Bahasa merupakan aspek utama dalam analisis wacana. Beragam pandangan mengenai makna bahasa pun disampaikan oleh beberapa kaum,
seperti
16
: a.
Positivis Pada pandangan ini, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia
dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa adanya
kendala atau distorsi, selama ia dinyatakan menggunakan pengalaman empiris dan logis.
b. Konstruktivis
Pada pandangan ini, dipengaruhi oleh pikiran fenomenologi. Bahasa tidak hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan
yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampainya. Dalam pandangan ini, subjek sebagai aktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-
hubungan sosialnya. Bahasa dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan.
c. Kritis
Pada pandangan ini, bahasa tidak dipahami sebagai medium yang netral melainkan sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek
tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategis di dalamnya. Dengan demikian wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan
kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai representasi yang terdapat dalam masyarakat.
16
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 4-6
Dalam perkembangannya, analisis wacana pun mengerucut menjadi analisis wacana kritis. Para teorektikus kritis, memusatkan perhatiannya pada
bagaimana kekuasaan, penindasan dan hak istimewa dihadirkan pada sebuah wacana.
17
Analisis wacana kritis merupakan sebuah kajian yang membahas mengenai struktur kalimat yang dipengaruhi oleh adanya kekuatan proses
produksi dan faktor luar produksi. Dalam hal ini wacana diumpamakan sebagai representasi dalam membentuk subjek tertentu pada sebuah peristiwa.
Pendekatan utama analisis wacana kritis ialah praktik kekuasaan. Pada kajiannya, sebuah wacana dipandang sebagai pesan yang dibentuk atas
dominasi kelompok tertentu. Sebuah wacana terbentuk memiliki sebuah tujuan tertentu yaitu mempengaruhi khalayak dengan merepresentasikan sebuah
peristiwa.
2. Analisis Wacana Norman Fairclough
Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis memperlihatkan bagaimana penggunaaan bahasa, baik dalam lisan maupun tulisan sebagai
bentuk praktik sosial.
18
Disini, bahasa dapat dilihat sebagai sebuah alat pengungkapan makna yang secara tersirat. Pengungkapan tersebut dapat
terlihat dari permainan kata yang digunakan, koherensi kalimat satu dengan yang lain, serta pemilihan narasumber.
Dalam kajian analisis wacana, Fairclough memperkenalkan model analisis wacana yang disebut sebagai model tiga dimensi. Tiga dimensi tersebut dapat
menerangkan mengenai; Pertama, deskripsi dari teks, dimana adanya
17
Stanley J Baran dan Dennis K Devis, Teori Komunikasi Massa Edisi 5, Jakarta: Salemba Humanika, 2010, h. 16
18
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 8
keterkaitan antara intpretasi dari proses hubungan dengan teks. Kedua, interpretasi ; yang bertujuan ingin melihat kaidah-kaidah apa yang digunakan
dalam pembetukan sebauh wacana. Ketiga, penjelas; yang bertujuan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan proses produksi dengan konteks sosialnya
dalam pembuatan sebuah wacana.
19
Sehingga bila dilukiskan kerangka penelitian yang harus dilakukan oleh peneliti untuk menggunakan analisis wacana Fairclough ini sebagai berikut :
Tabel 2 Kerangka Analisis
20
Tingkatan Metode
Teks Critical Linguistic
Discourse Practice Wawancara mendalam dengan bagian
redaksional Sociocultural Practice
Studi pustaka a.
Teks Pada tahap ini sebuah teks dipandang tidak hanya menunjukkan
bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antar objek didefinisikan.
21
Pada dimensi teks, yang dikaji ialah analisis linguistik, melihat kosakata, semantik, tata kalimat, koherensi, kohesivitas, bagaimana
antarkata atau kalimat tersebut digabungkan sehingga membentuk pengertian
tertentu. Analisis teks terdiri dari tiga unsur, yaitu:
1 Representasi adalah bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi
keadaan atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
19
Norman Fairclough, Kesadaran Bahasa Kritis, Semarang : IKIP Semarang Press, 1995, h. 12-13
20
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 326
21
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 261
2 Relasi adalah bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak dan
partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks. Pada tahap ini, sisi kedekatan dari media dengan pihak tertentu melalui teks.
3 Identitas adalah bagaimana identitas wartawan ditampilkan dan
digambarkan dalam teks pemberitaan. Pada tahap ini, dapat terlihat bagaimana wartawan menempatkan posisinya.
Dalam tahap teks, Fairclough juga menyisipkan gagasan mengenai intertekstualitas dalam sebuah wacana. Intertekstualitas ialah sebuah istilah
dimana teks dan ungkapan dibentuk oleh teks yang datang sebelumnya, saling menanggapi dan salah satu bagian dari teks tersebut mengantisipasi lainnya.
22
Interstektualitas digunakan untuk menghadirkan bagaimana wartawan menghadapi beragam pendapat dari banyak pihak dan dihadapkan oleh
pendapatnya sendiri yang ditampilkan dalam teks berita. Intertekstualitas dalam berita dapat diketahui dari pengutipan sumber berita atau narasumber
dalam berita. b.
Discourse Practice Discourse Practice ialah memusatkan perhatian pada bagaimana produksi
dan konsumsi teks. Hal ini berkaitan dengan praktik produksi sebuah teks berita di media. Selain itu berkaitan dengan bagaimana teks tersebut
dikonsumsi oleh khalayak. Untuk mengetahui itu semua, terdapat tiga faktor penting. Pertama, dari sisi individu wartawan itu sendiri. Kedua, bagaimana
hubungan antara wartawan dengan dengan struktur organisasi media yang lain
22
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 305
team redaksi. Ketiga, praktik kerja, mulai dari pencarian berita, penulisan, editing hingga dipublikasikan.
c. Sociocultural Practice
Sociocultural Practice didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam
media. Oleh karena itu, pada analisis ini ruang redaksi maupun wartawan bukanlah kotak kosong yang steril melainkann ditentukan oleh faktor luar di
luar dirinya. Dalam hal ini, Fairclough membuat tiga level socialcultural practice,
yaitu; Pertama, situasional yaitu sebuah teks terlahir karena adanya situasi tertentu, sehingga teks tersebut berbeda dari yang lain. Kedua, instituasional
yaitu sebuah teks terlahir dipengaruhi adanya peran institusi organisasi. Institusi ini biasanya berasal dari dalam diri media sendiri atau faktor eksternal
media. Ketiga, sosial yaitu sebuah teks terlahir karena adanya perubahan sosial masyarakat setempat.
23
E. Media Online
Diabad informasi saat ini, disinyalir sebagai era perkembangan media online. Kepraktisan merupakan salah satu sifat yang menjadikan media online sebagai
komoditi utama bagi masyarakat dalam memperoleh informasi saat ini. Menurut John M Echols dan Hasan Sadily dalam Kamus Inggris Indonesia, menyatakan
23
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 322
kata online terdiri atas dua suku kata, yakni on dan line. On berarti sedang berlangsung. Sementara line mengandung arti garis, barisan, saluran.
24
Media online adalah salah satu saluran informasi yang disebarluaskan melalui internet. Awalnya banyak yang mengira media online merupakan bagian dari
media elektronik, namun para pakar memisahkan. Alasannya ialah dalam media online terdapat penggabungan antara media cetak dan media elektronik.
25
Walaupun kehadirannya belum terlalu lama, media online tergolong memiliki pertumbuhan yang spektakuler. Bahkan sebagian besar masyarakat saat ini lebih
menggemari media online. Menurut John Vivian, keberadaan media baru seperti internet ini dapat melampaui penyebaran pesan melalui media tradisional. Hal ini
dikaitkan dengan sifat internet yang dapat berinteraksi secara real time tanpa mengidahkan jarak.
26
Adapun beberapa keunggulan media online, diantaranya adalah
27
: 1.
Media online merupakan salah satu jenis media yang memiliki sifat yang khas. Kekhasan tersebut terletak pada penggunaan teknologi yang bersifat
up to date, real time, dan praktis. 2.
Tak hanya menggunakan komputer, laptop yang telah terpasang internet saja, melainkan melaui ponsel pun kita dapat mengakses informasi yang
dibutuhkan. 3.
Pembaca media online dapat memberikan tanggapan secara langsung terhadap berita-berita yang disajikan dengan mengetik di kolom yang telah
disajikan, tanpa harus mengirim surat pembaca pada redaksi.
24
John M Echols dan Hasan Sadily,Kamus Inggris Indonesia,Jakarta: Gramedia,2005, h. 404
25
Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, Bogor :Ghalia Indonesia, 2010, h. 32-33
26
Rulli Nasrullah, Cyber Media, Yogyakarta: Idea Press, 2013, h. 17
27
Zaenuddin, HM, The Journalist, h. 7-8