Konseptualisasi Citra LANDASAN TEORI

dapat membentuk opini publik. Dalam pembentukan sebuah citra politik tak terlepas dari peran media dan para komunikator politikus. Media merupakan alat yang digunakan untuk menyebarluaskan pesan politik yang disampaikan oleh komunikator. Sementara peran dari komunikator politikus ialah berusaha menciptakan citra melalui komunikasi politik dengan tujuan memperoleh dukungan publik. Penggunaan media merupakan alat yang terpenting. Kecanggihan peralatan yang dimiliki oleh media memberikan kemudahan dalam pencitraan. Mohammad Sobary menyatakan bahwa IPTEK dapat membuat seseorang tampak lebih unggul dari yang lain. Dalam hal ini media sebagai alat komunikasi mampu memanipulasi jiwa dan perilaku manusia sesuai kehendak pemesan. Ilmu manipulatif ini dapat membuat seorang tokoh yang otoriter menjadi seolah-olah begitu demokrasi dan peduli terhadap kemanusiaan. 12 Dalam kacamata ilmu komunikasi modern, media tidak saja berfungsi sebagai mediator penyampaian berita, tetapi sebagai sarana pembentukan citra politik. 13 Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Hal ini terlihat dari pemilahan isu-isu yang ditampilkan pada khalayak. Media massa memasukkan perhatian terhadap isu-isu tertentu. Seluruh hal tersebut tak terlepas dari peran pemilik dan orang yang berpengaruh dalam pembentukan berita pada sebuah media. 12 Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, h. 274-275 13 Alfan, Alfian, Menjadi Pemimpin Politik, h. 278

D. Analisis Wacana

1. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana merupakan salah satu metode penelitian yang bersinggungan dengan pemakaian bahasa. Secara strukturnya, sebuah wacana terbentuk tidak hanya melalui deretan kata ataupun kalimat saja. Unsur kesatuan dan kepaduan kalimat merupakan hal terpenting dalam pembutan sebuah wacana. Sebagian besar wacana yang terbentuk menyimpan sebuah makna tertentu. Oleh karena itu, ilmu kebahasaan merupakan hal yang terpenting untuk mengungkapkan makna dibalik sebuah wacana. Istilah wacana saat ini berasal dari bahasa Latin yaitu kata discursus yang berarti “lari kian-kemari”. Secara sederhana, wacana ialah cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. 14 Menurut Samsuri, wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri dari seperangkat kalimat yang memiliki kesinambungan dengan kalimat lainnya. 15 Berdasarkan dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa wacana ialah seperangkat kalimat yang tersusun mengenai sebuah peristiwa dengan memperhatikan aspek kesatuan dan kepaduan tata bahasa yang dipublikasikan kepada khalayak sehingga memberikan pemahaman tertentu. 14 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2012, h. 11 15 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 10 Bahasa merupakan aspek utama dalam analisis wacana. Beragam pandangan mengenai makna bahasa pun disampaikan oleh beberapa kaum, seperti 16 : a. Positivis Pada pandangan ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa adanya kendala atau distorsi, selama ia dinyatakan menggunakan pengalaman empiris dan logis. b. Konstruktivis Pada pandangan ini, dipengaruhi oleh pikiran fenomenologi. Bahasa tidak hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampainya. Dalam pandangan ini, subjek sebagai aktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan- hubungan sosialnya. Bahasa dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan. c. Kritis Pada pandangan ini, bahasa tidak dipahami sebagai medium yang netral melainkan sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategis di dalamnya. Dengan demikian wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai representasi yang terdapat dalam masyarakat. 16 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 4-6