analisis variansi satu arah dilanjutkan uji Scheffe, nilai aktivitas serum ALT kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius 3,840 gkgBB terhadap kontrol
negatif olive oil 2 mlkgBB adalah tidak bermakna. Bila dibandingkan dengan kelompok hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mlkgBB menunjukkan perbedaan
bermakna seperti pada tabel IX. Hal ini menggambarkan bahwa ekstrak metanol- air daun M. tanarius tidak memberikan pengaruh hepatotoksik pada sel hati tikus.
Aktivitas serum AST kontrol ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah 162,6 ± 6,4 Ul. Secara statistik, bila dibandingkan dengan aktivitas serum
AST kontrol negatif olive oil 2 mlkgBB sebesar 118,6 ± 5,1 Ul terdapat perbedaan bermakna. Terjadinya peningkatan aktivitas serum AST kontrol ekstrak
metanol-air daun M. tanarius bisa terjadi akibat kerja otot rangka atau jantung karena enzim aspartate di dalam tubuh, sebagian besar tidak spesifik berada di
dalam hati saja, tetapi berada dalam otot rangka, jantung, serta tersebar ke seluruh jaringan tubuh.
4. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426
gkg BB, 1,280 gkg BB, dan 3,840 gkg BB pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mlkgBB
Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius
pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida didasarkan pada ada tidaknya penurunan aktivitas serum ALT dan serum AST akibat praperlakuan
ekstrak daun metanol-air daun M. tanarius terhadap aktivitas serum ALT dan serum AST. Tabel VIII dan X menunjukkan bahwa ada kekerabatan dosis dengan
respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, maka semakin besar efek
hepatoprotektif. Hal ini berarti semakin besar perlindungan yang diberikan pada sel hati tikus, terbukti dengan terjadinya penurunan aktivitas serum ALT dan
serum AST tikus. Kelompok IV perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis
0,426 gkgBB aktivitas serum ALT sebesar 173,8 ± 10,9 Ul. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mlkgBB secara
statistik terdapat perbedaan bermakna Tabel IX. Aktivitas serum ALT kelompok IV memberikan perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol negatif olive oil
2 mlkgBB. Hal yang sama juga terlihat pada aktivitas serum AST kelompok IV terhadap kontrol negatif olive oil 2 mlkgBB. Aktivitas serum AST pada
kelompok IV dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mlkgBB berbeda tidak bermakna secara statistik. Hal ini berarti ekstrak metanol-
air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif, namun kerusakan yang ditimbulkan belum bisa kembali seperti keadaan normal. Hal ini kemungkinan
terjadi karena kandungan antioksidan pada dosis terendah yaitu 0,426 gkgBB belum cukup untuk menurunkan aktivitas serum AST akibat induksi karbon
tetraklorida. Parameter utama kerusakan hati adalah serum ALT sehingga diartikan bahwa kelompok IV mampu melindungi sel hati dari induksi karbon
tetraklorida 2 mlkgBB. Kelompok V perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 1,280
gkgBB aktivitas serum ALT sebesar 139,0 ± 5,9 Ul. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mlkgBB secara statistik
terdapat perbedaan bermakna Tabel IX. Aktivitas serum ALT kelompok V
memberikan perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol negatif olive oil 2 mlkgBB. Hal yang sama juga terlihat pada aktivitas serum AST kelompok V
terhadap kontrol negatif olive oil 2 mlkgBB. Aktivitas serum AST pada kelompok V dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2
mlkgBB berbeda bermakna secara statistik. Hal ini berarti ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek hepatoprotektif, namun kerusakan yang
ditimbulkan belum bisa kembali seperti keadaan normal. Hal ini kemungkinan terjadi karena kandungan antioksidan pada dosis tengah yaitu 1,280 gkgBB
belum cukup untuk menurunkan aktivitas serum ALT dan serum AST akibat induksi karbon tetraklorida.
Kelompok VI perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 gkgBB aktivitas serum ALT sebesar 92,6 ± 3,2 Ul. Bila dibandingkan
dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mlkgBB secara statistik terdapat perbedaan bermakna Tabel IX. Aktivitas serum ALT kelompok
IV memberikan perbedaan tidak bermakna terhadap kelompok kontrol negatif olive oil
2 mlkgBB. Hal yang sama juga terlihat pada aktivitas serum AST kelompok IV terhadap kontrol negatif olive oil 2 mlkgBB. Aktivitas serum AST
pada kelompok IV dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mlkgBB secara statistik berbeda bermakna. Hal ini berarti ekstrak metanol-air
daun M. tanarius dosis 1,280 gkgBB memberikan efek hepatoprotektif. Ketiga dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius menunjukkan bahwa
ada kekerabatan dosis dengan respon yang muncul terlihat dari semakin besar dosis praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, maka
semakin besar efek hepatoprotektif. Kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3,840 gkgBB Kelompok VI merupakan kelompok yang
memiliki tingkat kerusakan hati paling rendah. Sedangkan aktivitas serum ALT kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 dan dosis
1,280 gkgBB secara statistik berbeda tidak bermakna memiliki tingkat kerusakan lebih besar Tabel IX. Hal ini kemungkinan karena jumlah kandungan zat aktif
antioksidan dalam ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 dan 1,280 gkgBB belum cukup memberikan efek hepatoprotektif pada hewan uji yang
terinduksi karbon tetraklorida 2 mlkgBB. Selain itu, karena penggunaan penyari kombinasi metanol : air 50:50 dimana belum diketahui secara pasti kandungan
glikosida yang dapat larut dan tertarik dari ekstrak tersebut, sehingga kemungkinan mempengaruhi penggunaan dosis ekstrak 0,426 dan 1,280 gkgBB
karena dimungkinkan bahwa kandungan dalam kombinasi tersebut akan menurunkan aktivitas penangkapan radikal bebas. Dengan demikian, perlu
dilakukan pengembangan lebih lanjut mengenai penggunaan penyari yang berbeda untuk dapat menarik senyawa yang mempunyai aktivitas penangkapan
radikal bebas yang lebih kuat sehingga dapat menjangkau dosis ekstrak yang kecil.
Dari ketiga penurunan nilai aktivitas serum ALT dan serum AST pada peringkat dosis tersebut maka dapat dihitung nilai efektif dosis tengah ED
50
hepatoprotektif. Hasil perhitungan menunjukkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
yang dapat menghambat kenaikan aktivitas serum ALT dan serum AST terhadap sel hati terinduksi karbon tetraklorida sebesar 50, membutuhkan
dosis sebesar 1,766 gkgBB. Rangkuman secara singkat dapat dilihat pada tabel XIV. Adapun persamaan regresi linear yang didapat yaitu y=34,448 x
– 61,853 dengan r=0,996. Persamaan ini didapat dengan cara memplotkan log dosis vs
persen efek hepatoprotektif Gambar 13. Nilai ED
50
ekstrak metanol-air daun M. tanarius
yang dapat menghambat kenaikan aktivitas serum ALT dan serum AST terhadap sel hati terinduksi karbon tetraklorida adalah 1,776 gkgBB dengan
aktivitas serum ALT sebesar 246,4 ± 17,0 Ul dan efek hepatoprotektif 62,4.
Tabel XIV.
Efektif Dosis Tengah ED
50
Hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Kelompok Perlakuan Dosis
mgkgBB Log
dosis Efek
hepatoprotektif ED
50
gkgBB EMMT 0,426 gkgBB
+ karbon tetraklorida 2 mlkgBB
426 2,629
29,5
1,766 EMMT 1,280 gkgBB
+ karbon tetraklorida 2 mlkgBB
1280 3,107
43,6 EMMT 3,840 gkgBB
+ karbon tetraklorida 2
mlkgBB 3840
3,584 62,4
Keterangan : EMMT = Ekstrak metanol-air daun M. tanarius
10 20
30 40
50 60
70
1 2
3 4
e fek
h e
p ato
p ro
te kt
if
Log dosis
y=34,448 x – 61,853, r=0,996
Gambar 13. Persamaan garis ED
50
ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Berdasarkan Adrianto 2011, ED
50
ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat menghambat kenaikan aktivitas serum ALT dan serum AST terhadap
sel hati terinduksi parasetamol sebesar 0,629 gkgBB dengan aktivitas serum ALT sebesar 977,2 ± 85,2 Ul dan efek hepatoprotektif 90,7. Apabila kedua hasil
dibandingkan, maka terlihat ED
50
ekstrak metanol-air daun M. tanarius terhadap induksi karbon tetraklorida lebih besar daripada ED
50
terhadap induksi parasetamol. Hal ini dapat dijelaskan bahwa semakin besar kerusakan hati yang
muncul, maka akan menghasilkan efek hepatoprotektif yang semakin besar. Ini berdampak pada dosis yang semakin kecil untuk dapat menimbulkan 50 efek
hepatoprotektif. Oleh karena itu, untuk menegaskan hal tersebut dapat digunakan model hepatotoksin lain, misal galaktosamin.
Dengan demikian, ED
50
ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang dapat menghambat kenaikan aktivitas serum ALT dan serum AST terhadap sel hati
terinduksi karbon tetraklorida adalah 1,766 gkgBB. Bila dikonversikan ke manusia dengan berat badan 70 kg adalah sebesar 19,768 g, untuk manusia
Indonesia 50 kg maka 5070 x 19,768 menjadi 14,12 g. Mekanisme hepatotoksik dari karbon tetraklorida yang mengakibatkan
perlemakan hati adalah enzim sitokrom P-450 CYP2E1 sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron yang mengakibatkan hilangnya satu ion klorin
sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil
•
CCl
3
yang merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini jika dengan adanya O
2
oksigen akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi
•
OOCCl
3
yang lebih reaktif. Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami suatu reaksi, senyawa
reaktif tersebut merusak sekitar dari sitokrom P-450, termasuk enzim itu sendiri dan retikulum endoplasma. Dengan demikian, radikal bebas triklorometil
berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang bersifat
toksik. Hasil lain dari reaksi ini adalah radikal lipid yang akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi lipid. Setelah
pemejanan karbon tetraklorida selama satu sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatopsit dan terlihat sebagai droplet lipid. Lipid dalam hati yang
terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang bertanggungjawab dalam transport lipid untuk keluar dari
hepatosit. Akibat menurunnya produksi lipoprotein, transport lipid akan terhambat sehingga menyebabkan steatosis.
Peroksidasi lipid juga dapat menyebabkan kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria. Terjadinya penghambatan sintesis protein juga
diakibatkan adanya gangguan keluarnya lipid dari hati yang disebabkan karena hambatan sintesis lipoprotein yang membawa trigliserida meninggalkan hati
sehingga menimbulkan steatosis perlemakan hati. Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi
lambat, selanjutnya akan terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas enzim yang berada di retikulum endoplasma.
Kandungan daun M. tanarius adalah glikosida yang dapat tersari oleh pelarut yang bersifat polar. Pada penelitian ini digunakan larutan penyari
metanol:air 50:50 sehingga kemungkinan besar zat yang akan tertarik dalam
kombinasi pelarut tersebut. Berdasarkan Matsunami, dkk 2006, senyawa glikosida memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH, sehingga dapat
digunakan sebagai antioksidan. Kemungkinan mekanisme kerja kandungan antioksidan dalam daun M.
tanarius memberikan efek hepatoprotektif adalah menangkap radikal bebas
triklorometil
•
CCl
3
yang merupakan metabolit reaktif. Akibatnya serangkaian peristiwa yang akan menyebabkan steatosis pada hati akan terhenti. Selain sebagai
antioksidan, kemungkinan senyawa tersebut mampu meningkatkan sintesis enzim GSH dalam hati yang berfungsi sebagai enzim penetralisir setiap metabolit reaktif,
sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh tubuh. Adanya kemungkinan mekanisme efek hepatoprotektif antioksidan dalam daun M. tanarius, maka dapat
dilakukan pembuatan formulasi sediaan untuk pengembangan obat herbal.
D. Rangkuman Pembahasan