Nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek sosiologi sastra serta relevansinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II.

(1)

viii

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Nilai Moral dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kennyataan karya Akmal Nasery Basral. Hasil analisis terhadap novel tersebut, peneliti menemukan bahwa terdapat 16 tokoh dalam novel Batas antara keinginan dan Kenyataan tetapi hanya 10 tokoh yang berperan penting dalam setiap peristiwa. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Jaleswari, karena dia menjadi pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik. Latar tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Barat tepatnya di dusun Ponti Tembawang dengan keadaan masyarakatnya yang masih memegang teguh kebudayaan dengan memberikan sesajen untuk roh nenek moyang. Tema yang diangkat adalah perjuangan, cinta tanah air dan pendidikan.

Dari tujuh nilai moral (kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis) tersebut peneliti menemukan dua nilai moral yang dominan dalam novel ini yaitu kesediaan bertanggugjawab dan keberanian moral. Kesediaan bertanggungjawab ditunjukan tokoh utama dalam kesediaannya menuntaskan masalah berhentinya program pendidikan di dusun Ponti Tembawang oleh kantornya. Keberanian moral ditunjukkan tokoh utama dengan melawan ketidakbermoalan tokoh lain.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, penelitian ini hendaknya dijadikan referensi dan bahan pertimbangan dalam penyusunan skripsi.


(2)

ix

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Moral Value in Novel Limits between Desire and Reality Written by Akmal Nasery Basral Reviewed from Aspect Of Sociology of Literature and Its Relevance to the Literature Learning in Senior High School Grade XII Semester II. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata Dharma University.

The study aimed to describe moral values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral. The result of the analysis of the novel, the researcher found that there were 16 characters in the novel limits between desire and reality but only 10 characters that had important roles in each event. The main character in the novel was Jaleswari, since he became the center of the narration story, the most associated with other character, and had the most involvement in the conflict. The background place in the novel was mostly located in west Borneo precisely in Ponti Tembawang village with the society that still adhere the culture by giving ritual offerings to the spirit of ancestors. The theme was about struggling, patriotism, and education.

From the seven moral values (honesty, authentic values, the willingness to take responsible, moral autonomy, moral courage, humble, also reality and critically) the researcher found two dominant moral values in this novel that were the willingness to take responsible and moral courage. The willingness to take the responsible was shown by the main character in his willingness to solve the problem of cessation education program in Ponti Tembawang village in his office.

The moral courage was shown by the main character against the others’ character immorality.

Based on the result of the study, the researcher compiled the syllabus and lesson plan that could be used as the teaching materials in Senior High School semester II. The author chose the standard competence to comprehend biography, novel, and story with the basic competence to reveal interesting things that could be learned from the character.

Based on the study that had been done, the researcher gave suggestion for the teachers to be able to take the values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral to be taught to the learners. For the college students, this study could be used for the reference and consideration in thesis preparation.


(3)

NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL

DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA

SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Caecilia Dhani Anjar Reny 101224018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL

DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA

SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Caecilia Dhani Anjar Reny 101224018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN, SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI

KEPADA :

Ayahku Josep Sumarna Hadi dan Bundaku Maria Magdalena,

(terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada

tara)

Adik-adikku Yulianan Danti Ambar Reny dan Albertus Damas

Pandaya Putra, (terima kasih untuk semangat yang kalian

berikan setiap harinya agar aku cepat menyelesaikan skripsi)

Sahabat terbaikku Maria Tri Wijayanti dan Agustina


(8)

v

MOTO

JANGAN PERNAH MENYERAH JIKA KAMU MASIH INGIN MENCOBA. JANGAN BIARKAN PENYESALAN DATANG

KARENA KAMU SELANGKAH LAGI UNTUK MENANG

- R. A KARTINI -

ORANG-ORANG HEBAT DI BIDANG APAPUN BUKAN BARU BEKERJA KARENA MEREKA TERINSPIRASI, NAMUN MEREKA MENJADI

TERINSPIRASI KARENA MEREKA LEBIH SUKA BEKERJA. MEREKA TIDAK MENYIA-NYIAKAN WAKTU

UNTUK MENUNGGU INSPIRASI.


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Nilai Moral dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kennyataan karya Akmal Nasery Basral. Hasil analisis terhadap novel tersebut, peneliti menemukan bahwa terdapat 16 tokoh dalam novel Batas antara keinginan dan Kenyataan tetapi hanya 10 tokoh yang berperan penting dalam setiap peristiwa. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Jaleswari, karena dia menjadi pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik. Latar tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Barat tepatnya di dusun Ponti Tembawang dengan keadaan masyarakatnya yang masih memegang teguh kebudayaan dengan memberikan sesajen untuk roh nenek moyang. Tema yang diangkat adalah perjuangan, cinta tanah air dan pendidikan.

Dari tujuh nilai moral (kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis) tersebut peneliti menemukan dua nilai moral yang dominan dalam novel ini yaitu kesediaan bertanggugjawab dan keberanian moral. Kesediaan bertanggungjawab ditunjukan tokoh utama dalam kesediaannya menuntaskan masalah berhentinya program pendidikan di dusun Ponti Tembawang oleh kantornya. Keberanian moral ditunjukkan tokoh utama dengan melawan ketidakbermoalan tokoh lain.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan bagi para guru agar dapat mengambil nilai yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral untuk diajarkan kepada peserta didiknya. Bagi para mahasiswa, penelitian ini hendaknya dijadikan referensi dan bahan pertimbangan dalam penyusunan skripsi.


(12)

ix ABSTRACT

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Moral Value in Novel Limits between Desire and Reality Written by Akmal Nasery Basral Reviewed from Aspect Of Sociology of Literature and Its Relevance to the Literature Learning in Senior High School Grade XII Semester II. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata Dharma University.

The study aimed to describe moral values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral. The result of the analysis of the novel, the researcher found that there were 16 characters in the novel limits between desire and reality but only 10 characters that had important roles in each event. The main character in the novel was Jaleswari, since he became the center of the narration story, the most associated with other character, and had the most involvement in the conflict. The background place in the novel was mostly located in west Borneo precisely in Ponti Tembawang village with the society that still adhere the culture by giving ritual offerings to the spirit of ancestors. The theme was about struggling, patriotism, and education.

From the seven moral values (honesty, authentic values, the willingness to take responsible, moral autonomy, moral courage, humble, also reality and critically) the researcher found two dominant moral values in this novel that were the willingness to take responsible and moral courage. The willingness to take the responsible was shown by the main character in his willingness to solve the problem of cessation education program in Ponti Tembawang village in his office. The moral courage was shown by the main character against the others’ character immorality.

Based on the result of the study, the researcher compiled the syllabus and lesson plan that could be used as the teaching materials in Senior High School semester II. The author chose the standard competence to comprehend biography, novel, and story with the basic competence to reveal interesting things that could be learned from the character.

Based on the study that had been done, the researcher gave suggestion for the teachers to be able to take the values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral to be taught to the learners. For the college students, this study could be used for the reference and consideration in thesis preparation.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau Dari Aspek Sosiologi Sastra Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih M.Pd, selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. J. Prapta Diharja S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

5. Kedua orangtua saya, Josep Sumarna hadi dan Maria Magdalena yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada saya.

6. Adik-adik saya, Yuliana Danti Ambar Reny dan Albertus Damas Pandaya Putra yang selalu mengingatkan saya untuk terus semangat mengerjakan skripsi.

7. Willybrordus Bayu Putranto dan Veronika Rheny yang selalu setia mendengarkan keluhan saya dan tetap memberikan semangat yang tiada henti agar saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi


(14)

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

MOTO .. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ….. ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK .. ... viii

ABSTRACT …. ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Batasan Istilah ... 7

1.6 Sistematika Penyajian ... 8

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN ... 9

2.1 Penelitian yang Relevan ... 9

2.2 Landasan Teori ... 11

2.2.1 Tokoh dan Penokohan ... 11

2.2.2 Latar ... 15

2.2.3 Tema ... 17

2.3 Pengertian Moral ... 18

2.3.1 Nilai Moral dalam Karya Sastra ... 19

1. Kejujuran ... 19

2. Nilai-nilai Otentik ... 20

3. Kesediaan Bertanggung jawab ... 20

4. Kemandirian Moral ... 21

5. Keberanian Moral ... 21

6. Kerendahan Hati ... 21

7. Realitas dan Kritis ... 22

2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra ... 22

2.5 Pengajaran Sastra di SMA ... 24

2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 29

2.5.2 Silabus ... 28

2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Subyek Penelitian ... 32

3.3 Sumber Data ... 33


(16)

xiii

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.5 Instrumen Penelitian ... 33

3.6 Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Deskripsi Data ... 35

4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema ... 35

4.2.1 Analisis Tokoh dan Penokohan ... 35

a. Jaleswari ... 37

b. Mama ... 49

c. Ubuh ... 51

d. Arifin ... 56

e. Panglima Adayak ... 58

f. Nawara ... 63

g. Borneo ... 65

h. Otiq ... 68

i. Pangau ... 72

4.2.2 Analisis Latar ... 75

4.2.2.1 Latar Tempat ... 75

4.2.2.2 Latar Waktu ... 85

4.2.2.3 Latar Sosial ... 91

4.2.3 Analisis Tema ... 99

4.2.4 Analisis Nilai Moral ... 113

4.2.4.1 Kejujuran ... 114

4.2.4.2 Nilai-nilai Otentik ... 115

4.2.4.3 Kesediaan Bertanggung Jawab ... 117

4.2.4.4 Kemandirian Moral ... 119

4.2.4.5 Keberanian Moral... 120

4.2.4.6 Kerendahan Hati... 121

4.2.4.6 realitas dan Kritis ... 122

4.2.5 Relevansi Hasil Penelitian sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA ... 123

1. Bahasa ... 123

2. Kematangan Jiwa ... 124

3. Latar Belakang Budaya ... 126

4. Silabus ... 128

5. RPP ... 128

4.3 Pembahasan ... 128

BAB V PENUTUP ... 101

5.1 Kesimpulan ... 130

5.2 Implikasi ... 133

5.3 Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135

LAMPIRAN ... 137


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Zaman selalu ditandai dengan perubahan pesat dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kemajuan yang tidak ada hentinya untuk diperbaharui. Dampak dari perkembangan yang paling mencolok adalah komunikasi dan informasi yang digunakan oleh masyarakat. Perubahan tersebut menimbulkan dampak yang positif maupun negatif bagi masyarakat penggunanya. Dikatakan positif jika masyarakat mampu menggunakan dan memanfaatkan perkembangan tersebut dengan baik, sebaliknya dikatakan negatif apabila masyarakat penggunanya tidak mampu memanfaatkannya dengan baik.

Dengan adanya perubahan yang begitu pesat, seharusnya juga diimbangi dengan sikap dan sifat masyarakatnya. Tetapi kenyataan dalam masyarakat sedikit bertolak belakang dengan harapan. Masyarakat belum bisa memanfaatkan perubahan tersebut dengan sebaik mungkin, bahkan menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau pun kelompok. Contohnya saja penggunaan internet yang seharusnya dipergunakan untuk mengetahui dunia secara luas disalahgunakan untuk memicu adanya tindak kejahatan. Selain itu, penggunaan handphone canggih yang diperuntukkan komunikasi juga sering kali disalahgunakan untuk mengakses hal-hal yang kurang kadar


(18)

moralnya. Mereka juga kurang peka terhadap keadaan di sekitarnya yang benar-benar sedang membutuhkan kepedulian. Seperti halnya melupakan budaya serta kebiasaan-kebiasaan budaya Timur yang menjunjung tinggi moralitas. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi dalam lingkungan masyarakat, tetapi juga dalam lingkungan sekolah yang sangat dekat dengan perkembangan tersebut. Oleh sebab itu nilai moral sangat dibutuhkan dalam berbagai hal di dalam kehidupan bermasyarakat terlebih ditanamkan kepada peserta didik.

Moral tentunya selalu mengacu pada baik-buruknya manusia. Selain itu moral juga menjadi tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia, dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia (Suseno, 1987 : 19). Nilai moral harus ditanamkan pada peserta didik agar mereka dapat sedikit mengubah kebiasaan buruk yang bertolakbelakang dengan nilai moral.

Pembelajaran melalui karya sastra dirasa mampu untuk memberikan pengertian tentang nilai moral kepada peserta didik. Karena, sastra tidak seperti halnya ilmu kimia atau sejarah, tidaklah menyuguhkan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan dalam bentuk jadi. Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra selalu menghadirkan sesuatu dan kerap menyajikan banyak hal apabila dihayati benar-benar akan semakin menambah pengetahuan (Rahmanto, 1998 : 17). Selain itu, Rahmanto (1998 : 15 - 16) juga memaparkan bahwa pemebelajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting yang


(19)

patut untuk menduduki tempat yang selayaknya. Pengajaran sastra juga dapat memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Manfaat dari pembelajaran sastra adalah membantu keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.

Menurut Suharianto (1982 : 11) dalam bukunya yang berjudul

Dasar-dasar Teori Sastra, karya sastra merupakan sebuah struktur yang sangat

kompleks. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tidak terlepas dari akar masyarakatnya. Kehidupan yang dituangkan dalam karya sastra mencakup hubungan manusia dengan lingkungan dan masyarakat, hubungan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Meskipun demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar tiruan kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan oleh pengarang dari kehidupan yang ada disekitarnya. Jadi, karya sastra adalah pengejawantahan kehidupan hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan sekitarnya

Novel sebagai salah satu karya sastra, merupakan sarana atau media yang menggambarkan apa yang ada di dalam pikiran pengarang. Ketika seorang pengarang akan memunculkan nilai-nilai moralitas dalam karyanya, data-data atau informasi yang ia kemukakan bisa berasal dari orang lain


(20)

maupun dari pengalamannya sendiri. Nilai-nilai tersebut adalah sebuah refleksi pandangan dari bagaimana tingkah laku manusia dalam bermasyarakat. Informasi-informasi yang telah diperoleh dan disertai dengan pengalaman kemudian ia bentuk dalam sebuah kehidupan fiksi berbentuk cerita panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan serangkaiaan peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Noor, 2004 : 26).

Telah kita ketahui bahwa banyaknya masalah dalam pendidikan saat ini menjadi hal yang sangat membutuhkan perhatian ekstra. Banyaknya siswa yang tidak memiliki kepribadian baik atau sikap yang bertentangan dengan moral membuat dunia pendidikan tercoreng. Moral siswa yang tidak baik tersebut membuat mereka terombang-ambing dan melakukan tidakan di luar batas manusiawi. Dengan melihat hal tersebut, maka peneliti tergugah untuk membuat pengajaran karya sastra dengan sebuah novel yang berjudul Batas

Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Peneliti

menggunakan novel tersebut karena menceritakan kisah seorang wanita yang bernama Jaleswari yang diberi tugas oleh perusahaannya untuk menyelidiki keganjalan-keganjalan misi di bidang pendidikan pelosok Kalimantan yang sempat terhenti tanpa alasan yang jelas. Di tempat itu nyaris tidak ada batas negara. Penduduk sekitar memiliki dua mata uang produk dari dua negara yang berbeda, bahkan mereka tidak tahu bendera mana yang harus digunakan. Pendidikan menjadi hal yang tidak penting, karena anak-anak tidak perlu sekolah asalkan bisa menghasilkan uang. Menjual anak gadis sendiri seolah biasa, agar mereka tidak membebani keluarga. Di sini Jaleswari menunjukkan


(21)

bahwa dia bisa mengatasi maslah-masalah tersebut dengan baik, sehingga daerah tersebut menjadi sejahtera dan aman dari peristiwa-peristiwa yang memilukan. Walaupun proses yang dilalui tidak semudah yang dibayangkan.

Novel karya Akmal Nasery Basral tersebut mengandung banyak nilai termasuk nilai moral di dalamnya. Peneliti menganggap bahwa novel Batas

Atara Keinginan dan Kenyataan tersebut mampu mewakili keadaan

masyarakat pada kenyataannya dan dalam novel itu nilai moral dapat digunakan contoh peserta didik untuk berinteraksi dalam kehidupan di dalam masyarakat agar mereka mampu untuk bersikap dan bersifat sesuai dengan nilai moral.

Penelitian ini berusaha memasukkan metode pembelajaran sebuah karya sastra yaitu novel untuk pengajaran di SMA. Dengan menggunakan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diharapkan penelitian ini mampu memberikan bantuan terhadap pengajaran di SMA. Penulis memilih karya sastra sebagai objek penilitian karena dirasa karya sastra khususnya novel tepat untuk jenis penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana analisis alur, tokoh dan latar dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral?


(22)

2. Bagaimana analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek pendekatan sosiologi sastra?

3. Bagaimana relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP?

1.3Tujuan

Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik: alur, tokoh dan latar dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. 2. Mendeskripsikan analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas

Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek pendekatan sosiologi sastra.

3. Mendeskripsikan relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP.

1.4Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pembaca agar mengetahui aspek moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral dan dapat menjadi acuan atau pertimbangan untuk melakukan penelitian yang berhubungan


(23)

dengan nilai moral dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian aspek moral ini diharapkan mampu membantu dan memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan dalam memahami aspek moral yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap pendidikan.

1.5Batasan Istilah

Di dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan istilah atau definisi. Batasan istilah bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara singkat tentang masalah yang akan diteliti. Batasan istilah tersebut adalah:

a. Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budin pekerti, susila (KBBI dalam Burhan Nurgiantoro, 1995).

b. Sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika dominan, menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Heru Kurniawan, 2011 : 1).

c. Novel berasal dari bahasa Itali Novella yang berarti sebuah barang baru yang kecil dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 9).


(24)

d. Pendekatan sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi dengan sastra, yang menurut Ratna (dalam Heru Kurniawan, 2011: 5) keduanya memlikiki obyek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat (Heru Kurniawan, 2011 : 5).

e. Relevansi merupakan hubungan atau kaitan.

1.6Sistematika Penyajian

Dalam proposal ini berisi 3 bab. Bab I berisi tentang pendahuluan. Uraian mengenai pendahuluan berisi (1.1) latar belakang, (1.2) rumusan masalah, (1.3) tujuan, (1.4) manfaat yang terdiri dari (1.4.1) manfaat teoritis dan (1.4.2) manfaat praktis, (1.5) batasan istilah, dan (1.6) sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori. Uraian mengenai landasan teori berisi (2.1) penelitian terdahulu yang relevan, (2.2) kajian pustaka yang terdiri atas (2.2.1) alur/plot, (2.2.2) latar/setting, (2.2..3) tokoh dan penokohan, (2.2.4) pengertian moral, (2.2.5) nilai moral dalam karya sastra, (2.2.6) pendekatan sosiologi sastra, (2.3) pengajaran sastra di SMA, (2.4) KTSP, (2.4.1) kompetensi isi dan kompetensi dasar kelas XII. Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam metodologi akan diuraikan mengenai (3.1) jenis penelitian, (3.2) subyek penalitian, (3.3) sumber data, (3.4) instrument penelitian, (3.5) teknik analisis data.


(25)

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Resi Serli (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Moral dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdiri dari hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, hak dan kewajiban, serta nilai dan norma yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburahman El Shirazy. Dalam novel tersebut peneliti menemukan empat aspek yang digambarkan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Bumi Cinta sebagai berikut (1) Hati nurani, sebagai seorang sahabat tokoh mempunyai rasa belas kasihan terhadap sahabatnya. (2) Hak dan kewajiban, sebagai seorang hamba yang taat dalam beribadah tokoh memunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah serta membela agamanya jika dihina orang lain. (3) Kebebasan dan tanggung jawab, sebagai penelitiannya tepat pada waktunya dan tokoh juga memiliki kebebasan untuk mempergunakan fasilitas yang telah diberikan kepadanya demi kelancaran penelitiannya. (4) Nilai dan norma, sebagai seorang anggota masyarakat tokoh memiliki perilaku yang baik dalam hidup bermasyarakat.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh M. Mahmud El Mahluf (2009) dengan judul Moralitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman


(26)

El Shirazy. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dimensi moralitas islami dalam isi cerita novel Ayat-ayat Cinta. Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menanamkan dan mengembangkan dimensi moralitas islam serta dapat dijadikan landaan hidup sehari-hari oleh umat islam. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa terdapat dimensi moralitas islami dalam novel Ayat-ayat Cinta antara lain: pertama, moralitas kepada Allah SWT, Kedua, moralitas kepada Rasullulah SAW, Ketiga, moralitas kepada diri sendiri, Keempat, moralitas kepada keluarga, Kelima, moralitas kepada kehidupan sosial, keenam, moralitas kepada negara.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Vicky Choirul Abidin tahun 2013 dengan penelitiannya yang berjudul Analisis Nilai Moral dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy. Penelitian tersebut memfokuskan dalam mencari nilai-nilai moral yang terdapat dalam kandungan bacaan novel Cinta Suci Zahrana yang mampu menjadikannya motivasi untuk menghadapi kehidupan sehari-hari. Yaitu kehidupan anak manusia yang tak lepas dari berbagai ujian dan godaan tetapi ia selalu sabar atas segala cobaan yang dialaminya. Bahkan selalu tegar, rajin bekerja dan rajin pula belajar untuk mencapai cita-cita yang diimpikannya. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu peneliti mampu mendeskripsikan nilai moral (1) kesabaran, (2) tawakal, (3) taat ibadah, (4) penolong, (5) rajin, (6) pengendalian diri, (7) penyesalan yang terdapat pada novel Cinta Suci Zahrana karya El Shirazy.


(27)

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa beberapa novel di Indonesia : Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy, Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman El Shirazy, Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy, 1) tokoh dalam novel digambarkan sebagai orang yang memiliki moral yang baik, dapat dibuktikan bahwa tokoh tersebut memiliki nilai kemanusiaan tinggi, bertanggung jawab, dan memiliki perilaku yang baik dalam masyarakat. 2) kecintaan terhadap Tuhan berupa religi masih kental dalam novel-novel tersebut.

2.2 Landasan teori

2.2.1 Tokoh dan Penokohan

Sama halnya dengan plot dan latar, tokoh dan penokohan juga merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Menurut Burhan Nurgiantoro (1995 : 165) istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada berapa jumlah pelaku novel itu?”, atau “siapakah tokoh protagonis dan antagonis dan antagonis dalam novel itu?”. Sedangkan watak,


(28)

perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang telah ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

Jones (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya sastra.

a) Pembedaan Tokoh

1. Tokoh utama dan tokoh tambahan

Dilihat dari segi peranan pembedaan tokoh dibagi menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character), sedangkan yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Ia sangat mempengaruhi perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain, pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak


(29)

dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama.n Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.

Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh itu bertingkat : tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan (yang memang) tambahan.

b) Teknik penulisan Tokoh a. Teknik Ekspositori

Teknik ekspositori, yang sering juga disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. Pengarang tidak hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka “menyituasikan” pembaca, melainkan juga data-data kedirian tokoh cerita. Dalam hal ini, pengarang harus mempertahankan konsistensi tentang jatio diri tokoh tersebut yang artinya tokoh


(30)

tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap mencerminkan kediriannya.

Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula. Hal inilah yang menyebabkan pembaca akan dengan mudah memahami kedirian tokoh tanpa harus menafsirkan sendiri dengan kemungkinan kurang tepat.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verballewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong dan tidak sekaligus.

Penampilan tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik, yaitu : 1) teknik cakapan, 2) teknik tingkah laku, 3) teknik pikiran dan perasaan, 4) tekniuk arus kesadaran,


(31)

5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar dan, 8) teknik pelukisan fisik.

2.2.2 Latar

Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya, pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, san lain-lain yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau penunjukan latar (Burhan Nurgiantoro, 1995 : 217).

Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) latar atau seting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Nurgiantoro (1995 : 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, di antaranya adalah:

1) Latar tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak bertentangan dengan , sifat, dan kadaan geografis


(32)

tempat yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional.

2) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dngan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

3) Latar sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istidat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spritual seperti yang dikemukakan sebelumnya.

Sudjiman (1988 : 44) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengungkapkan bahwa, peristiwa-peristiwa di dalam cerita itulah terjadi pada suatu waktu atau di dalam suatu rentang tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang,


(33)

dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu cerita.

2.2.3 Tema

Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2009 : 68) menyatakan bahwa, tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur sematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedan-perbedaan.

Tema menjadi dasar pengembangan sebuah cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan “setia” mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudutpandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut (Burhan Nurgiantoro, 2009 : 68 – 69).


(34)

2.3Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan adat-istiadat atau kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menetukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap, kelakuan yang dapat dilihat melaui perbuatan. Perbuatan yang dapat terlihat terpuji dan baik secara lahiriyah akan dinilai memiliki niai moral yang baik (Suseno,1987:19).

Burhan Nurgiantoro (1995 : 321 – 322) dalam bukunya yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan bahwa, fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya terhadap moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan mampu mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamantkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Moral yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh kurang terpuji, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bersikap secara demikian.

Istilah moral dan moralitas tidak sekedar menunjuk tingkah laku atau sikap semata, akan tetapi lebih kepada kompleks komponen


(35)

yang mencakup keduanya. Berdasarkan asumsi ini, pernyataan moral dan moralitas tidak saja mengikuti komponen sikap akan tetapi sekaligus tingkah lakunya. Hal ini menunjukan bahwa moral sangat erat kaitannya dengan performansi dari tingkah laku tertentu (Haricahyono, 1995 : 81)

2.3.1 Nilai Moral dalam Karya Sastra

Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagoni (Nurgiantoro, 1995 : 322).

Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar

Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral (1987 : 142 – 150) juga mengungkapkan sikap dan tindakan yang berkaitan dengan nilai moral, yaitu sebagai berikut:

1. Kejujuran

Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan hati. Suseno (1987 : 142 – 143) mengemukakan bahwa bersikap terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap yaitu bersikap terbuka dan bersifatfair. Bersikap terbuka adalah kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita berhak atas batin kita). Yang dimaksud terbuka bukan berarti pertanyaan orang lain


(36)

berhak mengetahui perasaan dan pikiran kita, sehingga tidak pernah menyembunyikan dengan apa yang kita perlihatkan. Yang kedua bersifatfair (wajar), yaitu memperlakukan menurut standard-standar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap tetapi tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidak adilan, dan kebohongan akan disobeknya.

2. Nilai-nilai otentik

Otentik berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya, dengan kepribadian yang sebenarnya (Suseno, 1987 : 143).

3. Kesediaan untuk bertanggung jawab

Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama, kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilkukan dengan sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap tugas yang membebani kita. Kedua, bertanggung jawab mengatasi segala etika peraturan. Suseno (1987 : 16) etika tidak dapat mengantikab agama namun ia juga tidak bertentangan dengan agama, bahkan diperlukan.

Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu atau tidak, sehingga terikat pada apa yang perlu dan nilai yang mau dihasilkan (Suseno, 1987 : 145 – 146).


(37)

4. Kemandirian moral

Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam bertindak sesuai dengannya. Kemandirian adalah kekuatan batin untuk memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya.

5. Keberanian moral

Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekad untuk tetap mempertahankan sikap yang telah diyakini. Sebagai kewajiban pun apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan, sehingga tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab. Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri dalam kesedianan untuk mengambil resiko konflik (Suseno, 1987 : 147).

6. Kerendahan hati.

Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya, sehingga sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk kemampuan untuk memberikan penilain moral terbatas, sehingga penilaian


(38)

kita masih jauh sempurna karena hati belum jernih (Suseno, 1987 : 148).

7. Realitas dan kritis

Realitas dan kritis yaitu menjamin keadilan dan menciptakan sesuatu keadan masyarakat yang membuka kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun hidup lebih tegas dari penderitan dan lebih bahagia (Suseno, 1987 : 150)

2.4Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra dalam pengertian ini mencangkup pelbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu. Secara singkat sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyrakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Sapadi Djoko Damono, 1978 : 8).

Suwardi endraswara (2011) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra mengungkapkan bahwa, sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai pembangun sastra. Faktor sosial diutamakan untuk mencermati karya sastra. Menurutnya, sosiologi sastra jelas ilmu tentang interdisiplin yang memperhatikan ihwal fakta estetis dan fakta kemanusiaan.


(39)

Sosiologi sastra sebagai sebuah metode yang memahami manusia lewat fakta imajinatif, memerlukan paradigma yang kokoh.

Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikontruksikan sec imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa difahami diluar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003: 11).

Sapardi Djoko Damono (1978 : 2) mengungkapkan bahwa, Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Menurutnya, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial – ekonomis belaka. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

Penelitian ini akan meneliti nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral dengan tinjauan sosiologi sastra, maka peneliti akan


(40)

menggunakan teori pendekatan Damono yang kedua, yaitu pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

2.5 Pengajaran sastra di SMA

Dalam perspektif pendidikan, tujuan pembelajaran sastra lebih diarahkan pada kemampuan siswa mengapresiasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sastra. Menurut Nurgiyantoro (2001), tujuan pembelajaran sastra secara umum ditekankan, atau demi terwujudnya,kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai.

Rahmanto (2005 : 27 – 28) mengungkapkan tiga aspek penting dalam memilih pengajaran sastra, yaitu:

1. Bahasa

Aspek kebahasan dalam karya sastra ini tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tapi juga faktor faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai pengarang. Seorang guru hendaknya selalu memahamintingkat kebahasaan siswa-siswinya sehingga berdasarkan pemahaman tersebut guru dapat memilih materi yang cocok untuk disajikan.


(41)

2. Psikologi

Rahmanto (2005 : 30) menyajikan tahap perkembangan psikologi anak untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak SD dan anak-anak SMA.

a. Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

b. Tahap romantik (10 – 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

c. Tahap realistik (13 – 16 tahun)

Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka terus berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

d. Tahap generalisasi (16 – selanjutnya)

Pada tahap ini anak sudah tidak lagi berminat pada hal-hal praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan menganalisis suatu fenomena.


(42)

3. Latar belakang budaya

Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya. Guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh siswa. Guru sastra hendaknya mengembangkan wawasan untuk dapat menganalisis pemilihan materinya sehingga dapat menyajikan pengajaran sastra yang mencangkup dunia lebih luas.

2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang dimaksud dengan isi dan bahan pengajaran itu sendiri adalah susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional (Wina, 2008 : 8).

Hamalik (Wina, 2008 : 10) mengungkapkan bahwa kurikulum mempunyai tiga peran yaitu (1) peran konservatif yaitu melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu, (2) peran kreatif yaitu dapat membantu sisiwa untuk mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat. (3) peran kreatif dan evaluatif yaitu kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan


(43)

mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

Dalam Standar Nasional Pendidikan (Wina, 2008 : 128) kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetisi serta kompetisi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dalam hal ini KTSP memiliki tiga tujuan khusus yaitu (1) meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber yang tersedia, (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan kompetensi antar kesatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II.

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

SK 15 : Memahami buku biografi, novel, dan hikayat

KD 15.1 : Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani tokoh


(44)

2.5.2 Silabus

Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah (2008 : 132 – 133) mengungkapkan bahwa, silabus dapat diartikan sebagai rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencangkup standarkompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP). Dalam hal ini, Mulyasa (2008 : 147 – 149) membagi atas tujuh komponen utama silabus yaitu:

1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD)

SKKD berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator pembelajaran, mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran.

2. Materi Standar

Materi standar berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada peserta didik dan guru/fasilitator tentang apa yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

3. Kegiatan pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dalam silabus berfungsi mengarahkan peserta didik dan guru dalam membentuk kompetensi dasar. Dalam garis besarnya, kompetensi ini mencakup kegiatan awal


(45)

(pembuka), kegiatan inti (pembentukan kompetensi), dan klegiatan akhir (penutup).

4. Indikator

Indikator berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku yang akan dicapai oleh peserta didik sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji.

5. Penilaian dalam silabus

Berfungsi sebagai alat dan strategi untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. Penilaian dapat dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran, pelaksanaanya dapat dilakukan melalui pendekatan proses dan hasil belajar.

6. Alokasi waktu

Adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan kalender pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran termasuk muatan lokal ditambah jumlah jam untuk pengembangan diri.

7. Sumber belajar

Sumber belajar dalam silabus berfungsi untuk mengarahkan peserta didik dan guru mengenai sumber-sumber belajar yang relevan untuk dikaji dan didayagunakan untuk membentuk kompetensi peserta didik.


(46)

2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Tugas guru dalam kaitannya dengan dokumen kurikulum adalah membuat rencana pembelajaran yang akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), karena perencanaan merupakan pedoman pembelajaran (Mulyasa, 2008 : 154 – 155). Selain itu, Mulyasa mengungkapkan bahwa, RPP merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan guru. RPP juga merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk mengoordinasikan komponen-komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK).

Sedikitnya terdapat dua fungsi RPP dalam implementasi KTSP (Mulyasa, 2008 : 155 – 156) Yaitu :

1. Fungsi Perencanaan

Setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis.

2. Fungsi Pelaksanaan

RPP berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran sesuai dengan apa yang direncanakan. Dalam hal ini, materi standar yang dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus


(47)

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, praktis, serta disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan, sekolah, dan daerah.


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai : (1) Jenis penelitian, (2)Subyek penelitian, (3) Sumber data, (4)Teknik pengumpulan data, (5)Instrumen penelitian, (6) Teknis analisis data Keenam hal tersebut akan dijelaskan pada metodologi penelitian ini.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian deskriptif kuantitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral tersebut dapat dilihat dari tuturan serta tindakan-tindakan para tokoh dalam film tersebut.


(49)

3.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Judul Novel : Batas Antara Keinginan dan Kenyataan

Karya : Akmala Nasery Basral

Penerbit : Penerbit Qanita (Anggota IKAPI)

Tebal buku : 306 halaman

Banyaknya bab : 16 bab

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik membaca keseluruhan isi novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Setelah itu, peneliti menganalisis dan mencatat unsur-unsur interinsik serta moral para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Proses dalam penelitian ini adalah instrumen atau alat pengumpul data. Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan melakukan observasi (pengamatan secara langsung). Oleh sebab itu, peran manusia dalam penelitian ini sangatlah penting.


(50)

3.6 Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1) Membaca keseluruhan Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral,

2) Menemukan dan mencatat unsur-unsur interinsik dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.

3) Menemukan nilai moral dalam novel tersebut,

4) Mengaitkan sastra dengan pembelajharan di SMA yaitu kelas XII. 5) Menyusun hasil temuan mengenai moral para tokoh karya sastra

dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmla Nasery Basral berdasarkan urutannya dengan menggunakan bahasa yang runtut.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Dalam bab empat ini akan dideskripsikan hasil analisis unsur intrinsik karya sastra yang dibatasi pada tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Unsur-unsur tersebut dianggap cukup memadai oleh penulis untuk memahami nilai moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Penulis mengambil ketiga unsur instrinsik itu karena dirasa membantu dalam menemukan nilai moralitas dalam novel tersebut. Selain itu, dalam bab empat ini juga akan dianalis nilai moral novel tersebut untuk pembelajaran di SMA semester II menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Pada penelitian ini peneliti menganalisis unsur intrinsik di antaranya (1) tokoh dan penokohan yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, (2) latar yang terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, (3) tema. Kemudian menganalisis tujuh nilai moral yang terdiri dari (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis.

4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema

4.2.1 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan


(52)

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 165), sedangkan Jones (dalam Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Terdapat dua teknik dalam menggambarkan tokoh dan penokohan (Nurgiantoro, 1995 : 195-210) yaitu teknik Ekspositori dan teknik dramatik. Berikut penjelasannya :

a. Teknik Ekspositori

Teknik ini sering juga sering disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya.

b. Teknik Dramatik

Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.


(53)

Menurut Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Pada novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini terdapat beberapa tokoh yaitu Jaleswari, Arifin, Adeus, Nawara, Borneo Panglima Adayak, Ubuh, Page, dan Otiq. Tokoh utama dalam novel ini adalah Jaleswari, karena dia sering muncul dalam setiap peristiwa. Sedangkan tokoh lain berperan sebagai tokoh tambahan yang kemuculannya hanya saat tertentu.

a. Jaleswari

Jaleswari digambarkan sebagai perempuan muda cantik yang sedang dalam masa kehamilan muda, tetapi dalam kehamilannya tersebut Jaleswari telah ditinggal untuk selama-lamanya oleh Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(1) “Perempuan, Lakak,” seringai di Wajah Pangau mengembang. “Cantik.”

“Cantik?”

“Cantik sekali, seperti bintang film siapa itu?” (Akmal, 2011 : 144) (2) Kehamilan ini benar-benar menjengkelkan. Pikirnya sambil

memejamkan mata dan memusatkan perhatiannya agar ususnya tidak melakukan gerakan anti-peristaltik yang membuat makanan di lambung kembali naik menuju lehernya. (Akmal, 2011 : 2) (3) “Kenapa sih kau ini?” desis Jales sedikit jengkel sambil

memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang akan membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)


(54)

Jaleswari merasa terpukul dengan kematian suaminya, karena setahu Jales suaminya, Aldo tidak mempunyai riwayat penyakit yang membahayakan hidupnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(4) Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan selama beberapa hari sebelum Aldo mendadak meninggal setelah bermain futsal. Jales tak ingin percaya itu sungguh-sungguh terjadi. Suaminya tak punya riwayat penyakit jantung atau penyakit lain yang berbahaya. (Akmal, 2011 : 4)

(5) Mungkin Jales akan lebih bisa menerima kematian suami yang baru menikahinya empat bulan itu jika mobil Aldo ditabrak mobil tronton besar dan Aldo tergencet di dalamnya. Atau Aldo sudah berbulan-bulan terbaring lunglai sakit dengan berbagai selang obat-obatan tersambung tubuhnya tanpa harapan. Ah! (Akmal, 2011 : 4) Sosok Jaleswari juga digambarkan sebagai wanita yang sangat tegas dalam melakukan tindakan dan tidak ingin berbasa-basi dalam menyampaikan sesuatu. Hal ini dibuktikan saat sang sopir yang menjemputnya merasa takut terhadap ketegasan Jales mengambil tindakan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(6) “Baik, Bu,” ujar Victor agak getar mendengar ketegasan Jales. Lelaki itu membuka jendela depan dan memberikan isyarat kepada masyarakat agar memebrikan jalan. Namun, baru setengah jam kemudian mobil Victor berhasil keluar dari kerumunan yang hampir tak mau bergerak satu sentimeter pun. (Akmal, 2011 : 8 – 9)

(7) “Nyenyak,” jawab Jales pendek sekadar menghindari percakapan basa-basi yang tak disukainya itu. (Akmal, 2011 : 72)

Dengan statusnya yang sudah tidak memiliki suami, Jales merasa kehamilannya begitu menyusahkan sehingga dia sangat membenci kehamilannya tersebut, bahkan jaleswari ingin mengaborsi buah hatinya bersama


(55)

Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(8) Dia tak yakin benar-benar ingin memelihara janin di dalam rahimnya itu, apalagi untuk melahirkannya kelak. Sebab, apa artinya memiliki seorang anak, tanpa memiliki seorang suami? Kalau saja dia bisa memutar kembali jarum waktu dan memohon kepada Tuhan, Jales yakn seyakin-yakinnyadia akan meminta agar tidak kehilangan Aldo ketimbang mendapatkan seorang bayi sekarang ini. (Akmal, 2011 : 35)

(9) “Kenapa sih kau ini?” Desis Jales sedikit jengkel sambil memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)

Sebagai seorang perempuan yang serba berkecukupan, tentu Jaleswari sangat selektif dalam memilih makanan, dan dia sangat menyukai kebersihan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(10) Jales menuju jendela dan menutupnya. Perutnya kinin mulai terasa lapar. Dia ragu menu di sini akan cocok dengan seleranya yang sangat selektif dalam hal makanan. Namun, kalaupun sulit diterima lidahnya, tak mungkin dia akan menahan lapar semalaman. Apalagi dian akan beberapa hari lagi di sini. Jales menepuk-nepuk perutnya. “Yang penting kau jangan seperti naga yang sebulan tidak diberi makan ya,” katanya. (Akmal, 2011 : 57)

(11) Jales tak langsung mengambil sendok, melainkan mengamati dulu mangkuk berisi sop tulang di depannya. Aroma kuahnya yang mengepul tidak seharum sop konro kesukaannya, meskipun tulang sapi dengan cuilan daging yang menempel di beberapa bagian itu terlihat sama seperti sop konro. Jales langsung merasa kurang berminat. (Akmal, 2011 : 60)

(12) “Iiiih,” desis Jales yang jijik melihat telapak tangannya kini9 bersimbah darah nyamuk. Dengan hati-hati dia mengeluarkan sachet tisu basah dari dalam saku celana jeans dan membersihkan kedua telapak tangannya dengan cermagt sampai tak tersisa lagi bekas darah serangga itu. (Akmal, 2011 : 218)


(56)

Jaleswari adalah seorang wanita karir, dapat dibuktikan dengan kesanggupannya dalam menerima tugas dari kantornya untuk menyelidiki penyebeb tidak berjalannya program CSR dari perusahaanya. Jaleswari juga mempunyai sifat yang mandiri tidak pernah mengandalkan orang lain bila dia masih bisa melakukan pekerjaanya sendiri. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(13) Sebab ketika dia memeutuskan untuk menerima program CSR (Corporate ocial Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu. (Akmal, 2011 : 67)

(14) “Tapi kan sejak kecil Mama dan Papa selalu mengajarkan Jales agar mandiri dan tidak takut seberat apa pun tantangan di luar?” (Akmal, 2011 : 69)

(15) Jaales melihat perempuan yang terlalu mengandalkan orang lain ketika sedang berjalan tak ada bedanya dengan nenek-nenek yang memang harus dibantu. Tetapi melihat kondisi tanah yang becek dan licin saat ini, Jales tak keberatan harus menelan dulu prinsipnya sementara waktu: biar sajalah bila ada orang yang melihat dan menilainya sebagai nenek-nenek. (Akmal, 2011 : 122) Selain mempunyai sifat yang tegas, berpendirian teguh, mandiri, Jales juga berjiwa nasionalisme yang tinggi, terbukti saat berada di Tanah Borneo tersebut dia merasa jengkel karena banyak minuman-minuman mineral yang dijual bukan produk Indonesia melainkan produk Malaysia. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(16) Jales memperhatikan makanan kecil dan air minum mineral yang disusun di tengah meja makan. Tak ada merek yang dikenalnya di Jakarta. Jales mengambil satu botol air mineral, dan membaca kemasannyta. Memang produk Malaysia. Hal itu sempat membuatnya jengkel sesaat. (Akmal, 2011 : 79)


(57)

Dengan keadaan Jaleswari yang saat itu sedang hamil muda dan masih dalam kondisi keterpurukannya yang baru saja ditinggalkan oleh suaminya membuat Jales menjadi pribadi yang sedikit keras kepala dan ketus dalam menanggapi perkataan orang lain. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(17) Sok tahu! Lalu buat apa sih sok akrab bilang “selamat datang” segala? Memangnya dia guide wisata? (Akmal, 2011 : 6)

(18) Arrrrrghh! Apakah kosakata bahasa Indonesia sudah sedemikian miskinnya sehingga untuk menggambarkan sebuah kerusakan tak bisa lagi dengan kata-kata tapi harus disaksikan langsung? Menyebalkan! (Akmal, 2011 : 7)

(19) “Ya apa yang spesifik? Yang khusus?” lanjut Jales dengan mood yang mulai tak terkendali lagi. Rasa mual di perutnya pun terasa lagi, apalagi dengan rasa lapar yang semakin berkobar-kobar. “Pak Victor yang seharusnya tahu apa yang spesifik itu.” (Akmal, 2011 : 59)

(20) “Iyalah Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri.” (Akmal, 2011 : 69)

(21) “Tapi aku lebih butuh Aldo dibandingkan dengan bayi ini, Ma.” (Akmal, 2011 : 70)

(22) Di mana lagi? Apakah harus menyeberang ke Tebedu? Guru kok pertanyaanya begitu? (Akmal, 2011 : 125)

Sikap Jaleswari yang nasionalisme juga ditunjukkan oleh pengarang melalui teknik tidak langsung atau dramatik, berikut kutipan yang membuktikan pernyataan tersebut.

(23) Kalau aku terus terang, bagaimana jika nasi goreng itu dibuat berdasarkan resep Malaysia? Sebab tak pernah sekali pun aku makan nasi goreng dengan kuah rempah-rempah seperti sekarang. (Akmal, 2011 : 80)

(24) Dunia di kepala Jales langsung terjungkir terbalik. Di tempat sebecek ini? Dengan babi-babi yang tubuh mereka berlepotan lumpur, dan rumah mereka sudah sepudar ingatan pemimpin bangsa tentang masyarakat-masyarakat terpencil, dari dalamnya


(58)

berendar informasi global dari politik sampai hiburan. (Akmal, 2011 : 124)

(25) Anak-anak itu bertatapan satu sama lain. Jales melanjutkan mengajar. “Kita coba lagu-lagu nasional ya. Siapa yang tahu Indonesia Pusaka? (Akmal, 2011 : 188)

(26) Mereka terus berjalan sampai ke patok yang dimaksudkan. Jales mengambil gambar patok itu beberapa kalidengan kameranya. “Sederhana sekali,” katanya. “Saya pikir patok raksasa semacam tugu atau monumen besar.” (Akmal, 2011 : 202)

(27) Jaleswari tersenyum karena teringat pengalamanya kemarin. “Saya juga mengalami itu. Anak-anak SD itu tak tahu lagu nasional.” (Akmal, 2011 : 210)

(28) “Begini, Anak-anak,” Jales memperkeras suaranya. “Sekarang ini ibu akan mengajarkan kalian lagu dari daerah lain.” (Akmal, 2011 : 231)

(29) “Ya itulah sebabnya mengapa saya butuh bantuan Arifin untuk ikut mengajarkan lagu-lagu itu nanti dengan sikap sempurna.” (Akmal, 2011 : 234)

Dalam misinya untuk program CSR dari perusahaanya, Jales memberikan pengetahuan kepada para orang tua di dusun Ponti Tembawang untuk mau menyekolahkan anaknya agar anak-anak di dusun tersebut pintar. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(30) “Anak-anak perlu sekolah, kalau harus berladang juga nanti sekolahnya jadi tertinggal,” ujar Jales. (Akmal, 2011 : 192)

(31) “Saya mengerti itu. Tidak ada yang salah dari berladang,” ujar Jales. “Kita berladang, kemudian kita jual ke negeri seberang, dapat uang, kita bisa hidup. Tetapi bagaimana kalau negeri seberang itu tiba-tiba tidak mau lagi membeli hasil ladang kita? Bagaimana kalau seandainya saudara kita di sana memutuskan untuk tidak berladang dengan kita?” (Akmal, 2011 : 192)

(32) Tidak ada yang menjawab. Jales menatap mereka satu per satu. “Artinya kita tidak boleh bergantung terus pada Malaysia. Jalan mereka boleh lebih bagus. Tanah mereka boleh lebih bersih. Tetapi di sini sebenernya kita lebih kaya, lebih indah. Kita bisabersama-sama mencari jalan untuk bisa hidup di negerikita sendiri,” tutur Jales dengan semangat meletup-letup. (Akmal, 2011 : 192)


(59)

(33) “Anak-anak harus didoeong supaya mereka nanti pintar dan menemukan cara tempat ini bisa hidup tanpa mesti ke seberang. Indonesia adalah surga yang sebenarnya. Dengan belajar, anak-anak menjadi dokter, tentara, bahkan bisa seperti Adeus yang menjadi guru,” Jaleswari menunjuk Adeus, yang cuping hidungnya mengembang karena bangga. (Akmal, 2011 : 192 – 193)

Kepedulian Jaleswari terhadap pendidikan tidak hanya berbicara dengan para orang tua di dusun tersebut, tetapi dia juga memberikan semangat kepada Adeus satu-satunya guru yang ada di dusun ponti Tembawang untuk lebih serius dalam memberikan ilmu dan mengajak anak-anak lain untuk mengenyam pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(34) “Kalau kau sudah tahu masalahnya separah itu, Adeus,” Jales menggunakan kesempatan percakapan ini sekaligus untuk menguji keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung ini terus dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya kau lebih mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256)

(35) “Anak-anak di sini harus berkembang sesuai dengan dunia sekarang. Kau yang bisa melakukan hal itu Adeus. Tetapi mereka juga harus mengakar pada keluhuran nilai masyarakatDayak yang indah ini,” lanjut Jales. “Aku percaya kau bisa melakukannya demi masa depan Borneo dan kawan-kawannya, karena merekalah yang akan menjadi pewaris keagungan Dayak.” (Akmal, 2011 : 287) (36) “Adeus, kamu punya ilmu yang bisa diajarkan untuk mencerdaskan

anak-anak ini. Mengapa harus berhenti? Apakah kau tidak kasihan melihat kondisi mereka seperti tadi?” tanya Jales sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran dari keningnya. “Anak-anak ini, Borneo dan kawan-kawannya itu butuh ilmumu yang ....” (Akmal, 2011 : 189)

Jaleswari sangat cerdas dalam membangun situasi pendidikan di dusun Ponti Tembawang, Jales mengubah metode pembelajaran kelas menjadi


(60)

pembelajaran di luar ruangan dengan cara berburu, menghafal lagu nasional kepada murid-murid di dusun tersebut. dengan metodenya tersebut, Jaleswari berhasil menarik perhatian anak-anak yang tidak pernah sekolah. . Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(37) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah. Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung lapangan. (Akmal, 2011 : 228)

(38) Dua “pelajaran” di hari itu ternyata menjadi megnet luar biasa bagi anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke lapangan, Jales tak percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibandingkan Borneo sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011 : 229)

(39) “Bukan, lagu-lagu Nasional dari daerah lain, supaya anak-anak ini tahu bahwa mereka punya banyak teman di negeri ini.” (Akmal, 2011 : 229)

Dalam misinya tersebut Jales diminta oleh Panglima Adayak untuk mampu memahami dan mempelajari masyarakat dan alam di Ponti Tembawang supaya Jales dapat mengerti apa yang terjadi di dusun tersebut dan menjalankan misinya di bidang pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(40) Jales mulai turun ke arah bagian sungain yang lebih dalam setinggi lutut. Perasaan enggan bercampur jijik yang awalnya bersatu di kepala Jales ketika melihat arus sungai, pelan-pelan terkikis bersama aliran Sungai Sekayam. “Benar juga apa yang dikatakan panglima Adayak,” gumam Jales. (Akmal, 2011 : 213)

(41) Rembang petang kembali membayang di cakrawala Ponti Tembawang. Jaleswari yang sudah bisa merasakan nikmatnya mandi di aliran sungai sudah sampai di dermaga. Kali ini dia membawa tas dan kameranya, memutuskan untuk memotret


(61)

kegiatan di sore yang kembali ramai dengan gelak anak-anak dan orang dewasa itu. (Akmal, 2011 : 239)

Meskipun Jaleswari mempunyai sifat yang tegas, tetapi di sisi lain dia juga mempunyai sifat peduli terhadap orang lain, terbukti saat Ubuh tertimpa masalah yang membuatnya depresi berat, Jaleswari memberikan semangat dan bersedia mendengarkan cerita Ubuh. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(42) “Tidak apa-apa, Ubuh, ceritakan saja semuanya. Anggap saya ini kakakmu,” kata Jales sambil mengelus rambut Ubuh. Sekilas terlihat sinar kekagetan di mata Ubuh ketika rambutnya disentuh, namun kemudian Ubuh merebahkan kepalanya ke pelukan Jales dan kesedihan yang semakin menyayat karena tak diungkapkan secara langsung. (Akmal, 2011 : 248)

(43) “Tidak usah buru-buru ceritanya,” sahut Jales sambil kembali menggenggam tangan Ubuh untuk memberi kekuatan. “Saya akan selalu di sini mendengarkanmu. Kapan saja kamu siap.” (Akmal, 2011 : 249)

(44) “Aku harus pergi sebentar, Ubuh. Kamu cepat sehat ya. Berusahalah lebih keras untuk sembuh. Pasti bisa. Tidak ada di dunia ini yang diperoleh dengan mudah. Kamu sudah belajar dari hal yang luar biasasampai di luar batas kemampuanmu sendiri. Aku salut dan kagum padamu, karena kamu telah mampu melampaui batas diri.” (Akmal, 2011 : 286)

Di samping misinya untuk mencari tahu berhentinya program CSR dari perusahaanya, Jaleswari juga berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan Ubuh dari masalah yang telah menimpanya. Jaleswari memberanikan diri untuk menceritakan kepada Adeus apa yang telah dialami Ubuh hingga mengalami depresi berat. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(45) “Ah tak usah, Pak. Saya hanya mau bilang bahwa semalam Ubuh sudah bisa bicara dengan saya. Dia bilang, dia sudah ingat orang


(1)

lengkap, menggunakan bahasa yang benar

b. Siswa mampu mengidentifikasi latar dalam novel Batas antara

Keinginan dan Kenyataan dengan

tidak lengkap, menggunakan bahasa yang benar

c. Siswa mampu mengidentifikasi latar dalam novel Batas antara

Keinginan dan Kenyataan dengan

tidak lengkap, tidak

menggunakan bahasa yang benar

3

1

4 20

3. a. Siswa mampu mengidentifikasi tema dalam novel Batas antara

Keinginan dan Kenyataan dengan

lengkap, menggunakan bahasa yang benar

b. Siswa mampu mengidentifikasi tema dalam novel Batas antara

Keinginan dan Kenyataan dengan

tidak lengkap, menggunakan bahasa yang benar

c. Siswa mampu mengidentifikasi

5


(2)

tema dalam novel Batas antara

Keinginan dan Kenyataan dengan

tidak lengkap, tidak

menggunakan bahasa yang benar

1

4. a. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral dalam novel Batas

antara Keinginan dan Kenyataan

dengan lengkap, menggunakan bahasa yang benar

b. Siswa mampu mengidentifikasi nilai moral dalam novel Batas

antara Keinginan dan Kenyataan

dengan tidak lengkap,

menggunakan bahasa yang benar c. Siswa mampu mengidentifikasi

nilai moral dalam novel Batas

antara Keinginan dan Kenyataan

dengan tidak lengkap, tidak menggunakan bahasa yang benar

5

3

1

4 20

Total 80

Skor yang diperoleh

Nilai = x 100


(3)

Rubrik Penilaian Afektif

No. Aspek yang dinilai Skor

1. Keaktifan dalam belajar 5 = Sangat baik 2. Ketepatan mengerjakan tugas 4 = Baik 3. Mengeluarkan pendapat dalam proses

belajar

3 = Cukup

4. Etika / sopan santun 2 = Kurang

5. Kerjasama dalam kelompok 1 = Sangat kurang

Rubrik Penilaian Psikomotorik

Hal yang dinilai

Deskripsi Skor Bobot Skor x

Bobot

Presentasi 1. Siswa mampu

mempresentasikan hal-hal yang menarik dan patut diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan

dan Kenyataan dengan

lengkap, menggunakan bahasa yang baik dan benar


(4)

2. Siswa mampu

mempresentasikan hal-hal yang menarik dan patut diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan

dan Kenyataan dengan

lengkap, tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar 3. Siswa mampu

mempresentasikan hal-hal yang menarik dan patut diteladani dari tokoh dalam novel Batas antara Keinginan

dan Kenyataan dengan tidak

lengkap, tidak menggunakan bahasa yang baik dan benar

3

1

4 20

Total 20

Skor yang diperoleh

Nilai = x 100


(5)

Yogyakarta, 2015 Mengetahui


(6)

BIODATA

Caecilia Dhani Anjar Reny lahir di Blitar, 07 Agustus 1992. Ia lulus Taman Kanak-kanak Katolik ST. Paulus Slorok-Garum pada tahun 1998. Setelah lulus Taman Kanak-kanak, ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar St. Gabriel Slorok-Garum pada tahun 1998 – 2004. Sekolah Menengah Pertama St. Vicentius A Paulo Garum menjadi pilihan selanjutnya setelah lulus dari Sekolah Dasar. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 melanjutkan studi ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Masa kuliah di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menyelesaikan skripsi yang dijadikan tugas akhir dengan judul Nilai Moral dalam

Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PATOLOGI SOSIAL NOVEL BATAS KARYA AKMAL NASERY BASRAL

0 31 9

ANALISIS PATOLOGI SOSIAL NOVEL BATAS KARYA AKMAL NASERY BASRAL

1 28 19

KARAKTERISASI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ANAK SEJUTA BINTANG KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN NOVEL SURAT DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

8 53 61

NILAI MORAL DALAM NOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY BASRAL DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

23 124 79

Analisis Tokoh Pada Novel “Batas Antara Keinginan Dan Kenyataan” Karya Akmal Nasery Basral (Kajian Psikoanalisis Sastra).

6 24 23

ASPEK RELIGIUSITAS NOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY BASRAL: KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA Aspek Religiusitas Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral: Kajian Antropologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMP.

1 5 13

PENDAHULUAN Aspek Religiusitas Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral: Kajian Antropologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMP.

0 2 7

DIMENSI SOSIALNOVEL SANG PENCERAH KARYA AKMAL NASERY BASRAL: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Dimensi Sosialnovel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 0 12

PENDAHULUAN Dimensi Sosialnovel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral: Tinjauan Sosiologi Sastra.

1 5 28

DIMENSI SOSIALNOVEL SANG PENCERAHKARYA AKMAL NASERY BASRAL: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Dimensi Sosialnovel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral: Tinjauan Sosiologi Sastra.

0 0 14