24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas penelitian ini adalah variasi dosis
dalam pemberian ekstrak daun M. tanarius. Dosis ekstrak daun M. tanarius adalah sejumlah gram ekstrak daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan dari
subyek uji. Ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan mengekstraksi sejumlah gram serbuk daun M. tanarius dalam pelarut polar metanol-air.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung penelitian ini adalah
penurunan aktivitas serum ALT dan AST akibat pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap sel hati tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian ekstrak daun M.
tanarius satu kali sehari selama enam hari berturut-turut dengan waktu pemberian
yang sama, cara pemberian senyawa pada tikus dilakukan secara per oral dan intraperitonial, dan bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang
diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan diambil pada bulan Mei.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus jantan galur Wistar yang digunakan.
3. Definisi operasional
a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius. Ekstrak daun M. tanarius
adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstrasi serbuk kering daun M. tanarius
seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50 secara maserasi selama 72 jam, dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan
kertas saring, dievaporasi dan diuapkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50 C, hingga bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0.
b. Penurunan aktivitas serum ALT dan serum AST. Didefinisikan
sebagai kemampuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada dosis tertentu untuk menurunkan kadar serum ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida. c.
Efek hepatoprotektif jangka panjang. Pemberian ekstrak metanol- air daun M. tanarius satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan
umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. b.
Daun M. tanarius yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang
diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Metanol dan air suling sebagai pelarut yang digunakan untuk
pembuatan sediaan uji, yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. c.
Aqua bidestilata untuk blanko pengujian ALT dan AST, yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. d.
Kontrol serum ALT-AST Cobas
®
PreciControl ClinChem Multi 2 RocheHitachi analyzer
e. Olive oil
Bertolli
®
f. Reagen serum ALT
Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum ALT diasys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum ALT adalah sebagai
berikut.
Tabel II.
Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT R1 :
TRIS pH 7.15
140 mmolL L-Alanine
700 mmolL LDH
lactatedehydrogenase ≥ 2300 UL
R2 : 2-Oxoglutarate
85 mmolL NADH
1 mmolL Pyridoxal-5-phosphate
FS : Good’s buffer pH 9.6
100 mmolL
g. Reagen serum AST
Reagen serum yang digunakan adalah reagen serum AST diasys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen serum AST adalah sebagai
berikut.
Tabel III.
Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST R1 :
TRIS pH 7.65
110 mmolL L-Aspartate
320 mmolL MDH
malate dehydrogenase ≥ 800 UL
LDH lactate dehydrogenase ≥ 1200
UL R2 :
2-Oxoglutarate 65 mmolL
NADH 1 mmolL
Pyridixal-5-posphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmolL
Pyridoxal-5-phosphate 13 mmolL
D. Alat atau Instrumen Penelitian
1. Alat ekstraksi
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki
Glass
®
. Mesin penyerbuk Retsch
®
, ayakan No. 40 Electric Sieve Shaker Indotest
Multi Lab
®
, timbangan analitik Mettler Toledo
®
, moisture balance, orbital shaker Optima
®
, rotary vacuum evaporator IKAVAC
®
, oven Memmert
®
.
2. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass
®
. Timbangan elektrik Mettler Toledo
®
, sentrifuge Centurion Scientific
®
, vortex Genie Wilten
®
, spuit per oral dan syringe 3 cc Terumo
®
, spuit ip. dan syringe 1 cc Terumo
®
, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck
®
.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman M. tanarius
Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman M. tanarius dengan buku acuan Flora of Java Backer dan Brink, 1963.
Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, tidak berlubang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, dipetik
dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei.
3. Pembuatan serbuk
Daun M. tanarius dicuci bersih di bawah air mengalir. Setelah bersih, daun diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah kemudian dilakukan
pengeringan di bawah kain berwarna gelap dan sinar matahari. Tujuan dari pengeringan ini adalah melindungi daun dari kerusakan paparan matahari secara
langsung. Selain itu, kain berwana gelap menjadikan proses pemanasan berlangsung konstan karena kain berwarna gelap akan menyerap panas dan juga
melindungi daun terpapar kotoran di udara. Pengeringan dilanjutkan menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat
serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40 supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas
permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.
4. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius
Berdasarkan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia 1989, penetapan kadar air secara sederhana menggunakan
alat moisture balance. Sebanyak 5 g serbuk daun M. tanarius dimasukkan ke dalam alat moisture balance, kemudian diratakan. Serbuk ditimbang dihitung
sebagai bobot sebelum pemanasan. Serbuk dipanaskan pada suhu 110 C selama
15 menit. Kemudian serbuk ditimbang ulang dihitung sebagai bobot sesudah pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan merupakan
kadar air dari sampel yang diteliti.
5. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50 pada suhu
kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun M. tanarius
dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring menggunakan corong Buchner dilapisi kertas saring. Larutan hasil saringan
dipindahkan dalam labu alas bulat untuk dievaporasi. Tujuan proses evaporasi adalah menguapkan cairan penyari pada proses maserasi. Prinsip alat vaccum
evaporator adalah menguapkan pelarut dengan suhu rendah dan berputar dan
menggunakan tekanan tinggi untuk membantu proses penguapan. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar
mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi dimasukkan dalam oven untuk
diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50° C untuk mendapatkan ekstrak metanol- air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap.
Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
kental yang telah dibuat. Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental
– berat cawan kosong
Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 1 kg serbuk kering daun M. tanarius menghasilkan 63 cawan ekstrak kental. Rata-rata rendemen setiap cawan 3,77 g
ekstrak kental. Pada pembuatan 1 kg serbuk kering daun M. tanarius menghasilkan 237,51 g ekstrak kental, dengan rendemen 23,75.
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta
dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak
per cawannya, yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai CMC Na 1. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga
konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan sebesar 0,384 gml atau 384 mgml atau 38,4 bv Kurniawati, dkk., 2011.
7. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Menurut Kurniawati, dkk 2011, dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml.
Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sebagai berikut.
D x BB = C x V D x 0,250 kg BB = 384 mgml x 2,5 ml
D = 3840 mgkg BB Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dengan
pembulatan dari dosis tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 dan 426 mgkg BB. Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426; 1280; dan 3840
mgkg BB atau 0,426; 1,280; dan 3,840 gkg BB.
8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, pembuatan larutan Karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50. Larutan karbon tetraklorida
dalam olive oil dibuat dengan cara melarutkankan 50 ml karbon tetraklorida ke dalam olive oil sebanyak 50 ml.
9. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1
Suspending agent CMC-Na 1 dibuat dengan cara mendispersikan lebih kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam air mendidih
sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat suspensi ekstrak metanol-air daun M.tanarius.
10. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
.
Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon
tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT paling tinggi. Dosis hepatotoksik yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie 2002, bahwa dosis 2 mlkg BB terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum
ALT dan AST pada tikus bila diberikan secara intraperitonial i.p. b.
Penetapan waktu pencuplikan darah. Menurut Janakat dan Al- Merie 2002, kenaikan serum ALT dan AST akan terjadi pada waktu 24 jam dan
terjadi penurunan pada waktu 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida. Pada penelitian ini dilakukan orientasi dengan cuplikan dari jam 0, 24, dan 48 jam
setelah pemejanan karbon tetraklorida untuk melihat profil kenaikan ALT dan AST serum. Untuk mendapatkan waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi
dengan tiga kelompok perlakuan waktu. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Kelompok I-III
diambil darah masing-masing pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Kemudian diukur aktivitas serum ALT dan AST.
11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.
a. Kelompok I kontrol hepatotoksin diberi larutan karbon tetraklorida
: olive oil
1:1 dosis 2 mlkgBB secara i.p. b.
Kelompok II kontrol negatif diberi olive oil dosis 2 mlkgBB secara i.p.
c. Kelompok III kontrol ekstrak diberi ekstrak daun M.tanarius dosis
3,840 gkgBB selama enam hari berturut-turut secara per oral. d.
Kelompok IV dosis rendah diberi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dosis 0,426 gkg BB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
e. Kelompok V dosis tengah diberi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 1,280 gkg BB secara per oral sekali sehari selama
enam hari berturut-turut. f.
Kelompok VI dosis tinggi diberi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dosis 3,840 gkg BB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
Pada hari ke tujuh kelompok IV-VI diberi larutan karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui sinus
orbitalis mata, diukur aktivitas serum ALT dan serum AST.
12. Pembuatan serum
Darah diambil melalui bagian sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama kurang lebih 15
menit. Darah disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan bagian supernatannya diambil.
13. Penetapan aktivitas serum kontrol, serum ALT, dan serum AST
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas serum ALT dan AST adalah Mikrolab 200 Merck
®
. Aktivitas enzim dinyatakan dengan satuan Ul. pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di laboratorium Biokimia
Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. a.
Penetapan aktivitas serum kontrol. Bertujuan untuk validitas dan reliabilitas alat yang digunakan. Analisis dilakukan dengan cara mencampur 800
µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II, didiamkan selama satu menit. Setelah itu, ditambahkan 100 µL serum kontrol rentang nilai 33,9-48,9
Ul dan dibaca resapan setelah dua menit. Pengukuran kontrol serum digunakan untuk mengetahui validasi alat yang digunakan.
b. Penetapan aktivitas serum ALT dan AST. Analisis serum ALT
dilakukan dengan cara mencampur 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II, didiamkan selama satu menit. Setelah itu, ditambahkan 100 µL
serum dan dibaca resapan setelah dua menit. Untuk analisis serum AST dilakukan dengan cara mencampur 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen
II, didiamkan selama satu menit. Setelah itu, ditambahkan 100 µL serum dan dibaca resapan setelah dua menit.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas serum ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian
antar kelompoknya sabagai syarat analisis parametrik. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah
ANOVA one way dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk
melihat perbedaan antar kelompok bermakna signifikan p0,05 atau tidak bermakna tidak signifikan p0,05. Bila data tidak homogen dilanjutkan dengan
uji Tamhane’s-T2. Tetapi bila distribusi tidak normal dilakukan analisis dengan
Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum ALT-AST antar
kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida diperoleh dengan rumus :
x 100
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dan besar dosis efektif hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada tikus
jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat aktivitas serum ALT dan serum AST. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan serangkaian
pengujian.
A. Penyiapan Bahan
1. Hasil determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan memastikan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar M. tanarius. Determinasi dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan untuk determinasi adalah
daun, batang, bunga, dan buah. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokkan kesamaan ciri tanaman dengan buku acuan Flora of Java Backer dan Brink,
1963. Hasil determinasi membuktikan bahwa benar tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah Macaranga tanarius.
2. Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius
Penetapan kadar air serbuk daun M. tanarius bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam serbuk dan untuk memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu
kurang dari 10 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995.