HIV serta upaya pencegahannya, namun sayangnya masih banyak “missinformation” atau bahkan mitos.
5.4.2. Sikap
Dari uji statistik yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV 0,250 di Lokalisasi
Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir. Satoto 2001 mengemukakan bahwa pengetahuan dan pemahaman seseorang
tentang sesuatu hal akan berpengaruh terhadap sikap, dan sikap tersebut selanjutnya mempengaruhi adanya niat seseorang untuk melakukan tindakan atau berperilaku.
Dalam hal ini, PSK dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi cenderung mampu bersikap lebih hati-hati dalam melakukan hubungan seksual dan tindakan pencegahan
penularan sifilis dan infeksi HIV. Surveilans penyakit sifilis dan infeksi HIV di Lokalisasi Perbatasan
Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir harus terus dilaksanakan. Adanya kasus sifilis dan infeksi HIV ditambah lagi dengan tingkat mobilitas yang
tinggi dan masih jarangnya penggunaan kondom sebagai upaya pencegahan penularan sifilis dan infeksi HIV merupakan hal yang harus diwaspadai terhadap
kemungkinan terjadinya penularan sifilis dan infeksi HIV pada PSK di Lokalisasi Perbatasan Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir.
Penularan sifilis dan HIV yang paling menonjol adalah melalui hubungan seksual promiskuitas. La Pona mengungkapkan 1998 bahwa prostitusi memberikan
kontribusi besar dalam penularan infeksi HIV, yaitu 49,8 dari seluruh kasus.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan kasus sifilis dan HIV dari waktu ke waktu dan masih jarangnya upaya pencegahan memungkinkan terjadinya penularan sifilis dan infeksi HIV terutama
di kelompok risiko tinggi. Apabila kasus sifilis dan HIV tersebut tidak selalu dimonitoring, maka akan terjadi penularan berantai dimulai dari PSK, pelanggan PSK
dan merambah luas ke masyarakat umum.
5.4.3. Tindakan
Dari hasil uji statistik diperoleh bahwa hanya tindakan yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian penyakit sifilis dan HIV p=0,018 dan nilai
Spearman-Correlation sebesar 0,259 menunjukkan bahwa korelasi dapat diklasifikasikan ke dalam berkorelasi yang rendah. Hal ini dapat saja terjadi dengan
kemungkinan penderita HIV masih pada periode jendela karenanya hasilnya belum kelihatan.
PSK merupakan kelompok risiko tinggi infeksi sifilis dan infeksi HIV karena perilaku seksual mereka yang selalu berganti-ganti pasangan seksual promiskuitas.
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar umumnya penderita tidak mau memakai kondom pada saat melakukan hubungan seks, dan hubungan seks tetap saja berlanjut
walau mereka sedang dalam keadaan sakit. Hubungan seksual yang dilakukan baik secara vaginal maupun oral, berpotensi untuk menularkan penyakit sifilis dan infeksi
HIV terutama sekali bila tidak menggunakan kondom. Menurut Bandura 1986, orang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi
dalam menjalankan tugasnya, cenderung akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Sebaliknya orang yang mempunyai rasa percaya diri yang rendah cenderung
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat mewujudkan perilaku tertentu seperti yang diharapkan. Dalam hal ini, rasa percaya diri berfungsi sebagai pusat mediator melalui mana faktor-faktor
kognitif lainnya seperti; pengetahuan, harapan dan perbandingan diri dengan kawan sebaya, akan terintegrasi untuk mempengaruhi perilaku seksual. Artinya, mereka
hanya akan melakukan hubungan seksual yang aman, sebatas mereka percaya dapat melindungi dirinya. Oleh karena itu, tingkat rasa percaya diri pada remaja menjadi
faktor yang sangat penting di dalam menentukan bagaimana mereka berperilaku seksual.
Seperti yang dikatakan oleh Bandura 1990 bahwa perilaku seksual tersebut tidak merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu
proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya
untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit. Sehingga, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan hanya
meningkatkan pengetahuan tentang seksual dan kesehatan reproduksi remaja, PMS HIV saja, walaupun penting, namun belum tentu cukup untuk dapat mencapai
perubahan perilaku yang dikehendaki. Menurut Djoerban 2003 dalam menghadapi banyaknya penderita HIV
di masyarakat pada umumnya dan PSK khususnya, perlu dilakukan penyebaran informasi yang benar tentang penyebab penularan, orang yang bagaimana dapat
tertular, cara penularan, dan gejala orang yang telah tertular, karena pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
yang benar tentang HIV ini merupakan dasar bagi pencegahan dari HIV sehingga mereka dapat melindungi diri dari risiko tertular HIV.
Penelitian Suryoputro 2006 menunjukkan bahwa relijiusitas merupakan salah faktor pengaruh terjadinya hubungan seksual pra-nikah pada sampel buruh
pabrik. Hal ini menyiratkan bahwa dengan mempertahankan tingkat relijiusitas yang tinggi pada mereka akan dapat mencegah terjadinya perilaku seksual yang berisiko.
Namun, penjelasan mengenai hal tersebut tidak semudah seperti yang diperkirakan. Sangat sulit untuk mengidentifikasi apakah agama atau kekuatan sosial lain yang
menyebabkan hal seperti itu. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan dengan menganjurkan kepada ibu
yang menderita AIDS untuk tidak memilih melahirkan anak hamil. Selain itu menurut Muninjaya 1998, perlu dilakukan pendekatan melalui penyuluhan dalam
bentuk KIE komunikasi, informasi, edukasi kepada masyarakat terutama masyarakat yang berisiko tinggi serta remajapemuda. Kaum ulama dan tokoh agama
juga perlu dijadikan sasaran penyuluhan agar mereka ikut pro aktif mengembangkan strategi penyuluhan AIDS yang berdimensi keimanan. Masyarakat yang berisiko
rendah juga perlu dilibatkan untuk mencegah penyebaran infeksi HIV dengan menanamkan rasa keimanan serta kesetiaan pada pasangantidak berganti-ganti
pasangan dalam berhubungan seksual. Program dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi seringkali menghadapi
kendala untuk dapat diterima di dalam masyarakat, karena adanya anggapan bahwa program-program seperti itu justru akan mendorong peningkatan aktivitas seksual.
Universitas Sumatera Utara
Namun hal tersebut dapat dibantah, bahwa dengan memberikan penjelasan bagi orang tua, para pemuka agama dan para tokoh masyarakat, serta dengan mengundang
mereka ke dalam diskusi dengan para remaja, ternyata dapat mengurangi penolakan dan anggapan semacam itu. Program advokasi sebaiknya diutamakan untuk para
politisi, pemuka agama, tokoh masyarakat, para orang tua, guru, dan para manajer program dan layanan kesehatan. Advokasi semacam ini akan dapat membantu
terjadinya suatu situasi sosial yang kondusif, untuk memperkenalkan dan mengembangkan layanan kesehatan seksual dan reproduksi untuk kalangan remaja
dan mereka yang belum menikah. Idealnya, setelah upaya-upaya advokasi berhasil, suatu program pendidikan
yang tepat dan komprehensif mengenai kesehatan seksual dan reproduksi dapat diperkenalkan di sekolah-sekolah. Namun dengan terbatasnya pendidikan di sekolah
mengenai seks yang aman, maka penting pula untuk menyediakan suatu lingkungan terbuka bagi layanan konseling untuk remaja. Keterlibatan berbagai bentuk layanan
dan program kesehatan seksual dan reproduksi remaja yang disediakan oleh LSM akan menjadi strategi intervensi yang tepat. Program dan layanan semacam ini
hendaknya difokuskan pada penguatan rasa percaya diri remaja melalui pengembangan keterampilan hidup mereka dan sebaiknya dikembangkan
di universitas, pabrik, atau tempat-tempat kerja lain. Hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan kemampuan remaja untuk menghindari danatau mengurangi
perilaku seksual yang berisiko.
Universitas Sumatera Utara
Upaya penanggulangan HIV diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi pemeran
utama sedangkan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung terselenggaranya upaya penanggulangan HIV.
Sejalan dengan area prioritas dalam RENSTRA 2007-2010 yang telah disebutkan di atas pada butir pertama adalah Pencegahan HIV dan AIDS. Seperti telah
diutarakan oleh Menko Kesra sebagai Ketua KPAN bahwa agar dapat memenuhi Millenium Development Goals adalah jika pada tahun 2010, populasi paling beresiko
mempunyai akses terhadap informasi sudah mencapai 80 persen. Maka hal penting yang harus dilakukan adalah promosi kesehatan untuk menanggulangi HIV kepada
kelompok-kelompok beresiko Info Demografi, 2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dari seluruh faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing yang diteliti
dalam penelitian ini dengan jumlah responden 83 dan alfa 0,05 diperoleh hasil bahwa hanya masa kerja yang berhubungan secara signifikan terhadap
pengetahuan. 2.
Sedangkan yang berhubungan secara signifikan terhadap sikap adalah masa kerja, penghasilan, ketersediaan pelayanan kesehatan dan sumber informasi.
Dan yang paling berhubungan terhadap pembentukan sikap adalah ketersediaan pelayanan kesehatan dengan korelasi kuat.
3. Dan yang berhubungan secara signifikan terhadap tindakan adalah tingkat
penghasilan, sumber informasi, dan ketersediaan pelayanan kesehatan. Dan yang paling berhubungan dalam membentuk tindakan PSK adalah
ketersediaan pelayanan kesehatan dengan korelasi kuat.
4. Ranah perilaku yang berhubungan secara signifikan terhadap kejadian sifilis
dan HIV adalah tindakan dengan korelasi rendah.
6.2. Saran
1. Kegiatan surveilans, monitoring dan evaluasi penyakit sifilis dan infeksi HIV,
terutama pada kelompok risiko tinggi, serta advokasi program dan layanan
Universitas Sumatera Utara