pragmatik dapat dilihat dari watak, jiwa dan perilakunya, misalnya: selalu kerja keras, tegas, mengutamakan prestasi, keberanian mengambil risiko,
produktivitas, kreativitas, inovatif, kualitas kerja, komitmen, dan kemampuan mencari peluang. Sementara sistem nilai moralistik mencakup
keyakinan atau percaya diri, kehormatan, kepercayaan, kerja sama, keteladanan dan keutamaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, pengertian minat wirausaha sebagai suatu keadaan dimana seseorang mempunyai
perasaan senang menaruh perhatian pada sesuatu serta berusaha untuk mengetahui, melakukan pendekatan, memperhatikan dengan seksama,
melibatkan diri dan mengarahkan individu pada suatu pilihan tertentu.
C. LINGKUNGAN BELAJAR
1. Lingkungan Keluarga
Siswa yang mengalami proses belajar, supaya berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya perlu memperhatikan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Petterson dan Loeber 1984 seperti dikutip oleh Muhibbin Syah 1995:138 mengatakan bahwa lingkungan
sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar siswa ialah orang tua dan keluarga itu sendiri.
Menurut Roestiyah 1982:163, faktor-faktor yang datang dari keluarga yang mempengaruhi belajar siswa, yaitu :
a. Cara mendidik Orang tua yang memanjakan anaknya, maka setelah sekolah akan
menjadi siswa yang kurang bertanggung jawab, dan takut menghadapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tantangan kesulitan. Juga orang tua yang mendidik anaknya secara keras itu akan menjadi penakut.
b. Suasana keluarga Hubungan antara anggota keluarga yang kurang intim, menimbulkan
suasana kaku, tegang di dalam keluarga, menyebabkan anak kurang semangat untuk belajar. Suasana yang menyenangkan, akrab dan
penuh kasih sayang, memberi motivasi yang mendalam pada anak.
c. Pengertian orang tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak
sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas di rumah. Kadang- kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi
pengertian dan dorongannya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Kalau perlu menghubungi guru anaknya,
untuk mengetahui perkembangannya.
d. Keadaan sosial ekonomi keluarga Anak belajar memerlukan sarana-sarana yang kadang-kadang mahal.
Bila keadaan ekonomi keluarga tidak memungkinkan, kadang kala menjadi penghambat anak belajar. Namun bila keadaan
memungkinkan cukuplah sarana yang diperlukan anak, sehingga mereka dapat belajar dengan senang.
e. Latar belakang kebudayaan pendidikan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi
sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan- kebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar.
Menurut Winkel 1989:108, keadaan sosial-ekonomi menunjukkan pada taraf kemampuan finansial keluarga yang dapat bertaraf baik, cukup
atau kurang. Keadaan inilah tergantung sampai seberapa jauh keluarga dapat membekali siswa dengan perlengkapan material untuk belajar.
Keadaan sosial-kultur menunjukkan pada taraf kebudayaan yang dimiliki keluarga, yang dapat tinggi, tengah atau rendah. Dari keadaan ini
tergantung kemampuan bagi anak untuk berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orang tua dan anak, serta pandangan keluarga mengenai
pendidikan sekolah. Sebenarnya, yang penting di sini bukanlah keadaan itu sendiri, melainkan kondisi intern pada siswa yang timbul sebagai
akibat dari keadaan itu. Namun, akibat itu tidak harus timbul secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
otomatis atau dengan sendirinya. Sikap siswa sendiri terhadap keadaan itu, kerap menentukan apakah kondisi intern akan menguntungkan belajar atau
menghambatnya. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga dan
sikap anak dalam menanggapi lingkungannya dapat menentukan keberhasilan pendidikan yang ditempuh. Agar anak dapat berhasil dalam
pendidikannya, maka harus diperhatikan segala sesuatu yang dapat menunjang keberhasilan belajarnya.
2. Lingkungan Sekolah