m. Bila antibiotika tidak masuk dalam kategori I-VI, antibiotika tersebut
masuk kategori 0. 6.
Penyajian hasil Hasil yang diperoleh diwujudkan dalam bentuk tabel dan gambar
yang disertai dengan pembahasannya. Hasil tersebut meliputi profil pasien diare, pola peresepan antibiotika, dan evaluasi peresepan antibiotika yang
diberikan pada pasien diare di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta yang telah dievaluasi dengan metode
Gyssens.
H. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain : 1.
Terdapat kesulitan pada penelitian dengan menggunakan rekam medis pasien yang bersifat retrospektif, yaitu masalah kelengkapan rekam medis
yang digunakan sebagai bahan penelitian. 2.
Metode Gyssens yang digunakan dalam penelitian ini sendiri memiliki beberapa kekurangan, antara lain :
a. Tidak selalu dapat menghubungkan antara kondisi pasien dengan
diagnosis dan outcome terapi yang diberikan, karena hanya didasarkan pada beberapa literatur saja. Sebagai contoh terdapat beberapa kasus
penggunaan antibiotika yang tidak menggunakan lini pertama pengobatan yang disarankan, namun terapi tersebut justru memberikan
outcome yang baik.
b. Metode Gyssens lebih cocok digunakan untuk penelitian prospektif,
sehingga kondisi pasien dapat dipantau setiap harinya untuk menilai efektifitas terapi antibiotika yang digunakan.
c. Metode Gyssens kurang cocok digunakan untuk evaluasi peresepan
antibiotika yang diberikan secara kombinasi dengan antibiotika lain, karena evaluasi antibiotika dilakukan per satuan peresepan bukan
menilai ketepatan kombinasi antibiotika yang digunakan. Metode yang dapat digunakan untuk menilai ketepatan peresepan antibiotika secara
kombinasi adalah Drug Related Problem DRP, namun metode ini tidak spesifik untuk mengevaluasi peresepan antibiotika.
3. Adanya beberapa data atau kelengkapan penelitian lain yang dapat
menunjang hasil penelitian namun tidak dapat diakses oleh peneliti. Seperti Standar Pelayanan Medis SPM yang baru selesai disusun oleh
pihak komite medis rumah sakit. 4.
Keterbatasan waktu dan kesempatan peneliti untuk melakukan wawancara dengan dokter. Wawancara dilakukan untuk mengkonfirmasi dan
mendapatkan beberapa informasi tambahan terkait dengan pemberian antibiotika pada pasien diare, sehingga proses analisis hanya dapat
dilakukan berdasarkan sumber yang diacu. 5.
Tidak ada pedoman terapi antibiotika untuk diare non spesifik, tidak dilakukannya kultur bakteri, dan tidak adanya informasi mengenai bakteri
apa yang paling banyak menjadi penyebab diare di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Adanya keterbatasan tersebut membuat
penilaian ketepatan peresepan antibiotika yang diberikan pada pasien hanya didasarkan pada gejala klinis, diagnosa, hasil pemeriksaan
laboratorium darah dan feses, dan data penunjang yang lainnya.
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN