Lahan Kritis TINJAUAN PUSTAKA

kimia adalah lahan yang bila ditinjau dari tingkat kesuburannya rendah karena penyediaan unsur mineral tanah sangat rendah dan adanya pencucian unsur hara yang berlebihan. Lahan kritis secara hidrologi berkaitan dengan berkurangnya kemampuan lahan untuk menahan, menyerap, dan menyimpan air Sitorus, 2004. Pusat Penelitian Tanah 2004 mengklasifikasikan lahan kritis berdasarkan karakteristik penutup vegetasi, tingkat torehan atau kerapatan drainase, penggunaan lahan, dan kedalaman tanah sebagai indikator penentu tingakat kekritisan lahan. Tingkat kekritisan lahan dan karakteristiknya Pusat Penelitian Tanah 1997 sebagai berikut: 1 Potensial kritis: penutupan vegetasi 75 ; tingkat kerapatan agak-cukup tertoreh; penggunaan lahan hutan, kebun campuran; vegetasi belukar dan perkebunan; kedalaman tanah dalam 100 cm, 2 Semi kritis: penutupan vegetasi 50-75 ; tingkat kerapatan cukup-sangat tertoreh; penggunaan lahan pertanian lahan kering; vegetasi semak belukar dan alang-alang; kedalaman tanah dalam 60-100 cm, 3 Kritis: penutupan vegetasi 25-50 ; tingkat kerapatan sangat-sangat tertoreh sekali; penggunaan lahan pertanian lahan kering; vegetasi rumput dan semak; kedalaman tanah dalam 30-60 cm, dan 4 Sangat kritis: penutupan vegetasi 25 ; tingkat kerapatan sangat-sangat tertoreh sekali; penggunaan lahan Gundul; vegetasi rumput dan semak; kedalaman tanah dalam 30 cm. Sitorus 2004 mengklasifikasikan lahan kritis berdasarkan kerusakan fisik lahan sebagai berikut: 1 Potensial kritis: lahan yang masih kurang produktif, mulai terjadi erosi ringan, dan dapat berubah menjadi lahan hampir kritis yang dicirikan dengan: mulai terjadi erosi ringan, lapisan atas 20 cm, vegetasi relatif masih rapat, kemiringan lereng datar sampai berbukit, dan tingkat kesuburan tanah rendah sampai tinggi, 2 Hampir kritis: lahan yang kurang produktif, terjadi erosi namun masih dapat diusahakan untuk pertanian dengan produksi rendah yang dicirikan dengan: terjadi erosi permukaan sampai alur, kedalaman efektif 5 cm, penutupan lahan sedang 50 sampai 70 , kemiringan lereng 18, dan kesuburan rendah, 3 Kritis: lahan tidak produktif dan apabila akan diusahakan harus direhabilitasi yang dicirikan dengan: Lahan mengalami erosi parit, kedalaman solum tanah dangkal 60 cm, Presentase penutupan lahan rendah antara 25 sampai 50 , dan Kesuburan tanah rendah, meliputi ladang yang rusak, padang rumput, dan semak belukar, dan 4 Sangat kritis: lahan yang sangat rusak dan sangat sulit direhabilitasi yang dicirikan dengan : erosi sangat tinggi, lapisan produktif habis tererosi 30 cm, penutupan tanah 25 , kemiringan lereng 30 , dan kesuburan tanah sangat rendah. Departemen Kehutanan 2012, menyatakan bahwa penetapan kriteria lahan kritis yang dilaksanakan oleh Direktotar Rehabilitasi dan Konservasi Tanah pada 17 Juni 1997 dan 23 Juli 1997 yang dimaksud dengan lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Dengan demikian penilaian lahan kritis di setiap tempat harus mengacu pada kriteria yang ditetapkan dan sesuai dengan fungsi tempat tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan kriteria lahan kritis sebagai sasaran utama dari arahan RLKT. Metode yang dilakukan adalah melakukan tumpang susun overlay secara spatial masing- masing data tersebut untuk kemudian dilakukan pembobotan skoring. Besaran nilai bobot tingkat kekritisan lahan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dan nilai skor. Parameter fisik lahan berupa kelas lereng, jenis tanah, geologi, curah hujan. Kriteria untuk menetapkan lahan kritis kawasan budidaya pertanian yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan 2003, yaitu kawasan hutan lindung, kawasan lindung diluar kawasan hutan. Kriteria lahan kritis RLKT disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria tingkat kekritisan lahan menurut RLKT Kriteria RLKT, Departemen Kehutanan, 1997 Tingkat kekritisan lahan berdasarkan atas jumlah kumulatif skor tiap kelas jumlah nilai bobot x skor : 1. Tidak Kritis: 426-500 2. Potensial Kritis: 351-425 3. Agak Kritis: 276-350 4. Kritis: 201-275 5. Sangat Kritis: 115-200 Berdasarkan kriteria dibawah ini: a. Produktivitas 30: 80 5, 61-80 4, 41-60 3, 21-40 2, 20 1 b. Lereng 20: Datar 5, Landai 4, agak curam 3, curam 2, sangat curam 1 c. Erosi 15 : ringan 5, sedang 4, berat 3, sangat berat 2 d. Batu-batuan : sedikit 5, sedang 3, banyak 1 e. Manajemen : baik 5, sedang 3, buruk 1

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis citra dan data dilaksanakan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai April 2012. Secara spasial lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Lokasi penelitian

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah citra ALOS AVNIR 2006 yang diakusisi pada tanggal 9 Oktober 2006 dan 2009 dengan tanggal akusisi 17 Juli 2009, peta administrasi skala 1:250.000, data jumlah penduduk 2006-2009, peta lahan kritis skala 1:100.000, dan peta jalan, data Potensi Desa PODES. Peralatan yang digunakan adalah GPS Global Positioning System, abney level, kompas, meteran, kamera, kuesioner, dan seperangkat komputer yang dilengkapi perangkat lunak software ArcView 3.3, ArcGis 9.3, Statistica 8, Microsoft Office Word 2007, Microsoft Office Visio, dan Microsoft Office Excel. Kuesioner disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. Perangkat lunak ArcView 3.3, ArcGis 9.3 digunakan untuk analisis spasial dan Statistica 8 untuk analisis data. Keterkaitan antar tujuan, data dan sumber serta alat disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Keterkaitan antara tujuan penelitian dengan data, sumber, dan alat No Tujuan Data Sumber Data Alat 1. Mengidentifikasi pertumbuhan penduduk dan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur.  Data jumlah penduduk 2006- 2009  BPS Kab.Bogor, Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur Excel,  Citra ALOS Avnir 2006 dan 2009  Bagian Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra  PEMDA Kabupaten Bogor ArcView 3.3, ArcGis 9.3  Peta administrasi  PEMDA Kabupaten Bogor 2 Mengidentifikasi sebaran lahan kritis di wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur.  Peta lahan kritis  BPDAS Citarum Ciliwung ArcView 3.3, ArcGis 9.3, Excel 3 Mengetahui dan membandingkan nilai land rent penggunaan lahan pertanian dan usaha non pertanian.  Hasil kuesioner land rent  Data PrimerKuesioner dan survey lapang Excel Statistica 8 4 Mengetahui keterkaitan pertumbuhan penduduk dengan perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian dan luas lahan kritis di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Sukamakmur.  Hasil analisis tujuan 1 dan 2 penduduk, peta perubahan penggunaan lahan 2006-2009, dan peta lahan kritis  BPS Kab.Bogor  Bagian Pengindraan Jauh dan Interpretasi Citra  PEMDA Kabupaten Bogor  BPDAS Citarum Ciliwung Excel, statistica 8

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan yang terdiri dari 1 Tahap persiapan, 2 Tahap identifikasi perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian, 3 Pengecekan tutupan lahan dan pengamatan karakteristik lahan kritis, dan 4 Analisis data.