Tabel X.
Hasil Evaluasi Ketepatan Peresepan Antibiotika dengan Metode Gyssens pada Pasien Diare di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul Yogyakara Periode April 2015 Sesuai Nomor Rekam Medis Kasus
Kategori Gyssens Jenis Antibiotika
Rekam Medis Kasus
Kategori 0 Siprofloksasin
Sefotaksim Metronidazol
3, 15, dan 22 9
27 dan 33 Kategori I
- -
Kategori IIA Metronidazol
26 Kategori IIB
- -
Kategori IIC Metronidazol
31 Kategori IIIA
- -
Kategori IIIB -
- Kategori IVA
Sefiksim Metronidazol
Seftriakson Azitromisin
Kotrimoksazol Koamoksiklav
Sefotaksim Ampisillin
Siprofloksasin 3
3, 16, dan 16 3, 5, 12, 16, 23, dan 34
12 16, 21, dan 23
16 17, 18, dan 30
26 dan 27 30,31, dan 33
Kategori IVB Levofloksasin
9 Kategori IVC
Siprofloksasin 22
Kategori IVD -
- Kategori V
Siprofloksasin Sefotaksim
Sefriakson Kotrimoksazol
Metronidazol Ampisillin
Sefiksim 1, 2, 7, 19, 20, dan 32
4, 6 dan 28 7, 8, 14, dan 24
8, 13, dan 14 11
10, 11 dan 25 29
Kategori VI -
-
Berikut ini disajikan evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien diare di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode
April 2015 secara lebih terperinci :
1. Data tidak lengkap kategori VI
Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa anamnesa, diagnosis yang tidak jelas, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga
informasi yang ada tidak lengkap. Tidak ditemukan peresepan antibiotika yang masuk dalam kategori ini, karena apabila terdapat data yang tidak
lengkap akan di eksklusikan. 2.
Tidak ada indikasi peresepan antibiotika kategori V
Antibiotika tanpa indikasi terjadi ketika antibiotika yang digunakan tidak diperlukan atau tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien, seperti
penggunaan antibiotika pada pasien yang tidak menunjukkan adanya tanda- tanda infeksi bakteri, atau penggunaan antibiotika pada pasien dengan infeksi
virus. Sesuai dengan hasil evaluasi dengan metode Gyssens ditemukan sebanyak 21 peresepan antibiotika tanpa indikasi kategori V, salah satunya
pada penggunaan siprofloksasin kasus 1. Pasien pada kasus 1 tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi bakteri atau
parasit. Hasil pemeriksaan darah pada semua pasien tersebut tidak menunjukkan adanya peningkatan nilai leukosit penanda infeksi bakteri,
dan monosit atau eosinofil penanda infeksi parasit Sutedjo, 2012. Hasil pemeriksaan feses secara makroskopis menunjukkan tidak adanya lendir
danatau darah, dan secara mikroskopis tidak adanya eritrosit dan leukosit dalam jumlah tinggi, serta tidak ada amoeba. Pemeriksaan serologi IgM
Salmonella menunjukkan hasil negatif. Hal-hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan pasien tersebut tidak memerlukan terapi antibiotika. Sesuai
dengan hasil evaluasi diatas, maka penggunaan siprofloksasin pada kasus 1
ini masuk kategori V tidak ada indikasi penggunaan antibiotika.
Selain peresepan siprofloksasin pada kasus 1, peresepan antibiotika tanpa indikasi juga ditemukan pada peresepan siprofloksasin kasus 2, 7, 19, 20,
dan 32, sefotaksim kasus 4, 6, dan 28, seftriakson kasus 7, 8, 14, dan 24, kotrimoksazol kasus 8, 13, dam 14, metronidazol kasus 11, ampisillin
kasus 10, 11, dan 25, dan sefiksim kasus 29. Menurut data rekam medis kasus-kasus tersebut, pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi bakteri
baik dari hasil pemeriksaan darah maupun pemeriksaan feses, sehingga tidak perlu diberikan terapi dengan antibiotika. Evaluasi lebih lengkap tercantum
pada lampiran.
3. Ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif kategori IVA