1. Mobilisasi Opini Publik KESIMPULAN DAN SARAN
52 Jika sikap konfrontasi ini di nyatakan terang-terangan oleh angkatan darat
maka kemungkinan terjadinya perang saudara dan angkatan darat akan kalah, oleh sebab itulah angkatan darat beranggapan bahwa lebih baik menggunakan pihak
ketiga dalam hai ini mahasiswa yang menjalankan kampanye anti Soekarno dan menyiapkan opini masyarakat tentang perlunya perubahan politik
15
.
3. 1. 3. Mobilisasi Opini Publik
Gerakan mahasiswa pada tahun 1966 yang berhasil menggulingkan Soekarno merupakan suatu proses perubahan politik secara nasional yaitu
perubahan dari Orde Lama menuju Orde Baru. Keberhasilan mahasiswa tersebut tentunya juga dikarenakan mampunya mahasiswa memobilisasi opini publik agar
mendukung perjuangan-perjuangan mahasiswa. Mobilisasi opini publik yang pada esensialnya berusaha menarik simpati
publik merupakan propaganda, hal ini sejalan seperti yang dikemukakan oleh Adolf Hitler tentang propaganda, Hitler mengatakan bahwa kegunaan propaganda
untuk meyakinkan, dan apa yang aku maksud adalah meyakinkan massa
16
. Jadi mobilisasi opini publik yang dilakukan oleh mahasiswa tahun 1966
bertujuan agar masyarakat luas mampu menyerap ide atau gagasan, nilai-nilai dan tujuan dari gerakan mahasiswa waktu itu. Sedangkan tujuan mahasiswa pada
waktu itu adalah menjatuhkan Soekarno. Sarana yang digunakan mahasiswa dalam melancarkan dan
menyebarluaskan tuntutan-tuntutannya salah satunya lewat radio. Radio digunakan sebagai alat perjuangan mahasiswa pada tahun 1966 merupakan
15
Francoil Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia, Jakarta : LP3ES,1985 hal 12
16
Adolf Hitler, Mein Kamfp Jakarta : Penerbit Narasi, 2007 hal 198
Universitas Sumatera Utara
53 kreatifitas mahasiswa Bandung terutama mahasiswa ITB. Dengan latar belakang
pendidikan teknik, mahasiswa ITB telah berhasil mendirikan radio ITB yang di asuh dan di biayai oleh mahasiswa sendiri.
Ketika mahasiswa kontingen Bandung berangkat ke Jakarta guna mendukung perjuangan mahasiswa di kota pusat kekuasaai ini menuntut Tritura,
ada inisiatif dari Anhar Tusin, Santoso Ramelan Isan, Abas Faturachman dan Firrouz Muzzafar Idris Ferry untuk mendirikan pemancar radio di kampus UI
17
, alasan didirikan di kampus UI karena UI merupakan basis perjuangan KAMI dan
sekaligus merupakan tempat mahasiswa Bandung tersebut bermukim selama di Jakarta. Radio yang didirikan tersebut diberi nama radio Ampera.
Berdirinya radio Ampera merupakan antitesis dari media massa, pers dan radio yang pengecut. Soe Hok Gie merupakan salah seorang yang aktif mengisi
acara siaran di radio Ampera bersama kakaknya Soe Hok Djien Arif Budiman mengatakan bahwa :
“ Radio Ampera berbicara jujur tentang berbagai persoalan. Ia menyerang Soekarno pada waktu semua orang masih menjilatnya, ia
menyerang Ruslan Abdulgani dan Leimena yang masih menjadi Waperdam, ia menyerang Ibnu Sutowo yang dianggap korupsi, ia juga
menggugat Mas Agung, Darmosugondo, Hartini dan semua yang dianggap tidak benar”.
18
Radio Ampera tidak hanya didirikan di Jakarta akan tetapi berkat kerja keras mahasiswa dan sokongan dana dari ibu Tjipto istri Prof. Dr. Soetjipto,
dekan fakultas sastra UI, bapak Achmad Bakrie dan bapak Sudarpo Sastrosatomo
19
, akhirnya radio Ampera juga dapat berdiri di berbagai daerah seperti Solo, Jawa Timur, Bali, Yogyakarta dan Magelang. Dengan kekuatan 400
17
Hasyrul Moechtar, Op. Cit. hal 244-245
18
Soe hok Gie, Zaman peralihan Depok : Gagas Media, 2005 hal 21
19
Hasyrul Moechtar, Op. Cit. hal 249
Universitas Sumatera Utara
54 Watt dan satu antena lamda, radio Ampera dapat ditangkap tidak hanya di seluruh
pulau jawa akan tetapi juga sampai ke Sumatera dan Bali. Selain lewat sarana radio Ampera, mahasiswa juga mendirikan penerbitan-
penerbitan pers seperti pers Angkatan 66, yang diterbitkan dengan maksud untuk meyakini angkatan 45 supaya mendukung penuh kehadiran angkatan 66.
Angkatan Baru, diterbitkan oleh HMI, koran ini termasuk yang paling gigih melancarkan kampanye anti Soekarno di akhir tahun 1966. Harian KAMI yang
dipimpin Nono Anwar Makarim, dengan cepat harian ini menjadi sebuah koran nasional berkat hubungannya dengan KAMI dan juga di sebabkan oleh segarnya
pendekatan editorial mereka. Kemudian yang paling akhir adalah mingguan Mahasiswa Indonesia, minguan ini dengan cepat memiliki reputasi sebagai koran
intelektual yang bermutu tinggi
20
. Dari semua terbitan yang menyuarakan aspirasi mahasiswa ini hanya
mingguan Mahasiswa Indonesia yang sangat radikal dalam melancarkan kritikan. Mahasiswa dengan tegas dan berani mengungkapkan kebobrokan orde lama di
bawah pimpinan Soekarno. Proses desoekarnoisasi pun dilancarkan mingguan ini dengan mengungkapkan kepalsuan mitos-mitos yang dibangun Orde Lama sekitar
Soekarno, baik itu mitor tentang pribadinya maupun mitos yang menyangkut perannya dalam sejarah sebagai tokoh politik. Terbitan yang membongkar mitos
Soekarno tersebut berjudul “Desoekarnoisasi : mengakhiri kultus individu No 35 sd 40, Februari-Maret 1967
21
. Selain media komunikasi seperti radio dan terbitan ternyata demonstrasi-
demonstrasi yang dilakukan mahasiswa juga mampu memobilisasi opini publik.
20
Francoil Raillon, Op. Cit.hal 21
21
Ibid. hal.135
Universitas Sumatera Utara
55 Demonstrasi mahasiswa pada waktu itu sering menggunakan simbol-simbol
sehingga melahirkan interpretasi yang beragam dari masyarakat luas. Demonstrasi mahasiswa pada tahun 1965 dan 1966 sering menampilkan
yel-yel sederhana akan tetapi langsung mengenai sasaran. Untuk menyindir Soekarno dan menteri-menterinya yang memiliki banyak istri, mahasiswa
menyanyikan lagu yang dibuat sendiri mengikuti irama lagu-lagu lama, seperti ini salah satunya : “Win, kawin, kawin, kawin, menteri-menteri tukang kawin” irama
tek, kotek, kotek
22
. Plakat-plakat dan coretan-coretan pun digunakan mahasiswa dalam
menyebarluaskan tuntutannya. Contoh kata yang sering digunakan dalam plakat- plakat dan coretan tersebut antaranya bubarkan PKI, stop impor istri, turunkan
harga, ganyang plintat-plintut dan lain sebagainya. Di samping plakat-plakat dan coretan, aksi mahasiswa juga menggunakan
simbol-simbol. Aksi dengan menggunakan simbol ini diharapkan mampu memberikan nuansa yang berbeda. Muslim Nasution, salah seorang pimpinan
kontingen mahasiswa Bandung mengatakan : “Berbeda dengan mahasiswa Jakarta yang selalu melancarkan aksi massa,
maka kontingen Bandung menampilkan modus-modus baru perjuangan. Kami akan menciptakan kreasi dan aksi yang mampu menggalang opini
masyarakat, tetapi di pihak lain juga dapat memberikan pukulan kepada penguasa waktu itu”
23
. Aksi dengan menggunakan simbol-simbol ini di prakarsai oleh
mahasiswa-mahasiswa seni rupa ITB. Dengan ilmu yang dimiliki mereka membuat patung Soebandrio dengan kepala yang besar, bulat, dahi lebar,
memakai kaca mata hitam besar, dengan badan yang kecil di lengkapi dengan jas
22
Soe hok Gie, Zaman peralihan, Op. Cit. hal. 9
23
Hasyrul Moechtar, Op. Cit. hal. 183
Universitas Sumatera Utara
56 dan dasi yang memakai cap palu arit. Patung ini di juluki Durno Peking. Walau
dengan sinis patung ini mengejek Soebandrio, akan tetapi tetap saja meninggalkan kesan lucu bagi mereka yang melihatnya pertama kali.
Massa yang melakukan demonstrasi langsung menyebut Soebandrio anjing Peking ketika patung itu di tampilkan. Baru pertama kali ini mahasiswa
dan pelajar Jakarta menyaksikan sebuah patung mampu mengekspresikan perasaan massa. Akhirnya patung itu pun di bakar massa.
Aksi mahasiswa berikutnya yang menjadi sorotan publik ialah apa yang dilakukan oleh Soegeng Sarjadi. Soegeng yan merupakan ketua dewan mahasiswa
Unpad dan presidium KAMI Bandung adalah seorang orator ulung yang sanggup mengerahkan massa. Sebelum ia berorasi, Soegeng mengeluarkan segulung kertas
dari balik jaketnya, dengan pelan ia memperlihatkan nya kepada massa sambil bertanya “Saudara-saudara ini gambar siapa? Gambar Soekarno jawab massa
setelah melihat kertas yang di buka Soegeng. Reaksi itu membuat Soegeng berteriak lebih keras lagi. Inilah saudara-saudara, otak dari lubang buaya, arsitek
gestapu. Apakah saudara-saudara setuju kalau gambar orang yang sudah menyengsarakan rakyat ini kita turunkan dan kita hancurkan? Tanya Soegeng.
Dengan spontan massa pun berteriak setuju.
24
Mendengar jawaban massa, Soegeng langsung merobek gambar Soekarno lalu membuangnya ke tanah. Akibat orasi Soegeng tersebut, massa malakukan
penyisiran dan pembersihan terhadap gambar-gambar Soekarno pada saat itu juga baik itu di kantor-kantor maupun dirumah-rumah penduduk sehingga menjadikan
24
Hasyrul Moechtar, Op. Cit. hal 329
Universitas Sumatera Utara
57 kota Bandung tanpa gambar Soekarno. Inilah kasus pertama gambar Soekarno
dirobek dan tidak mengakuinya lagi sebagai Presiden Indonesia.