E. Karbon tetraklorida
Gambar 5. Struktur molekul karbon tetraklorida Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995
Karbon tetraklorida Gambar 5 merupakan cairan jernih mudah menguap, tidak berwarna, dan bau khas. Senyawa ini memiliki BM 153,82 dan
sangat sukar larut dalam air Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Karbon tetraklorida merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan
kepada berbagai spesies, menyebabkan nekrosis sentrilobuler dan perlemakan hati. Pemejanan secara kronis menyebabkan sirosis hati, tumor hati dan juga
kerusakan ginjal. Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini tergantung pada metabolisme aktivasi oleh
sitokrom P-450 CYP2E1. Dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan perlemakan hati dan destruksi sitokrom P-450 Timbrell, 2008.
Destruksi sitokrom P-450 terjadi terutama di sentrilobular dan daerah tengah hati. Senyawa ini selektif untuk isoenzim tertentu, pada tikus diketahui
selektif untuk CYP2E1 sedangkan pada isoenzim lain seperti CYP1A1 tidak terpengaruh. Destruksi CYP2E1 tampaknya dipengaruhi oleh jumlah oksigen
yang tersedia, yang mana menjadi lebih besar ketika lebih banyak oksigen tersedia Timbrell, 2008.
Gambar 6. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida Timbrell, 2008
Sebagai enzim mikrosomal, CYP2E1 akan mempengaruhi aktivasi metabolit dari senyawa yang terbentuk, hal ini dapat meningkatkan atau
mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam hal ini CYP2E1 berfungsi sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron yang mengakibatkan
hilangnya satu ion klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil
•
CCl
3
Gambar 6 yang merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini dengan adanya O
2
oksigen akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi
•
OOCCl
3
yang lebih reaktif Gregus dan Klaaseen, 2001. Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami suatu reaksi,
senyawa reaktif tersebut merusak sekitar dari sitokrom P-450. Radikal bebas triklorometil berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan
akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform, yang merupakan
salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya
mengakibatkan peroksidasi lipid Gambar 6 Timbrell, 2008. Selama satu sampai tiga jam setelah pemejanan karbon tetraklorida, trigliserida menumpuk di
hepatopsit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein,
yang bertanggungjawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit, sehingga transport lipid akan terhambat sehingga mnyebabkan steatosis Timbrell,
2008. Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan
kerusakan mitokondria. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim
ALT yang ada di dalam sel akan keluar dan masuk peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT meningkat. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga
diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati
sehingga menimbulkan steatosis perlemakan hati. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi
lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas enzim yang berada di retikulum endoplasma Wahyuni, 2005. Tubuh manusia
sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah
satunya yaitu glutation-S-transferase GSH yang berperan sebagai antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh, senyawa ini akan menangkap
radikal bebas tersebut Timbrell, 2008. Peningkatan aktivitas serum ALT yang menyebabkan steatosis akibat
induksi karbon tetraklorida mencapai tiga kali lipat dari kondisi normal Tabel I
dan peningkatan aktivitas serum AST mencapai empat kali lipat dari kondisi normal Ziemmerman, 1999. Bai, Zhang, Chen, Zong, Guo, dan Liu 2011
melaporkan adanya peningkatan aktivitas ALT kurang lebih tiga kali lipat dibanding kelompok kontrol pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Rajendran, Hemalatha, Akasakalai, MadhuKrishna, Sohil, Vittal, dkk 2009 dalam penelitian daun Mimosa pudica menyebutkan
aktivitas serum ALT akibat induksi karbon tetraklorida mencapai kurang lebih dua kali lipat dibanding kelompok kontrol pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida.
Tabel I.
Peningkatan aktivitas enzim serum akibat induksi senyawa toksik
Ziemmerman, 1999.
F. Metode Uji Hepatotoksisitas