Teori Performa Komunikatif LANDASAN TEORI

yang heterogen didalamnya memiliki peran yang nyata dalam menyumbangkan sebuah ide guna membentuk sebuah makna bersama. 2 Untuk melihat jaring-jaring yang dibentuk oleh individu dalam sebuah organisasi, hal yang perlu diperhatikan yaitu performa komunikatif. Menurut Pacanowsky dan O‟Donnell Trujillo, performa merupakan metafora yang menggambarkan proses simbolik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Aspek citra dan agenda kerja merupakan hal yang tak dapat dipisahkan dari performa. 3 Dalam penggunaannya, performa komunikatif terbagi menjadi beberapa poin, diantaranya 4 : 1. Performa Ritual Sebuah performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan terjadi berulang di sebuah organisasi. Performa ritual sendiri terbagi atas empat jenis, yaitu : Pertama, ritual personal yakni mencakup semua hal yang yang dilakukan seseorang secara rutin. Kedua, ritual tugas yakni perilaku rutin yang dikaitkan dengan pekerjaan seseorang untuk membantu menyelesaikan tugas. Ketiga, ritual sosial yakni rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interaksi dengan orang lain. Keempat, ritual organisasi yakni sebuah jenis kegiatan yang diikuti oleh seluruh kelompok kerja dalam sebuah organisasi secara teratur. 2 Morissan,Teori Komunikasi Organisasi, h. 102 3 Gun Gun Heryanto, Dinamika Komunikasi Politik, Jakarta: PT Lasswell Visitama, 2011, h. 152 4 Richard West dan Lynn Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, Jakarta: Salemba Humanika,2009, h. 325-327 2. Performa Hasrat Rangkaian cerita atau kisah-kisah mengenai organisasi yang sering kali diceritakan secara antusias oleh para anggota organisasi dengan orang lain. Dalam hal ini, anggota sebuah organisasi menceritakan hal-hal yang menarik dalam organisasinya kepada orang lain. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kesan baik pada suatu organisasi. 3. Performa Sosial Perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja sama di antara anggota organisasi. Biasanya performa ini dilakukan untuk meningkatkan kerja sama antar sesama anggota organisasi. Sebagai contoh, menerapkan budaya menyapa antar sesama anggota organisasi agar terjalin kesan keakraban. 4. Performa Politis Perilaku organisasi yang mendemostrasikan kekuasaan atau kontrol. Biasanya performa jenis ini memiliki sebuah tujuan untuk memengaruhi orang lain. Selain itu, performa ini secara khusus melibatkan tidakan yang dirancang untuk memosisikan seseorang dengan cara-cara tertentu dalam organisasi karena alasan politis. Biasanya ketika anggota organisasi melakukan performa politik maka mereka pada daasarnya menunjukan keinginan untuk mempengaruhi anggota lain. Hal ini biasanya terjadi akibat adanya rasa ketidakpuasaan pada sebuah keadaan. 5. Performa Enkulturasi Perilaku organisasi yang membantu anggota dalam menemukan makna menjadi anggota sebuah organisasi. Pada performa yang satu ini sebuah proses pengajaran budaya organisasi oleh salah satu anggota organisasi kepada anggota lain menjadi prioritas utama. Teori yang dipaparkan oleh Pacanowsky dan Trujilo diatas merupakan teori yang digunakan untuk melihat bagaimana proses komunikasi yang dilakukan dalam sebuah organisasi agar dapat tetap terjaga kesolidan dan membangun kerjasama antar sesama anggota organisasi.

B. Konseptualisasi Hiperealitas

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hiper memiliki arti “di atas, berl ebihan, di luar atau terlampau”. 5 Istilah hiper-realitas media hyper-reality of media digunakan oleh Jean Baudrillard untuk menjelaskan perekayasaan dalam pengertian distorsi makna di dalam media. Hiperealitas media menciptakan sebuah kondisi yang sedemikian rupa, sehingga di dalamnya seluruhnya dianggap lebih nyata daripada kenyataan; kepalsuan dianggap lebih benar daripada kebenaran; isu lebih dipercaya ketimbang informasi; rumor dianggap lebih benar ketimbang kebenaran. 6 Perkembangan hiperealitas tak telepas dari peran teknologi. Jika dilihat dari penguasaan teknologinya, media merupakan salah salah satu aktor penting dalam pembentukan hiperealitas, khususnya bagi pembentukan citra. Hal ini dapat terlihat saat jelang pemilu. Para peserta pemilu berusaha membentuk citra dihadapan publik untuk menarik simpatik massa. Para elit politik mengkontruksikan sebuah peristiwa negatif di massa lalu dan digantikan oleh 5 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika : Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Bandung : Jalasutra,2004, h. 49 6 Yasraf Amir Piliang, Post Realitas; Realitas Kebudayaan dalam Era Post-Metafisika, Yogyakarta:Jalasutra, 2004, h. 75 peristiwa positif dihadapan khalayak. Sehingga persepsi masyarakat dalam proses stimulus akan pandangan seorang elit politik menjadi kabur. Baudrillard dalam simulations, menjelaskan bahwa penciptaan model-model kenyataan yang tanpa asal-usul atau referensi realitas. Dalam konteks media, simulasi adalah penciptaan realitas media yang tidak lagi mengacu pada realitas dunia nyata sebagai referensinya, sehingga realitas kedua yang referensinya adalah dirinya sendiri, yang disebut simulacrum simulacrum. 7 Secara sederhana dinyatakan, bahwa sebuah simulasi seakan-akan nyata, sedangkan realitas seakan- akan hanya sebuah representasi atau simulasi semata. Dalam pembentukan sebuah citra dihadapan khlayak, biasanya para elit politik mempergunakan tiga cara, yaitu 8 : 1. Pemilihan Biner Pemilihan Biner merupakan tahap awal yang digunakan oleh elit politik menekankan penggunaan bahasa dalam menghantarkan makna untuk menstrukturkan sebuah realitas. 2. Simulasi Realitas Simulasi realitas merupakan sebuah tindakan yang bertujuan membentuk persepsi yang cenderung palsu. Pada simulasi realitas, pembentukan citra hiperealitas memiliki dua sifat dominan, yaitu : a. Reality by proxy Sebuah keadaan dimana seseorang secara sadar tidak mampu membedakan antara realitas dan fantasi. Biasanya elit politik 7 Yasraf Amir Piliang, Post Realitas; Realitas Kebudayaan dalam Era Post-Metafisika, h. 76 8 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, Jakarta: PT Lasswell Visitama,2010, h. 49-53