubungan antara variabel jumlah penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 . Koefisien korelasi Kecamatan Sukaraja bernilai positif maka hubungan kedua variabel searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk dilihat dari tingginya jumlah penduduk tahun akhir dan rendahnya nilai absolut tahun awal menyebabkan proporsi laju pertumbuhan penduduk tinggi. Sedangkan koefisien korelasi di Kecamatan Sukamakmur bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin tinggi jumlah penduduk, maka semakin rendah laju pertumbuhan penduduk. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan penduduk berbanding terbalik dengan jumlah penduduk, dilihat dari tingginya proporsi perubahan penduduk dan tingginya nilai absolut awal, maka laju pertumbuhan penduduk semakin kecil. Koefisien korelasi laju pertumbuhan penduduk dengan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan krtis di Kecamatan Sukaraja secara berturut-turut yaitu 0,06 dan 0,01 sedangkan di Kecamatan Sukamakmur yaitu -0,18 dan -0,13, artinya bahwa hubungan antara variabel laju pertumbuhan penduduk dengan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan kritis memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 . Koefisien korelasi Kecamatan Sukaraja menunjukkan nilai positif yang artinya bahwa hubungan variabel tersebut searah yaitu semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan kritis. Laju pertumbuhan penduduk diikuti dengan banyaknya penduduk yang memanfaatkan lahan pertanian untuk pembangunan sehingga alokasi lahan untuk pemukiman tidak tersedia lagi dan banyak menggunakan lahan pertanian untuk pemukiman serta menurunkan kesuburan lahan tersebut. Koefisien korelasi di Kecamatan Sukamakmur bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil laju pertumbuhan penduduk maka semakin luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian, dan luas lahan kritis. Laju pertumbuhan penduduk di beberapa desa mengalami penurunan jumlah penduduk yang sangat besar, salah satunya Desa Sukadamai. Namun di Desa Sukadamai masih terjadi perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian dan kondisi lahan yang sudah kritis menjadi semakin kritis. Banyak penduduk yang menjual lahannya kepada pengusaha, kemudian melakukan pembukaan lahan, sehingga lahan menjadi semakin kritis. Koefisien korelasi antara laju pertumbuhan penduduk dengan luas lahan pertanian Kecamatan Sukaraja -0,05 dan Kecamatan Sukamakmur 0,24. Disimpulkan bahwa hubungan antara dua variabel tersebut memiliki kekuatan hubungan termasuk kategori berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 . Koefisien korelasi bernilai negatif di Kecamatan Sukaraja menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil laju pertumbuhan penduduk maka luas lahan pertanian semakin tinggi. Pembukaan lahan untuk pertanian semakin tinggi dalam kurun waktu tiga tahun sedangkan laju pertumbuhan penduduk mengalami meningkat. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk dilihat dari tingginya proporsi perubahan penduduk dan tingginya nilai absolut awal, maka laju pertumbuhan penduduk semakin kecil. Koefisien korelasi bernilai positif di Kecamatan Sukamakmur menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel searah yaitu semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk maka semakin luas lahan pertanian. Koefisien korelasi luas lahan pertanian dengan luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian Kecamatan Sukaraja 0,08 dan Kecamatan Sukamakmur -0,09. Kecilnya nilai koefisien menunjukkan kekuatan hubungan tergolong berkorelasi sangat lemah pada tingkat kepercayaan 95 . Koefisien korelasi bernilai positif di Kecamatan Sukaraja menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel searah yaitu semakin tinggi luas lahan pertanian maka semakin luas perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. Banyak lahan lahan non pertanian yang di alih fungsikan menjadi pertanian misalnya lahan terbuka yang kemudian dimanfaatkan untuk usaha pertanian menyebabkan meningkatkan nilai land rent dari lahan tersebut, sehingga luas lahan pertanian meningkat. Namun ada juga lahan pertanian yang dialih fungsikan untuk usaha non pertanian misalkan penggunaan lahan tegalan yang kemudian dialih fungsikan untuk pembangunan lapangan bola sehingga luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi permukiman meningkat. Koefisien korelasi bernilai negatif di Kecamatan Sukamakmur menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah yaitu semakin kecil luas lahan pertanian maka semakin tinggi luas perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian. Diduga hal tersebut berkaitan dengan fenomena banyaknya penduduk yang mengalihfungsikan lahan pertanian kususnya pada kondisi topografi datar dan dekat akses jalan untuk aktivitas lain, salah satunya lahan sawah menjadi lahan terbuka. Lahan terbuka tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan penambangan batu yang mengakibatkan lahan pertanian semakin berkurang dan luas perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian meningkat.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Peningkatan penduduk tahun 2006-2009 di Kecamatan Sukaraja 11.151 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 7,6 dan di Kecamatan Sukamakmur peningkatan jumlah penduduk 201 jiwa dengan laju 0,3 . 2. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Sukaraja terluas terjadi pada lahan kebun campuran menjadi pemukiman sebesar 14,31 ha 7,3 dan menjadi lahan terbuka 1,08 ha 0,5 ; perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman 37,18 ha 3,1 , menjadi lahan terbuka 34,23 ha 2,8 , dan menjadi industri 3,36 ha 0,2 . 3. Perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Sukamakmur terluas terjadi pada lahan kebun campuran menjadi pemukiman 14,46 ha 0,5 dan menjadi lahan terbuka 73,59 ha 2,5 ; perubahan penggunaan lahan tegalan menjadi pemukiman 16,31 ha 0,4 , menjadi lahan terbuka 19,40 ha 0,5 , dan menjadi industri 0,78 ha 0,02 ; perubahan penggunaan lahan sawah menjadi pemukiman 3,71 ha 0,4 dan menjadi lahan terbuka 3,64 ha 0,4 . 4. Tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Sukaraja: 390,34 ha 35.59285  1.383,9 ha 35,6, tidak kritis, terluas di Desa Nagrak;  1.613,9 ha 41,5, potensial kritis, terluas di Desa Cijujung;  723,3 ha 18,6, agak kritis, terluas di Desa Gunung Geulis;  166,8 ha 4,3, kritis, terluas di Desa Gunung Geulis;  0,16 ha 0,004, sangat kritis, terluas di Desa Cadas Ngampar. Tingkat kekritisan lahan di Kecamatan Sukamakmur:  984,1 ha 5,9, tidak kritis, terluas di Desa Sukadamai;  3.681,5 ha 22, potensial kritis, terluas di Desa Sukawangi;  4.330,5 ha 26, agak kritis, terluas di Desa Sukamulya;  7.658,9 ha 46, kritis, terluas di Desa Sukaharja;  44,1 ha 0,3 sangat kritis, terluas di Desa Sukawangi.