rawa bakau Klong Ngao, Provinsi Ranong, Thailand, menemukan bahwa ukuran kepiting dewasa lebar karapasnya lebih dari 8 cm, kepiting jantan lebih berat dari
kepiting betina. Hasil tangkapan dominan adalah kepiting berukuran kecil baik jantan maupun betina, sedangkan kepiting dewasa dalam jumlah yang sedikit.
Dari hasil estimasi model logistik, ditemukan bahwa 50 kepiting betina yang pertama kali matang gonad, lebar karapasnya adalah 9,55 cm, dengan ukuran
minimum ketika matang gonad yaitu 8,3 cm. Hal yang sama juga dikemukan oleh Aldrianto 1994, bahwa menyatakan bahwa di Indonesia kepiting bakau yang
telah mencapai dewasa kelamin berukuran panjang karapas 4,27 cm dan lebar karapas 8,0 cm. Le vay 2001, menyatakan bahwa di perairan utara Jawa,
kepiting bakau S. Paramamosain betina mencapai tingkat dewasa kelamin pada ukuran lebar karapas 8,0-9,0 cm. Sementara itu menurut Siahainenia 2008,
dalam penelitiannya di Ekosistem Mangrove Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa karakter perkembangan dewasa kelamin kepiting bakau
teramati melalui perubahan struktur morfologis dan adanya tanda-tanda khusus pada tubuh. Ukuran minimum kepiting bakau ketika mencapai dewasa kelamin
adalah 10,0 cm untuk jantan dan 9,0 cm untuk betina. Perkembangan gonad teramati melalui perubahan pada struktur morfologis tubuh kepiting bakau, warna
gonad serta jaringan gonad.
2.1.5 Daur hidup dan habitat kepiting bakau
Kepiting bakau dalam menjalani kehidupanya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut. Induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan
pantai, muara sungai atau perairan berhutan bakau untuk berlindung, mencari makan dan membesarkan diri. Kepiting bakau yang telah siap melakukan
perkawinan akan memasuki perairan bakau. Setelah perkawinan berlangsung, secara perlahan-lahan kepiting betina akan
beruaya ke tepi pantai dan selanjutnya ke tengah laut untuk memijah. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau telah dewasa berada di perairan
bakau atau paling jauh di sekitar perairan pantai, yaitu pada bagian-bagian yang berlumpur yang organisme makanannya melimpah Kasry, 1996. Skema daur
hidup kepiting bakau Scylla olivacea disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Skema daur hidup kepiting bakau Scylla olivacea yang diadaptasikan dari Soim 1999.
Kepiting betina yang telah beruaya ke perairan laut akan berusaha mencari perairan yang kondisinya cocok untuk melakukan pemijahan, khususnya terhadap
suhu dan salinitas air laut. Setelah telur menetas maka akan muncul larva tingkat I Zoea I yang akan terus menerus berganti kulit, kemudian terbawa arus ke
perairan pantai hingga mencapai tingkat Zoea V lima kali berganti kulit dan proses tersebut membutuhkan waktu minimal 18 hari. Setelah itu, Zoea V akan
mengalami pergantian kulit lagi menjadi megalopa yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa, tetapi masih memiliki ekor yang panjang. Pada
tingkat megalopa, kepiting bakau akan beruaya pada dasar perairan pantai, dan biasanya pertama kali memasuki perairan muara sungai, kemudian ke perairan
berhutan bakau untuk kembali melakukan perkawinan. Menurut Ong 1966 dalam Moosa, et al 1985, kepiting bakau mulai dari
telur hingga dewasa mengalami beberapa tingkat perkembangan. Tingkat perkembangan tersebut ialah zoea, megalopa, kepiting muda dan kepiting dewasa.
Pada setiap kali pergantian kulit, zoea tumbuh dan berkembang yang antara lain ditandai dengan setae renang bagian tubuh yang menyerupai bulu pada endopod
maxilliped-nya Warner, 1977 dalam Kasry, 1996. Megalopa yang lebih mirip
kepiting dewasa sering dirujuk sebagai kepiting pada tingkat pasca larva. Dari tingkat megalopa ke tingkat muda diperlukan 11-12 hari Motoh, 1977. Kepiting
bakau, menurut Afrianto dan Liviawaty 1972, dapat dikatakan dewasa pada umur 12 -14 bulan dan dapat memijah.
2.1.6 Makanan dan kebiasaan makan