Amil Muallaf Syarat Wajib dan Rukun Zakat dalam Islam

26 besar dari bagian orang Islam sendiri. Gunanya ialah untuk membujuk dan menjinakkan hati mereka, agar mereka berniat masuk agama Islam. Sebagian ulama berpendapat, bahwa muallaf itu sendiri dari kaum Yahudi dan Nasrani yang telah memeluk Islam.Sebagiannya pula berpendapat, terdiri dari kepala-kepala orang-orang musyrik yang mempunyai pengaruh dan pengikut yang banyak.Kepada mereka diberikan zakat, agar mereka memeluk Islam, dan dengan itu ikut serta pula pengikut mereka yang banyak itu. Rasulullah SAW. pernah memberikan harta yang banyak kepada mereka seperti Abu Sufyan bin Harb, Haris bin Hisyam, Suhail bin Amru, Huwaitib bin Abdul Uzza, masing-masingnya mendapat 100 ekor unta. Apakah golongan muallaf itu masih didapati sampai akhir zaman? Umar bin Khattab, Hasan, Sya’bi berkata, sudah habis masa muallaf itu, karena Islam telah menjadi kuat. Demikian pendapat yang kuat dalam mazhab Malik dan ahli rakyu.Menurut keterangan sebagian ulama dari kalangan Hanafiah, para sahabat telah ijmak mengatakan sebagaimana yang dikatakan Umar itu.Berkata jumhur ulama, bagian mereka tetap ada, karena kadang-kadang imam merasa perlu untuk membujuk mereka ke dalam Islam, seperti biaya dan perbelanjaan dakwah Islam yang amat diperlukan, istimewa pada masa sekarang ini. Kalau kita perhatikan alasan Umar yang menghentikan bagian golongan muallaf itu karena katanya Islam itu telah kuat, maka dengan alasannya itu juga, jika 27 Islam itu masih lemah atau telah lemah, tentu bagian mereka itu akan diperoleh kembali, karena umat perlu akan yang demikian itu. 36

5. Riqab

Riqab adalah pembebasan budak dan usaha menghilangkan segala bentuk perbudakan. 37 Dalam kajian fikih klasik yang dimaksud dengan para budak, dalam hal ini jumhur ulama, adalah perjanjian seorang muslim budak belian untuk bekerja dan mengabdi kepada majikannya, dimana pengabdian tersebut dapat dibebaskan bila si budak belian memenuhi kewajiban pembayaran sejumlah uang, namun si budak belian tersebut tidak memiliki kecukupan materi untuk membayar tebusan atas dirinya tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memberikan zakat kepada orang itu agar dapat memerdekakan diri mereka sendiri. 38 Menurut Mawardi dalam kitabnya Ahkam Al-Sulthaniyah yang telah ditafsirkan, melihat kondisi sekarang ini tidak terdapatnya lagi budak-budak yang mesti dimerdekakan, karena perbudakan itu telah dihapuskan, tentulah untuk sementara bagiannya itu ditiadakan, tapi tidak berarti dihapuskan sama sekali. Karena andaikata perbudakan itu timbul pula kembali, maka dengan sendirinya bagian itu akan ada pula. 39 36 Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Jakarta: Kencana, 2006, cet. Ke-1,hlm. 494-495. 37 Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 51 Tahun 2006, pasal 1, Ayat 24. 38 M. Arief Mufraini, Akutansi dan Manajemen Zakat:Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, hlm. 200. 39 Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam,Jakarta: Kencana, 2006, cet. Ke-1,hlm. 495-496. 28 Mengingat golongan ini sekarang tidak ada lagi, maka kuota zakat mereka dialihkan ke golongan mustahiq lain menurut pendapat mayoritas ulama fikih jumhur. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa golongan ini masih ada, yaitu para tentara muslim yang menjadi tawanan. 6. Gharimin Gharimin adalah orang-orang yang mempunyai hutang dan sulit untuk membayarnya. 40 Orang yang berhutang berhak menerima bagian zakat golongan ini adalah: Orang yang berhutang untuk kepentingan pribadi yang tidak bisa dihindarkan, dengan syarat-syarat sebagai berikut: 41 a. Utang itu tidak timbul karena kemaksiatan. b. Utang itu melilit pelakunya. c. Sudah tidak sanggup lagi melunasi utangnya. d. Utang itu sudah jatuh tempo, atau sudah harus dilunasi ketika zakat itu diberikan kepada orang yang berhutang. Untuk konteks kemaslahatan, tegas masdar perlu definisi kekinian atas konteks gharim yaitu tidak hanya dinisbahkan pada hutang perorangan atau kepailitan 40 Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah ZakatSolo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008, hlm. 179. 41 Hikmat Kurnia, Ade Hidayat, Panduan Pintar Zakat Jakarta: Qultum Media, 2008, hlm. 147.