96
5. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Tentara Jepang
Pada awalnya, kedatangan tentara Jepang di Indonesia disambut gembira. Kedatangannya dianggap sebagai pembebas rakyat Indonesia dari belenggu
penjajahan Belanda. Rakyat Indonesia tertipu dengan janji dan propaganda Jepang.Penindasan dan kekejaman pasukan Jepang melebihi penjajahan
Belanda. Kekayaan bumi Indonesia meliputi pertambangan, pertanian, perkebunan, peternakan dan lain-lain dikuasainya. Disamping itu terdapat
budaya Jepang dipaksakan di Indonesia yang bertantangan dengan norma agama dan norma adat seperti :
- Saikerei
: Yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang Tenno Heika
dengan cara membungkukkan badan serta menundukkan kepala ke arah istana kaisar Jepang.
- Sake
: Kebiasaan orang Jepang yang suka minum-minuman keras.
Golongan yang tertindas antara lain “Romusha” yaitu mereka yang dipekerjakan dengan paksa oleh pendudukan Jepang. Jepang memerlukan
tenaga kasar untuk membangun sarana perang seperti benteng, jalan raya, dan lain-lain. Pada mulanya tugas-tugas tenaga kerja Indonesia bersifat sukarela,
namun akhirnya pengerahan tenaga bersifat paksaan. Pada romusha juga di kirim ke luar Jawa dan luar Indonesia seperti Burma, Thailand, Vietnam,
Malaysia, dan lain-lain. Banyak diantara Romusha meninggal dalam tugas. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk untuk dijadikan Romusha sejak tahun 1943
Jepang menjuluki para Romusha sebagai “Prajurit Ekonomi” atau “Pahlawan Pekerja”.
Akibat penindasan tentara Jepang maka terjadi perlawanan rakyat Indonesia :
a. Perlawanan di Sukamanah
Sukamanah merupakan sebuah desa di Kecamatan Singapura, Tasikmalaya, Jawa Barat. Perlawanan rakyat Sukamanah dipimpin oleh K.H.
Zainal Mustafa. Ia sebelumnya menentang pemerintahan Hindia Belanda, sehingga dipenjara oleh Kolonial Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, ia
dibebaskan. Namun akhrinya terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang di Sukamanah yang dipimpin K.H. Zainal Mustafa menolak melakukan Saikerei,
yaitu membungkuk memberi hormat pada kaisar Jepang. Hal ini yang mendorong
97 munculnya perlawanan rakyat. K.H. Zainal Mustafa dapat ditangkap dan
dipenjara di Cipinang Jakarta. Namun tanggal 25 Oktober 1944, ia bersama pengikutnya dibunuh tentara Jepang.
b. Perlawanan di Aceh
Pada tanggal 10 November 1942 di daerah Cot Plieng, Lhok Seumawe, Aceh terjadi perlawanan rakyat menentang pasukan Jepang. Perlawanan ini
dipimpin Teungku Abdul Jalil. Namun, ketika Teungku Abdul Jalil bersama pengikutnya sedang bersembahyang, dibunuh oleh tentara Jepang.
c. Perlawanan PETA di Blitar
Pada tanggal 14 Februari 1945, Shodanco Supriyadi memimpin pemberontakan PETA di Blitar, sedang Shodanco Muradi sebagai komandan
pertempuran. Pemberontakan bergerak keseluruh penjuru kota Blitar dan menuju ke pos-pos pasukan Jepang di luar kota.
Akhirnya pemberontakan tersebut dapat diredam. Para pemberontak ditangkap ataupun dibujuk untuk kembali ke Blitar dengan kemauan sendiri.
Namun pasukan Jepang telah meng-gunakan taktik tipu daya. Kolonel Katagiri komandan Batalyon dari Malang membujuk kepada Shodanco Muradi dan anak
buahnya untuk menyerah dan akan diampuni oleh pemerintah militer Jepang. Perundingan antara Muradi dan Katagiri didaerah Ngancar, Blitar pada tanggal
21 Februari 1945. Ternyata pemerintah militer Jepang ingkar janji karena para pemberontak
PETA, tetap diajukan di meja perundingan. Sidang pengadilan militer Jepang pada tanggal 13
– 16 April 1945 yang dipimpin Kolonel Yamamoto dengan jaksa penuntut Letnan Kolonel Tanaka akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada
Shodanco Muradi dan kawan-kawannya. Sementara itu Shodanco Supriyadi dinyatakan hilang. Ada dugaan Supriyadi tertangkap dan dibunuh.