Bahan Penelitian Tempat Dan Waktu Penelitian Instrumen Penelitian Tata Cara Penelitian dan Analisis Data

Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, yang meliputi golongan dan jenis antibiotika, rute pemberian, dan durasi pemberian antibiotika. 4. Ketepatan peresepan antibiotika Evaluasi ketepatan peresepan antibiotika pada penelitian ini menggunakan bantuan diagram alir Gyssens. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan beberapa literatur utama seperti Barr Smith, 2014; DuPont, 2009; DuPont 2014; dan World Gastroenterology Organization 2012. 5. Analisis peresepan antibiotika dengan metode Gyssens pada penelitian ini dilakukan untuk setiap antibiotika yang diresepkan pada setiap pasien.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah seluruh rekam medis pasien diare di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode April 2015. Jumlah dan pemilihan rekam medis pada penelitian ini ditampilkan secara terperinci pada Gambar 2 di bawah ini : Gambar 2. Skema Pemilihan Bahan Penelitian Jumlah pasien diare selama bulan April 2015 sebanyak 170 pasien Rekam medis pasien yang ditemukan sebanyak 161 Rekam medis pasien yang menjalani rawat inap sebanyak 82 Eksklusi = 48 - Tidak menerima antibiotika = 36 - Pasien dengan penyakit penyerta = 12 Rekam medis yang digunakan dalam penelitian sebanyak 34

E. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Panembahan Senopati, Kabupaten Bantul, dan waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2015.

F. Instrumen Penelitian

1. Formulir pengambilan data yang memuat beberapa informasi yang tercantum pada rekam medis pasien. 2. Diagram alir Gyssens yang memuat skala Gyssens dari kategori 0-IV untuk mengklasifikasikan ketepatan peresepan antibiotika. 3. Literatur utama sebagai referensi untuk melakukan evaluasi, seperti Barr Smith 2014, DuPont 2009; DuPont 2014, dan World Gastroenterology Organization 2012.

G. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data

1. Tahap Perijinan Diawali dengan pencarian informasi mengenai teknis pengambilan bahan penelitian ke RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Dilanjutkan dengan permohonan perijinan untuk melakukan studi pendahuluan dan penelitian. 2. Studi pendahuluan Kegiatan yang dilakukan saat studi pendahuluan yaitu mencari informasi profil sepuluh besar penyakit infeksi pada pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2014. Hasil menunjukkan diare menduduki peringkat pertama. Hal inilah yang mendasari pemilihan kasus diare sebagai topik penelitian. Pada tahapan ini juga dilakukan observasi untuk mengetahui banyaknya pasien diare pada periode yang telah ditentukan. Observasi ini bertujuan untuk menentukan periode pengambilan data dan jumlah data yang akan digunakan dalam penelitian, selanjutnya dilakukan penyusunan proposal penelitian. 3. Seleksi dan pengambilan data Seleksi data dilakukan dengan menelusuri dan mengumpulkan seluruh rekam medis pasien diare periode April 2015. Seleksi rekam medis dilakukan dengan cara memilih rekam medis pasien yang menjalani rawat inap dan menerima terapi dengan antibiotika. Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika yang diresepkan oleh dokter yang tercantum dalam rekam medis pasien. 4. Penelusuran peta kuman dan wawancara dengan dokter. Peta kuman digunakan untuk mengidentifikasi pola resistensi bakteri terhadap antibiotika di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta selama bulan Januari – April 2015. Peta kuman ini juga digunakan untuk membantu mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika, dengan memberikan informasi mengenai jenis bakteri gram positif atau gram negatif yang masih sensitif atau sudah resisten terhadap antibiotika yang digunakan. Wawancara dengan dokter bertujuan untuk memastikan pedoman terapi yang digunakan oleh dokter. Hal ini terkait pedoman terapi dari RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang terbaru tahun 2006 dan didalamnya tidak memuat pedoman terapi diare karena infeksi. Wawancara hanya dapat dilakukan dengan dokter anak, sedangkan untuk dokter penyakit dalam tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu dan kesempatan. 5. Pengolahan data Sebelum dilakukan pengolahan data dilakukan pemeriksaan ulang untuk memastikan kelengkapan data yang diperoleh dari rekam medis pasien. Data kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menguraikan data rekam medis, untuk menggambarkan profil pasien diare dan pola peresepan antibiotika pada pasien diare di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode April 2015. Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi ketepatan peresepan antibiotika sesuai dengan alur Gyssens dan hasil evaluasi dikategorikan sesuai kriteria Gyssens, yang ditunjukkan dengan jumlah antibiotika yang diresepkan secara tepat atau kurang tepat. Proses evaluasi peresepan antibiotika dengan metode Gyssens adalah sebagai berikut : a. Bila data tidak lengkap berhenti di kategori VI. Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa anamnesa, diagnosis yang tidak jelas, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga informasi yang ada tidak lengkap. Antibiotika yang lolos kategori VI dilanjutkan dengan evaluasi kategori V. b. Bila tidak ada indikasi penggunaan antibiotika, berhenti di kategori V. Tidak adanya indikasi penggunaan antibiotika terjadi ketika pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi bakteri. Tanda-tanda infeksi bakteri tersebut dapat dilihat dari gejala, diagnosa, tanda-tanda vital pasien, dan hasil uji laboratorium yang dilakukan pemeriksaan darah dan feses. Adanya indikasi penggunaan antibiotika ketika pasien demam tinggi, peningkatan nilai leukosit, diare disertai dengan lendir danatau darah, adanya leukosit danatau eritrosit pada feses dalam jumlah yang tinggi, atau pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya amoeba atau bakteri tertentu jika dilakukan kultur bakteri. Kriteria lain perlunya pemberian antibiotika pada pasien diare juga tercantum pada hal 17 berdasarkan WGO 2012. Antibiotika yang lolos kategori V dilanjutkan dengan evaluasi kategori IV. c. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVA. Adanya antibiotika lain yang lebih efektif adalah pasien diberikan antibiotika yang bukan menjadi lini pertama pengobatan, atau antibiotika lini pertama yang digunakan tidak memberikan outcome yang baik. Daftar antibiotika lini pertama dan alternatifnya untuk terapi diare baik pada pasien dewasa dan anak-anak berdasarkan beberapa literatur seperti Barr Smith 2014, DuPont 2009, DuPont 2014, dan WGO 2012 yang tercantum pada hal 16 dan 17. d. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori IVB. Adanya antibiotika lain yang kurang toksik adalah adanya peresepan antibiotika yang kontraindikasi terhadap pasien, atau adanya interaksi dengan obat lain yang digunakan pasien yang dapat meningkatkan efek toksik obat-obat tersebut. Informasi mengenai kontraindikasi dan interaksi obat disini berdasarkan Drug Information Handbook Lacy, Amstrong, Goldman, and Lance, 2012 Antibiotika yang lolos kategori IVB dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVC. e. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, maka berhenti di kategori IVC. Ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah yaitu ketika pasien diberikan antibiotika dengan nama paten meskipun tersedia yang generik. Informasi mengenai harga antibiotika yang diberikan didasarkan pada daftar harga obat yang ada di apotek RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Antibiotika yang lolos kategori IVC dilanjutkan dengan evaluasi kategori IVD. f. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti di kategori IVD. Ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit yaitu ketika sudah diketahui bakteri penyebab diare secara pasti, namun antibiotika yang diberikan tidak atau kurang spesifik untuk bakteri penyebab diare tersebut. Antibiotika yang lolos kategori IVD dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIA. g. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori IIIA. Durasi pemberian antibiotika terlalu panjang yaitu durasi pemberian antibiotika empiris lebih dari durasi yang dianjurkan menurut Kemenkes 2011. Durasi pemberian antibiotika empiris menurut Kemenkes 2011 adalah selama 2-3 hari dan selanjutnya dilakukan evaluasi berdasarkan kultur bakteri, kondisi klinis, pemeriksaan labortaorium, dan data penunjang lainnya. Antibiotika empiris yang sudah digunakan lebih dari 2-3 hari namun belum memberikan outcome yang baik juga dapat dikategorikan durasi pemberian terlalu panjang. Antibiotika yang lolos kategori IIIA dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIIB. h. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIB. Durasi pemberian antibiotika terlalu singkat yaitu durasi pemberian antibiotika empiris kurang dari durasi yang dianjurkan menurut Kemenkes 2011. Antibiotika empiris yang digunakan kurang dari 2-3 hari juga dapat dikategorikan durasi pemberian terlalu singkat. Antibiotika yang lolos kategori IIIB dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIA. i. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIA. Dosis pemberian antibiotika yang tidak tepat terjadi ketika dosis yang diberikan terlalu tinggi ataupun terlalu rendah dari dosis yang dianjurkan menurut Drug Information Handbook Lacy, et al., 2012. Antibiotika yang lolos kategori IIA dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIB. j. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIB. Interval pemberian antibiotika yang tidak tepat terjadi ketika interval yang diberikan kurang ataupun lebih dari yang dianjurkan menurut Drug Information Handbook Lacy, et al., 2012. Antibiotika yang lolos kategori IIB dilanjutkan dengan evaluasi kategori IIC. k. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIC. Rute pemberian antibiotika tidak tepat terjadi ketika pasien masih memungkinkan diberikan antibiotika secara oral namun diberikan secara intravena, atau pasien yang muntah diberikan antibiotika secara oral tidak sesuai dengan kondisi klinis pasien. Pertimbangan pemberian antibiotika secara intravena ini berdasarkan National Health Service 2010. Antibiotika yang lolos kategori IIC dilanjutkan dengan evaluasi kategori I. l. Bila waktu pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori I. Waktu pemberian antibiotika dievaluasi berdasarkan waktu pemberian antibiotika setiap harinya. Antibiotika yang lolos kategori I dilanjutkan dengan evaluasi kategori 0. m. Bila antibiotika tidak masuk dalam kategori I-VI, antibiotika tersebut masuk kategori 0. 6. Penyajian hasil Hasil yang diperoleh diwujudkan dalam bentuk tabel dan gambar yang disertai dengan pembahasannya. Hasil tersebut meliputi profil pasien diare, pola peresepan antibiotika, dan evaluasi peresepan antibiotika yang diberikan pada pasien diare di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang telah dievaluasi dengan metode Gyssens.

H. Keterbatasan Penelitian

Dokumen yang terkait

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 1 50

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode gyssens pada pasien leptospirosis di RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Januari-Mei 2015.

1 10 242

Evaluasi interaksi penggunaan obat hipoglikemi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

0 1 92

Evaluasi peresepan antibiotika profilaksis dengan metode gyssens pada pasien yang menjalani operasi sesar pada Bulan April 2015 di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

2 21 186

Evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

0 4 109

Evaluasi peresepan antibiotika dengan metode gyssens pada pasien infeksi sepsis neonatal periode Maret-April 2015 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

0 7 188

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

1 6 117

Evaluasi kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien anak dengan demam tifoid berdasarkan kriteria Gyssens di Instalasi Rawat Inap Rsud Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Januari-Desember 2013.

2 8 201

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien gagal ginjal kronik di instalasi rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013.

7 45 147

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul

0 0 48