58
Berdasarkan kutipan 76 sampai 79 menggambarkan bahwa, tokoh Arifin adalah seorang TNI yang bertugas di perbatasan Kalimantan. Kutipan 80,
81, dan 82 menjelaskan bahwa Arifin peduli terhadap keadaan di border termasuk masalah yang menimpa Ubuh. Kutipan 83 dan 84 menggambarkan
bahwa Arifin merupakan tokoh yang berjiwa nasionalisme tinggi. Kutipan 85 hingga 89 menggambarkan bahwa, Arifin menyukai Jaleswari.
e. Panglima Adayak
Tokoh Panglima Adayak adalah orang penting dan sekaligus sebagai tetua di dusun Ponti Tembawang. Panglima digambarkan memiliki badan yang
tegap dan mempunyai kumis yang sangat tebal. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini.
90 Baru saja Pagau menyelesaikan kata-katanya, sesosok tinggi besar
dengan kumisnya yang selebat hutan Kalimantan berjalan gagah sambil memanggul seorang perempuan di pundaknya. Akmal,
2011 : 42
Panglima Adayak merupakan suami dari Nawara tokoh yang diminta
Adayak untuk merawat Ubuh hingga sembuh. Hal ini dibuktikan dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.
91 Adayak tak lagi berusahaq memanggil mantan istrinya. Dia terdiam
menyaksikan badan Nawara menghilang ditelan malam. Adayak menghembuskan napas panjang, lalu menengadahkan kepalanya
menatap cahaya redup rembulan. Akmal, 2011 : 55
Selain gagah Panglima Adayak juga mempunyai aura kharismatis yang membuatnya semakin dikagumi dan dihormati oleh warga di dusun Ponti
Tembawang. Hal ini dapat di jelaskan melalui teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut ini.
59
92 Begitu memasuki rumah Panglima Adayak, Jales merasakan
adanya semacam aura karismatis yang kuat dari tempat itu. Perubahan cahaya dari terang di luar menjadi agak redup di dalam
membuat Jales mengalami kesulitan adaptasi sesaat untuk memperhatikan kondisi di dalam ruangan, termasuk Panglima
Adayak yang sudah duduk di salah satu bangku. Akmal, 2011 : 126
93 “Yang sembunyi di balik pohon, tolong keluar”
Suara itu terdengar sangat karismatisdan bermagnet sehingga membuat Jales tersudut oleh dua pilihan: antara keinginan untuk
semakin bersembunyi atau di balik pohon besar, atau menampakkan diri diri di hadapan Adayak. Akmal, 2011 : 198
Selain sebagai orang terpenting di Dusun Ponti Tembawang, Panglima
Adayak merupakan kakek daripada Borneo. Ibu Borneo telah meninggal saat
setelah melahirkan Borneo hal ini juga yang membuat Panglima Adayak dan Nawara berpisah. Hal ini dijelaskan dengan teknik langsung atau ekspositori
melalui kutipan berikut.
94 Adeus merendahkan nada suaranya, dan menoleh ke kiri-kanan
seakan- akan takut ada yang mendengarkan. “Dan kakek Borneo
adalah Panglima Adayak” Akmal, 2011 : 185 95
“Anak Nawara dan Panglima adalah ibu Borneo, yang meninggal saat melahirkan.” Akmal, 2011 : 185
96 “Setelah kematian ibu Borneo itu keduanya berkali-kali terlibat
pertengkaran hebat, saling menyalahkan, sampai akhirnya berpisah.” Akmal, 2011 : 185
Panglima Adayak mempunyai peranan penting di Dusun Ponti
Tembawang sebagai tetua, termasuk dalam memberikan petuah-petuah bagi siapa pun yang hidup di dusun tersebut. dalam hal ini Jaleswari yang akan tinggal
beberapa hari di dusun itu pun oleh Panglima diberi petuah untuk memahami dan mengerti kebiasaan masyarakat di Ponti Tembawang, agar bisa diterima oleh
60
masyarakat setempat. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
97 “Kamu tidak akan diterima oleh masyarakat di sini jika kamu tidak
lebih dulu belajar untuk mengerti dan memahami kehidupan kami,” jawab Panglima tanpa tedeng aling-aling. Akmal, 2011 : 199
98 “Mandilah bersama mereka,” Panglima Adayak menunjukkan jari
tangannya ke sebuah arah. “Di sungai Kamu tahu kenapa?” Akmal, 2011 : 199
99 “Dan kau, Bu Jales,” Panglima kembali menghunus sorot belatinya.
“Kalau kau tak sanggup menyerap kekuatan dari sungai yang menjadi sumber kehidupan kami selama ini, aku anjurkan
sebaiknya pulang ke Jakarta saja. Secepatnya” katanya sambil kembali membalikkan tubuhnya, menghadap sesajen. Akmal,
2011 : 200
Sebagai pemimpin Dusun Ponti Tembawang, maka Panglima Adayak juga mempunyai sifat yang peduli terhadap keadaan yang menimpa masyarakatnya,
bukan saja Ubuh, Jaleswari pun mendapat perhatian juga dari Panglima Adayak. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui
kutipan berikut ini. 100
“Kalau begitu, anak di dalam perut Ibu itu butuh makan,” ujar Panglima sambil menunjuk ke arah perut jales, “Meskipun Ibu
sendiri mungkin merasa tidak perlu.” Akmal, 2011 : 131 101
“Ini aku bawakan obat untuk Ubuh. Rebuskan ramuan akar hutan ini, minumkan airnya, dan ajak dia bicara. Ceritakan dongeng indah
yang k amu ingat tentang kehebatan masyarakat Dayak.” Akmal,
2011 : 220 Sebagai tetua dan pimpinan di dusun Ponti Tembawang, Panglima
Adayak sering mengadakan ritual khusus untuk suatu hal demi mendapatkan perlindungan nenek moyang. Hal ini digambarkan melalui teknik tidak langsung
atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
61
102 Panglima Adayak menaruh beberapa sesajen di dekat kumpulan
sabut kelapa yang dibakar dibawah sebuah pohon besar. Dengan khidmat Panglima Adayak melakukan ritual itu sehingga seperti tak
menyadari Jaleswari dan Adeus melintas di dekatnya. Akmal, 2011 : 197
Selain sebagai panutan masyarakat Ponti Tembawang, Panglima Adayak juga mempunyai tanggung jawab besar akan kjeadaan yang menimpa siapa pun
yang berada di dusun tersebut. seperti saat Jaleswari berada dalam ketakutan karena diteror oleh bangkai binatang, Panglima pun marah dan segera mencari
pelakunya. Hal tersebut digambarkan melalui teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut ini.
103 Dari kejauhan Panglima Adayak berjalan dengan wajah penuh
kemarahan, seakan-akan seluruh badai, topan, dan petir, yang pernah menyambar di langit Ponti Tembawang menyatu di
wajahnya. Orang-orang memberi jalan ketika dia semakin mendekat. Panglima memperhatikan setiap orang yang dilewatinya,
seperti ingin merekam wajah mereka satu per satu, dan mencari mana ekspresi yang paling mencurigakan. Akmal, 2011 : 265
104 Mata tajam adayak membuat Otiq merasa tidak nyaman di
tempatnya. Meskipun bukan tangannya sendiri yang meletakkan bangkai musang itu di tempat tidur, tetapi dia merasakan tatapan itu
bisa menembus sampai ke inti jantungnya dan mengelupas kebenaran yang disembunyikan sekecil apa pun di sana. Akmal,
2011 : 265
105 “Otiq” suara menggelegar Panglima Adayak membuat tangan Otiq
yang sudah teracung membeku di udara. “Adeus itu guru. Satu-
satunya guru di dusun ini. Dia yang akan mengajarkan anak-anak di sini. Kalau kau butuh bertarung, majulah sini,” katanya sambil
menghunus mandau. Warga yang tadinya membentuk lingkaran besar langsung memecat dan kembali berkumpul berkelompok di
belakang Adayak. Akmal, 2011 : 276
106 “Jatuhkan mandaumu sekarang juga, Otiq” bentak Adayak. “Atau
kalau tidak kepalamu akan diarak ke seluruh kampung border. ”
Akmal, 2011:276
62
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral adalah teknik langsung
atau ekspositori dan tidak langsung atau dramatik. Dalam pelukisan tokohPAnglima Adayak, teknik langsung atau ekspositori dapat dilihat melalui
kutipan 90,91, 92, 93, 94, 95, dan 96. Sedangkan teknik penulisan tidak langsung atau dramatik dapat dilihat melalui kutipan 96, 97, 98, 99,
100, 101, 102, 103, 104, 105, dan 106. Berdasarkan kutipan 90 menjelaskan bahwa Panglima Adayak
mempunyai tubuh yang tegap dan gagah serta mempunyai kumis yang tebal. Kutipan 91 menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai istri bernama
Nawara. Kutipan 92 dan 93 menjelaskan bahwa Panglima Adayak mempunyai karismatis. Kutipan 94 hingga 96 Panglima merupakan kakek dari Borneo.