Sistem Penangkapan Nelayan di Kelurahan Kamal Muara Kecamatan

51 sejenisnya dari berbagai profesi yang dapat memberikan penghasilan tetap dan merupakan asset yang besar bagi sejumlah orang. Khususnya sebagian masyarakat Kamal Muara berprofesi sebagai nelayan, yang mencari penghasilan dilaut. Hasil tangkapan laut bias didapat melalui beberapa metode pertama melalui pertambakan kerang hijau yang menggunakan bamboo dan tali, dan kedua melalui tangkapan yang diperoleh dengan cara menggunakan perahu. Penulis terlebih dahulu menjelaskan tntang hasil tangkapan melalui pertambakan, tambak adalah kolam buatan, biasanya didaerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan akuakultur. Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Jenis hewan air yang diperoleh melalui pertambakan di Kamal Muara adalah kerang hijau, dengan menggunakan alat sederhana yaitu bamboo dan tali. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak H. Lala, beliau adalah seorang yang mempunyai pertambakan kerang hijau di Kamal Muara, beliau mempunyai beberapa ternak pertambakan kerang hijau, yang setiap kali panen 5 bulan sekali, penghasilan yang di dapat dalam 1 bulan mencapai 60 juta. 4 Selanjutnya H. Ile beliau juga mempunyai beberapa pertambakan kerang hijau yang penghasilanya dalam satu bulan mencapai 20 sampai 30 juta. Hanya dengan menggunakan modal awal 3 sampai 4 juta. 5 Selanjutnya penjelasan mengenai hasil tangkapan laut yang dilakukan oleh paranelayan di Kamal Muara, dari hasil penelitian penulis terhadap para nelayan 4 WawancaradenganBapak H. Lalatgl 20 September 2015 5 WawancaradenganBapak H. Ile tgl 20 September 2015 52 Kamal Muara, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Boy, selaku juragan pemilik perahu yang mempunyai beberapa anak buah, beliau memaparkan bahwa modal awal yang dikeluarkan untuk biaya melaut yaitu Rp. 1.055.000,-yang digunakan untuk beberapa keperluan yang ingin dibeli, seperti solar, es balok, dan lain sebagainya. Dengan membawa peralatan sederhana seperti jala, jaring, dan lainlain. Keuntungan bersih yang didapat oleh Bapak Boy selaku juragan pemilikperahu dalam sehari sebesar Rp. 70.000 itu sudah bersih dan sudah termasuk memberi upah kepada anak buahnya. 6 Lain lagi menurut Bapak Sana selaku pemilik perahu, dan mempunyai beberapa awak kapal, yang berkontribusi kepada beliau sebesar Rp.200.000 per-orang sebagai ganti bahan bakar perahu. Modal awalnya sebesar Rp.1.000.000. Berbeda dengan Bapak Boy yang setiap harinya pulang dalam melaut, kalau Bapak Sana dan para awak kapalnya menempuh perjalan selama tiga hari, dengan tujuan dari pulau satu kepulau yang lain, beliau berangkat melaut delapan kali dalam satu bulan. Pendapatan kotor yang didapat oleh Bapak Sana sebesar Rp. 1.000.000,- dari pendapatan kotor tersebut, beliau membagi hasilnya menjadi tiga, dua untuk para awak kapal, dan yang satu untuk beliau sendiri, dikarenakan perahu ini milik Bapak sana, jadi beliaulah yang mendapatkan bagian terbesar dari hasil tangkapannya dilaut, dengan kisaran jumlah pendapatan bersih yang beliau terima yaitu Rp.500.000,- per tiga hari. 7 6 WawancaradenganBapak Boy tgl 25 September 2015 7 WawancaradenganBapak Sana tgl 25 September 2015 53

BAB IV ANALISIS ZAKAT HASIL TANGKAPAN LAUT DI KELURAHAN KAMAL

MUARA KECAMATAN PENJARINGAN JAKARTA UTARA

A. Analisis Hukum Islam TentangZakat Hasil Tangkapan Laut

Zakat secara harfiah berarti berkembang, kesucian, pengembangan, pembersih dan berkah bagi manusia, dikatakan bahwa tanaman dianggap berkembang jika telihat segar. Harta akan berkembang jika diberkati oleh Allah SWT. Sedangkan secara istilah zakat adalah: “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT. menyerahkan kepada orang- orang yang berhak”. 1 Menurut Yusuf Al-Qardhawi, zakat juga bisa berarti mengeluarkan jumlah harta tertentu itu sendiri atau perbuatan seseorang untuk mengeluarkan hak wajib dari harta itu sendiri dan bagian tertentu yang dikeluarkan dari harta itupun dinamakan zakat. 2 Dengan demikian, perintah untuk mengeluarkan zakat bukan hanya pada zakat hewan, tanaman, emas, dan perak, ataupun pada perdagangan. Akan tetapi, zakat mencakup semua harta kekayaan yang dihasilkan dengan usaha profesi dan usaha dari produk pembibitan hewan karena tujuan utama dari zakat itu sendiri adalah memenuhi kebutuhan orang-orang fakir. 3 Hal ini berdasarkan firman Allah yang berbunyi: 1 M. Baghir Al-Habsyi, Fiqh Praktis: Menurut al-Q ur’an, as-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama Bandung: Mizan Media Utama, 2002, hlm. 3. 2 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh az-Zakah Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1969, hlm. 37. 3 Yusuf al-Qardhawi, Musykilatul Faqr Wakaifa ‘Alajaha, diterj. Maimun Syamsudin dan Wahid Hasan, Teologi Kemiskinan Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002, hlm. 133.                                 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”QS Al-Baqarah: 267 Menurut Saikh Sulaiman al-Ujaili kata “anfiqu” yang berasal dari kata infaq, yang maksudnya adalah zakat, dan kata “ma kasabtum” maksudnya adalah emas, perak, harta dagangan dan binatang ternak, jadi ayat diatas secara tekstual menegaskan bahwa empat macam harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan Syaikh Khozin memberikan suatu pendapat bahwa secara tekstual dan melihat keumumannya, ayat diatas menjelaskan tentang kewajiban zakat dari semua hasil bumi dalam jumlah berapapun, namun menurut Imam Syafi’i ayat diatas masih di takhshish di khususkan oleh hadits atau yang lain, sehingga menurut beliau hasil bumi yang wajib di zakati hanyalah biji-bijian yang bisa dijadikan makanan pokok serta buah anggur dan korma, yang semuanya harus sudah mencapai kadar satu nishab. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ayat diatas menurut beliau dibiarkan dalam keumumannya tidak di takhshish sehingga semua hasil bumi dalam jumlah