Peran Golongan Terpelajar, Profesional, dan Pers dalam Pergerakan

77 Lahirnya PKI 1920 makin menambah jumlah surat kabar partai. Pada akhir tahun 1926, tercatat lebih dari dua puluh penerbitan PKI yang tersebar di berbagai kota. Di lain tempat, organisasi pergerakan yang ada di negeri Belanda, Perhimpunan Indonesia telah menerbitkan medianya Indonesia Merdeka yang sebelumnya bernama Hindia Putera..Tulisan- tulisan tokoh PI dalam majalah tersebut banyak berpengaruh terhadap perjuangan pergerakan di tanah air. Bukan hanya organisasi politik yang menerbitkan pers, tapi organisasi kedaerahan, organisasi kepemudaan, organisasi yang bersifat sosial keagamaan turut pula menerbitkan surat kabar atau majalah. Para perkumpulan ini telah menyadari pentingnya sebuah media pers untuk menyampaikan aspirasi perjuangan. Demikianlah peranan pers nasional sebagai alat perjuangan dengan orientasinya yang mendukung perjuangan pergerakan nasional telah mengambil bagian penting dari epsidoe perjuangan dalam upaya mencapai kemerdekaan.

3. Organisasi-organisasi pada Masa Pergerakan Nasional

3.1 Budi Utomo

Budi Utomo merupakan sebuah organisasi modern pertama kali di Indonesia yang didirikan oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Istilah Budi Utomo berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi, bera rti “keterbukaan jiwa”, ”pikiran”, ”kesadaran”, “akal”, atau “pengadilan”. Sementara itu, utomo berasal dari perkataan JawaŚ utama, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “tingkat pertama” atau “sangat baik” . Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan pembangkit semangat organisasi Budi Utomo. Sebagai lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden sesudah tahun 1900 dinamakan STOVIA, merupakan salah satu tokoh pelajar yang berusaha memperjuangkan nasib bangsanya. Wahidin menghimpun beasiswa agar dapat memberikan pendidikan modern cara Barat kepada golongan priyayi Jawa dengan mendirikan Studie Fonds atau Yayasan Beasiswa. Gerakan pendirianstudiefonds disusul dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta. Organisasi ini diketuai oleh dr. Sutomo yang dibantu M. Suraji, M. Saleh, Mas Suwarno, M. Sulaeman, Gunawan dan Gumbreg. Tanggal 78 berdirinya Budi Utomo tersebut sampai sekarang diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Program utama dari Budi Utomo mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena adanya aturan yang ketat dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan kongresnya yang pertama di Yogyakarta. Kongres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi yaitu: Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternak-an dan dagang, tehnik, industri serta kebudayaan. Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama terpilih R.T Tirtokusumo Bupati Karang Anyar dengan wakil ketua dr. Wahidin Sudiro Husodo. Dalam kongres itu, terdapat kelompok minoritas yang dipimpin Dr. Cipto Mangunkusumo yang berusaha memperjuangkan Budi Utomo berubah menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya tidak terbatas hanya golongan priyayi dan kegiatannya meliputi seluruh Indonesia, tidak hanya Jawa dan Madura saja. Namun pandangan Dr. Cipto Mangunkusumo gagal mendapat dukungan bahkan pada tahun 1909 Dr. Cipto Mangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo kemudian bergabung dengan Indische Partij. Setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Kolonial Belanda, Budi Utomo pada tahun 1909 diberi status sebagai organisasi yang berbadan hukum sehingga diharapkan organisasi pertama di Indonesia ini dapat melakukan aktivitasnya secara leluasa. Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut Budi Utomo sebagai bagian keberhasilan dari pelaksanaan politik etis. Dengan demikian, BU tumbuh menjadi organisasi yang moderat, kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda. Peran BU semakin memudar seiring berdirinya organsasi yang lebih aktif dan penting bagi pribumi. Keadaan yang demikian menjadikan BU berubah haluan ke arah politik. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa sebagai berikut: a. Dalam rapat umum BU di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915 menetapkan mosi, agar dibentuk milisi bagi bangsa Indonesia 79 namun melalui persetujuan parlemen. Pembentukan milisi berhubungan dengan meletusnya Perang Dunia I tahun 1914. b. BU menjadi bagian dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu misi ke Negeri Belanda dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Meski undang-undang wajib militer atau pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi pemerintah Belanda, ternyata parlemen Belanda menyetujui pembentukan Volksraad Dewan Rakyat sebagai Hindia Belanda. BU segera membentuk sebuah Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota Volksraad meskipun demikian Komite Nasional ini tidak dapat berjalan sesuai harapan. Pada tahun 1927 BU masuk dalam PPPKI Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia yang dipelopori Ir. Sukarno. Meskipun demikian, BU tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928 BU menambah asas perjuangannya yaitu: ikut berusaha untuk melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia. Hal ini sebagai isyarat bahwa BU menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa dan Madura namun meliputi seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi dengan PBI Persatuan Bangsa Indonesia suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi ini terjadi pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra Partai Indonesia Raya, sehingga berakhirlah riwayat BU sebagai organisasi pergerakan pertama di Indonesia.

3.2 Indische Partij IP

IP didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai yaitu E.F.E Douwes Dekker Danudirjo Setyabudi, dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat Ki Hajar Dewantara. Organisasi yang bercorak politik ini juga berusaha menggantikan Indische Bond yang merupakan wadah bagi kaum Indo dan Eropa di Indonesia yang didirikan pada tahun 1898. Penggagas IP adalah Douwes Dekker, seorang Indo – Belanda yang mengamati adanya keganjilan-keganjilan dalam masyarakat kolonial, khususnya diskriminasi antara keturunan Belanda asli dengan kaum Indo. Ia juga memperluas pandangannya untuk peduli dengan nasib masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam belenggu aturan kolonialis. Melalui tulisan-tulisan para tokoh IP