Land Rent TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan hasil penelitian perbandingan nilai land rent pertanian dan non pertanian yang telah dilakukan oleh Rumiris 2008 dan Ariani 2011 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa perbandingan nilai land rent pertanian lebih rendah dari pada nilai land rent non pertanian. Tabel 1. Hasil penelitian nilai land rent pertanian dan non pertanian No Perbandingan Land Rent Nilai Perbandingan Land Rent Rpm 2 tahun 1. Pertanian sawah : Pemukiman 1 : 33 2. Pertanian sawah : Kos-kosan 1 : 55 Pertanian sawah : Warung 1 : 720 Pertanian sawah : Pemukiman 1 : 3 Sumber: Rumiris 2008 dan Ariani 2011

2.4. Lahan Kritis

Meningkatnya pembukaan tanah serta penggunaan lahan yang dilakukan penduduk secara sembarangan dapat menyebabkan tingginya laju erosi. Tingginya laju erosi akibat pembukaan lahan mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas tanah dan kerusakan tanah yang dikenal sebagai lahan kritis Rahim, 2006. Departemen Kehutanan 2003 mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga menyebabkan kehilangan atau berkurangnya fungsi produksi dan tata air. Penggunaan lahan yang kurang baik atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah menimbulkan erosi, tanah longsor, penurunan kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan. Sitorus 2004 menyatakan bahwa lahan kritis adalah lahan yang pada saat ini mengalami penurunan produktivitas dilihat dari penggunaan lahan pertanian, karena pengelolaan dan penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah. Lahan kritis merupakan indikator utama dari degradasi lahan yang terjadi di dalam atau di luar lahan hutan. Lahan dapat dikategorikan sebagai lahan kritis apabila lahan tersebut mengalami masalah kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah secara fisik, kimia, hidrologi, dan sosial ekonomi akibat dari segala penggunaan dan kesalahan pengelolaan. Lahan kritis secara fisik adalah lahan yang telah mengalami kerusakan tekstur dan struktur tanah. Lahan kritis secara kimia adalah lahan yang bila ditinjau dari tingkat kesuburannya rendah karena penyediaan unsur mineral tanah sangat rendah dan adanya pencucian unsur hara yang berlebihan. Lahan kritis secara hidrologi berkaitan dengan berkurangnya kemampuan lahan untuk menahan, menyerap, dan menyimpan air Sitorus, 2004. Pusat Penelitian Tanah 2004 mengklasifikasikan lahan kritis berdasarkan karakteristik penutup vegetasi, tingkat torehan atau kerapatan drainase, penggunaan lahan, dan kedalaman tanah sebagai indikator penentu tingakat kekritisan lahan. Tingkat kekritisan lahan dan karakteristiknya Pusat Penelitian Tanah 1997 sebagai berikut: 1 Potensial kritis: penutupan vegetasi 75 ; tingkat kerapatan agak-cukup tertoreh; penggunaan lahan hutan, kebun campuran; vegetasi belukar dan perkebunan; kedalaman tanah dalam 100 cm, 2 Semi kritis: penutupan vegetasi 50-75 ; tingkat kerapatan cukup-sangat tertoreh; penggunaan lahan pertanian lahan kering; vegetasi semak belukar dan alang-alang; kedalaman tanah dalam 60-100 cm, 3 Kritis: penutupan vegetasi 25-50 ; tingkat kerapatan sangat-sangat tertoreh sekali; penggunaan lahan pertanian lahan kering; vegetasi rumput dan semak; kedalaman tanah dalam 30-60 cm, dan 4 Sangat kritis: penutupan vegetasi 25 ; tingkat kerapatan sangat-sangat tertoreh sekali; penggunaan lahan Gundul; vegetasi rumput dan semak; kedalaman tanah dalam 30 cm. Sitorus 2004 mengklasifikasikan lahan kritis berdasarkan kerusakan fisik lahan sebagai berikut: 1 Potensial kritis: lahan yang masih kurang produktif, mulai terjadi erosi ringan, dan dapat berubah menjadi lahan hampir kritis yang dicirikan dengan: mulai terjadi erosi ringan, lapisan atas 20 cm, vegetasi relatif masih rapat, kemiringan lereng datar sampai berbukit, dan tingkat kesuburan tanah rendah sampai tinggi, 2 Hampir kritis: lahan yang kurang produktif, terjadi erosi namun masih dapat diusahakan untuk pertanian dengan produksi rendah yang dicirikan dengan: terjadi erosi permukaan sampai alur, kedalaman efektif 5 cm, penutupan